37. Name Tag

84 26 2
                                    

Setelah bangun kesiangan karena menonton drama non stop semalaman, Reva malah berjalan malas ke arah kakak tingkat yang sedang menunggu di depan gedung jurusannya. Reva tidak fokus untuk mengikuti orientasi di kampusnya, menurutnya kemampuan mahasiswa diukur dengan kemampuan akademik di kelas bukan seberapa patuhnya maba pada perintah kakak tingkat yang cukup menyebalkan.

"Kamu." Tunjuk salah satu kakak tingkatnya yang sudah melotot galak.

"Saya kak?" Reva mengarahkan jari telunjuk ke wajahnya untuk mengkonfirmasi tatapan galak kakak tingkat tersebut.

"Iya kamu. Sudah terlambat malah jalan kayak zombi begitu. Alasan."

"Alasan?" Reva melongo dan tidak bisa berkata-kata.

"Yang pertama, alasan kamu terlambat. Yang kedua, alasan kamu nggak pakai name tag. Yang ketiga, alasan kamu natap saya kayak gitu." Kakak tingkat tersebut menjelaskan dengan galak dan wajahnya sudah memerah karena kesal.

"Yang pertama, saya terlambat karena begadang nonton drama. Yang kedua, saya belum buat name tag. Yang ketiga, karena Kakak juga natap saya sinis." Reva menjawab seadanya dan terkesan abai.

Salah satu kakak tingkat yang lain berdiri dan menghampiri mereka. "Nama kamu siapa? Berani-beraninya melawan senior."

"Zareva Virena" jawab Reva dengan mata yang menatap tajam.

"Tunggu sebentar, bukannya Zareva Virena itu adik Kak Petra?" Bisik kating yang menanyai nama Reva.

"Oh, jadi kamu sepupu Petra, kamu bisa seenaknya di sini karena kakak kamu Ketua Himpunan?" tanya kakak tingkat yang pada almamaternya terdapat sebaris nama Orion Dirgantara.

Reva merasa sudah membuat citra buruk untuk Bang Petranya.

"Maaf ya, Kak Orion. Saya minta maaf untuk keterlambatan saya hari ini, saya akan berusaha untuk tidak mengulanginya. Saya juga minta maaf untuk tatapan tadi, Kakak sih marahnya sambil plototin saya. Dan untuk name tag, boleh saya buat sekarang?" Reva mengerjapkan mata beberapa kali agar terlihat lebih manis, setidaknya itu yang ia pelajari dari begadang maraton dramanya semalam.

"Kerjakan dalam 10 menit. Saya tunggu di sini. Lewat dari itu, saya akan hukum kamu."

"Siap kak." Reva buru-buru berlari menuju tempat fotokopi terdekat untuk membuat name tagnya.

"Bang kertas buffalo hijau, sama spidol hitam." Reva mengatakan pesanannya sambil sibuk mencari buku catatan di tasnya. Format penulisan name tag benar benar ia lupakan. Yang ada di kepalanya saat ini adalah segera membersihkan nama Petra dari kecerobohannya.

Setelah memegang kertas hijau ditangannya, Reva sibuk memperkirakan sebesar apa tulisan namanya agar name tagnya terlihat proporsional. Ia benar-benar tidak mau mempermalukan Petra. Sudah kali ketiga Reva mengganti kertasnya, mulai dari ukuran huruf yang terlalu kecil hingga tulisan tangannya yang terus menanjak. Hampir frustasi, Reva terus merutuki aturan pembuatan name tag yang harus ditulis tangan. Untuk apa ada komputer dan printer kalau dia harus kesusahan menulis dengan tangannya.

"Dek, ini name tagnya." Abang fotokopi menyodorkan name tag dengan tulisan Zareva Virena, 7 Agustus 2002, Kedokteran.

"Proporsinya sempurna, tulisannya sangat rapi dan ..." Reva sibuk mengomentari name tag yang ada di tangannya seolah-olah itu adalah hidangan yang disajikan kontestan Masterchef dan ia adalah salah satu juri yang harus menilai "Ini siapa yang buat?" Reva baru sadar ada keajaiban yang menolongnya.

"Tadi ada anak teknik yang lagi nunggu fotokopian. Lihat kamu kesusahan dia minta kertas buffalo hijau sama spidol juga." Abang fotokopi tersenyum sekenanya.

"Hah? Anak teknik? Tapi kok dia...." Reva disadarkan oleh mesin fotokopi yang mengeluarkan suara. Sadar waktunya terbatas, Reva buru-buru merapihkan tasnya dan memasang name tag.

"Berapa Bang?"

"Sudah dibayar sama anak teknik tadi, Dek."

"Hah?" Reva kembali dibuat takjub. Tapi jika ingin tiba tepat waktu, ia harus buru buru kembali ke gedung jurusannya sekarang juga. Akhirnya Reva harus menunda rasa pensarannya dan segera pergi dari sana "Terima kasih, Bang."

Reva berlari secepat yang ia bisa. Ia bersyukur kakinya yang panjang sangat menolong dalam kondisi ini.

"Zareva Virena, anak beasiswa yang masuk melalui jalur prestasi ternyata tidak semengecewakan itu."

"Saya tepat waktu kan?" jawab Reva yang masih terengah engah.

"Kurang 36 detik lagi. Name tag kamu oke. Karena terlambat tadi pagi, kamu harus membuat makalah tentang kanker. Sekarang kembali ke barisan."

"Baik, Kak." Reva lega setidaknya ia tidak membuat Petra malu lagi.

Saat jam istirahat, bukannya ke kantin tapi Reva malah kembali ke tempat fotokopi. Rasa penasarannya tidak bisa ditahan lagi.

"Bang, mau tanya dong." Reva dengan santai menyandarkan tangannya di etalase.

"Eh, Dek name tag. Mau tanya apa?"

"Anak teknik yang tadi bantu saya, kenal gak Bang?"

Abang fotokopian tersenyum penuh arti, sambil menyentuh ujung hidungnya ia menjawab "Dia salah satu pelanggan di sini."

"Oh, namanya siapa?" tanya Reva penasaran.

"Maaf Dek, saya gak jual informasi." Jawab abang fotokopi sambil tersenyum.

"Yaaaah, cuma tanya nama doang bang. Kalo jurusannya apa?"

"Maaf Dek, saya nggak jual informasi." Jawab abang fotokopi masih dengan senyum yang sama.

"Yaudah deh, Bang. Makasi." Reva meninggalkan tempat fotokopi itu sambil cemberut.

"Reva."

Reva melihat kearah suara yang memanggilnya.

"Kamu kemana tadi pagi? Abang gak lihat kamu waktu Abang kasih sambutan."

"Reva telat, Bang." Reva memaksakan senyumnya karena merasa bersalah.

"Abang sudah dengar dari Orion. Kamu begadang. Pasti drama Korea, kan?" Petra menyentuh puncak kepala Reva dengan lembut.

"Abang tau aja. Maaf ya Bang, Reva buat Abang malu. Tapi, Kak Orion nggak cerita macam-macam kan?"

"Dia gak bisa macam-macam Reva, dia sahabat Abang."

"Abang sahabatan sama Orion? Kok bisa? Nggak ada yang lain gitu, Bang?"

"Dia teman yang baik, untuk beberapa mata kuliah dia juga lebih jago dari Abang. Kamu tau fans dia dari seantero kampus bisa ngalahin jumlah maba angkatanmu."

"Dia lumayan ganteng sih, tapi kalo ngomong jahat."

"Bukan jahat, dia memang cuek dan tegas."










Terima kasih sudah membaca.

Part ini kita ngintip kehidupan kampus Reva dulu deh, itung-itung spoiler cerita baru. Judulnya Gelembung Mimpi. 

"Sampai ketemu di Gelembung Mimpi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sampai ketemu di Gelembung Mimpi."
Zareva Virena

The Untold Story ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang