— downtown seoul, 20:37.
renjun melenggangkan kakinya dengan santai di pelataran kota seoul, semilir angin malam meniup helai rambutnya dengan lembut.
laki-laki berfigur agak mungil tersebut suka sekali jalan-jalan malam, langit gelap menginspirasinya untuk melukis. entah apa yang terus mendorongnya untuk terus menggambar dengan pallete gelap, ia hanya merasa stress-nya berkurang jika ia melakukannya.
terkadang renjun berpikir, mungkin saja hidupnya yang terfokus pada dirinya sendiri, dan juga gelap-nya 'jalan' yang selama ini ia lalui, menjadi faktor kenapa ia terus menuangkan emosinya dengan pallete gelap.
"neo coffee toffee?" gumamnya saat melihat sebuah kafe yang sedang grand opening, tepat di pinggir jalan perempatan di tengah kota seoul.
kafe tersebut menarik perhatian renjun, letaknya yang strategis, dengan kaca langsung menghadap keramaian pusat kota seoul.
tanpa berpikir panjang, renjun menuju kafe tersebut. tidak terlalu ramai untuk kafe yang baru dibuka. it's alright, renjun suka tempat seperti ini.
"welcome! i'm jaemin! mau pesan apa?" seorang barista yang diketahui bernama jaemin tersebut menyapa renjun dengan senyum lebarnya dari balik meja kasir, tepat ketika renjun menghentikan langkahnya di depan counter.
"aku ingin satu gold brew ukuran sedang", kata renjun dengan nada datar.
"gold– maaf, bisa ulangi pesanannya?" jaemin menatap renjun dengan ekspresi bingung.
"satu gold brew ukuran sedang"
"maaf, tuan. apa maksudmu cold brew?"
'oh great. shame on me' batin renjun.
"ah, ya. cold brew" jawab renjun dingin.
jaemin tersenyum lalu segera menyiapkan pesanan renjun, sementara renjun sedang menahan dirinya yang sedang dirundung malu karena salah mengucapkan menu.
"satu cold brew ukuran sedang sudah siap. silahkan dinikmati" ucap jaemin sambil menggeser kopi milik renjun, lekas saja renjun menyambar minumannya dan memilih spot di pojok ruangan dengan jendela mengarah langsung ke tengah kota.
renjun menyesap minumannya sembari menyiapkan kanvas kecil dan alat lukis miliknya. inspirasi tidak datang begitu saja kepada laki-laki berdarah cina ini, butuh waktu paling tidak dua jam sampai ia menggoreskan penanya ke atas kanvas.
di lain sisi neo coffee toffee, seorang laki-laki dengan kemeja putih dan lengan yang digulung sebagian, lengkap dengan celana hitamnya, menaiki panggung kecil yang ada di kafe tersebut, ia duduk di kursi yang ada di balik microphone yang sudah disediakan.
"selamat malam, nama saya lee donghyuck. mulai hari ini saya akan bernyanyi di kafe neo coffee toffee, semoga kalian menyukainya" ucap donghyuck sambil tersenyum tipis melihat ke beberapa pelanggan.
musik jazz mulai mengalun dengan syahdu, donghyuck pun bernyanyi seirama dengan iringan musik di belakangnya. suaranya menenangkan sehingga bisa dilihat beberapa pelanggan memejamkan matanya, tenggelam dalam nyaman yang mereka rasa.
renjun yang sedari tadi nampak acuh, turut mengalihkan pandangannya ke atas panggung. netranya yang jernih memandang si penyanyi bersuara manis seperti madu, menatapnya tepat ke mata sayu sang penyanyi.
sewaktu pada saat donghyuck tidak sengaja bertemu tatap dengan renjun, pandangan mereka terkunci selama beberapa detik.
donghyuck kembali bernyanyi dan mengedarkan pandangannya sementara renjun menyeringai tipis, nyaris tidak terlihat.
"lee donghyuck"
***
— the lee's flat, 23:56.
"aku pulang"
donghyuck kembali dari hari pertama ia bekerja di kafe neo coffee toffee milik sahabatnya, jaemin. ya, donghyuck bekerja paruh waktu sebagai penyanyi di kafe tersebut, jaemin yang memintanya melakukan hal tersebut karena dia tahu suara donghyuck bagaikan malaikat menyambut para pendatang di surga.
awalnya donghyuck menolak tawaran jaemin, dengan alasan kakaknya, lee minhyung, membutuhkan perhatian lebih darinya. donghyuck bersikeras akan menjaga minhyung selama hidupnya, meskipun jaemin berulang kali mengatakan minhyung seperti mayat hidup karena gizinya tidak terpenuhi, uang tabungan donghyuck sudah menipis, bagaimana ia akan menjadi ibu peri untuk minhyung?
hari berlalu, donghyuck kalut dengan pikirannya karena ucapan jaemin, hingga pada akhirnya ia menyetujui tawaran jaemin untuk bekerja di kafenya. meskipun awalnya donghyuck ragu, tetapi melihat reaksi para pengunjung kafe hari ini membuat semangatnya berpacu untuk terus bernyanyi.
"d- donghyuck, sudah pulang?" ujar minhyung dengan mata yang setengah terbuka, lelaki dengan rambut mangkok itu tertidur di kursi, menunggu adiknya pulang.
"halo, hyung. kenapa tertidur di kursi? padahal aku sudah katakan tidak perlu menungguku pulang" jawab donghyuck sambil menyiapkan tempat tidur miliknya dan minhyung di lantai.
"jaemin m- menelponku tadi, s- saat kau bernyanyi. suaramu sangat indah, jadi a- aku tertidur" minhyung dengan senyum cheek bones andalannya, menunjukkan ponsel lawas miliknya pada donghyuck, layar yang muncul menjadi bukti bahwa jaemin menelponnya cukup lama agar ia bisa mendengar adiknya bernyanyi.
donghyuck tersenyum, "terima kasih. lain kali aku akan mengajakmu ke kafe milik jaemin, hyung. tempatnya sangat nyaman, aku berani jamin kau akan menyukainya"
minhyung melihat tempat tidurnya sudah ditata dengan rapih, langsung saja membungkus dirinya dalam selimut dan merebahkan tubuhnya, pandangan matanya masih tertuju pada donghyuck.
"apa yang kau lakukan di rumah hari ini, hyung? apa ada yang ingin kau bagi?" donghyuck duduk bersila di samping minhyung yang terlihat sudah siap untuk melanjutkan tidurnya.
"aku menonton t- televisi! ada h- huang renjun di sana, d- dia akan membuat p- pameran untuk lukisannya lagi. aku ingin pergi!" kata minhyung dengan nada setengah meracau.
donghyuck terkekeh mendengarnya, "baiklah, kita akan pergi nanti, hyung. sekarang sudah larut, kau harus tidur" ucapnya sambil membenarkan posisi selimut minhyung.
"b- benarkah? janji?" minhyung mengangkat jari kelingkingnya.
"janji." donghyuck membalas dan menautkan kelingking mereka.
"selamat malam, donghyuckie!" minhyung memejamkan matanya dengan senyuman lebar terukir di wajahnya.
"selamat malam, hyung"
donghyuck bangkit dari posisi duduknya dan menuju kamar mandi untuk segera membersihkan diri. namun, tidak sengaja matanya melihat majalah yang sepertinya baru dibeli oleh minhyung. sampul majalah tersebut memiliki judul 'huang renjun: the universe's golden treasure', tentu saja dengan rupa manis sang empunya nama tergambar di sampulnya.
seketika saja donghyuck teringat laki-laki yang duduk di sisi pojok kafe, menatapnya dingin seperti reptil yang sedang mengincar mangsanya.
"huang renjun?"
to be continued
.....
....
...
..
.
KAMU SEDANG MEMBACA
psycho but it's okay.
Romance𝘪𝘵'𝘴 𝘯𝘰𝘵 𝘢𝘣𝘰𝘶𝘵 𝘵𝘩𝘦 𝘦𝘨𝘰, 𝘵𝘩𝘦 𝘶𝘯𝘪𝘷𝘦𝘳𝘴𝘦 𝘬𝘯𝘰𝘸𝘴 𝘸𝘩𝘢𝘵 𝘵𝘩𝘦𝘺 𝘯𝘦𝘦𝘥 𝘵𝘩𝘦 𝘮𝘰𝘴𝘵.