Promise

55 22 6
                                    


     Kini Jimin sudah berada di depan pintu mansion. Ia menekan bel berulang kali, kemudian pintu berderit ketika sang pemilik membukanya. Awalnya ia sempat tersentak ketika melihat penampilan Jimin.

     "Siapa kau?"

     "Saya mencari penginapan, apa di sini ada kamar yang kosong?"

     Pemilik mansion itu memandangi Jimin dari atas hingga ke bawah. "Tidak ada, saya tidak mau menerima tamu sepertimu," kata pemilik mansion itu kemudian ingin menutup pintunya lagi sebelum Jimin menahannya.

     "Saya mohon, untuk satu malam ini saja. Saya akan membayar dengan harga yang besar," kata Jimin lalu mengeluarkan satu kantung besar Gulden. Si pemilik tertegun melihat betapa banyak Gulden yang dimiliki Jimin.

     "Baiklah, tapi bagaimana jika para tamu saya yang lainnya takut?"

     "Terserah saya ingin di tempatkan di kamar mana saja. Asal saya malam ini bisa mendapat tempat untuk beristirahat."

     Pemilik mansion itu tampak menimbang-nimbang lalu mengangguk. "Baiklah, silahkan kamu tempati kamar paling ujung dekat penjara," ucapnya.

     "Ah, terimakasih," kata Jimin sambil membungkukkan tubuhnya. Tidak apa jika ia mendapat kamar yang sempit dekat dengan penjara, asal ia bisa beristirahat dengan tenang malam ini.

     Ketika Jimin hendak tidur, sayup-sayup ia mendengar suara tangisan dari samping kamarnya. Baru saja ia ingin menajamkan pendengarannya, suara itu hilang. Ia tidak peduli. Wajar saja, di samping kamarnya adalah penjara tempat pembantaian para manusia. Ia tidak takut dengan hal seperti itu. Namun ia berpikir, mengapa dan ada salah apa sampai mereka disiksa dan dibantai di tempat yang mengerikan seperti ini.

     Setelah ia memejamkan matanya beberapa menit, ia kembali mendengar sebuah tangisan, kali ini suaranya terdengar lebih berat dan pilu. Jimin yang penasaran, akhirnya bangkit dan menghampiri ke arah sumber suara.

     Rupanya di samping kamarnya terdapat jeruji besi. Ia mengintip ke arah dalam penjara yang tampak remang-remang itu. Di dalamnya begitu kotor, bau dan seperti ada bercak darah yang telah mengering. Jimin menajamkan pendengarannya sekali lagi untuk mencari sebuah suara tangisan pilu itu.

     Netranya menangkap sosok yang tengah meringkuk di ujung tembok. Ia tidak dapat melihat dengan jelas dan hanya terlihat siluetnya saja. Kemudian ia mengetukkan gembok tanpa kunci itu ke jeruji besi─untuk menarik perhatiannya.

     "Permisi, apakah anda baik-baik saja?" kata Jimin. Siluet itu berhenti menangis, kemudian membalikkan badan seraya berjalan tertatih ke arah Jimin.
Semakin siluet itu mendekat, dapat Jimin lihat dengan jelas rupanya. Seorang pria paruh baya dengan bercak darah yang telah mengering di ujung pelipisnya.

     "Tolong saya. Saya ingin bebas dari sini," ucap Namjoon─pria paruh baya itu─pada Jimin.

     "Memangnya anda mengapa bisa sampai terpenjara di sini?" tanya Jimin prihatin.

     "Saya berhutang sangat banyak pada pemilik mansion ini. Saya hanya seorang pembuat sepatu, tidak mampu untuk membayar semua hutang-hutang saya," jelas Namjoon.

     Pernyataan itu membuat Jimin merasa iba. Lalu ia merogoh saku jaket beruangnya untuk mengambil dua kantung Gulden. "Saya bisa membantu anda untuk keluar dari penjara malam ini juga, saya harap ini cukup untuk melunasi semua hutangnya." Jimin memberikan dua kantung Gulden itu melalui celah jeruji.

     Namjoon menerimanya dengan terisak, kemudian ia bersujud di bawah kaki Jimin dengan mengucapkan puluhan terimakasih. Melihat itu, Jimin buru-buru berjongkok dan menarik Namjoon agar tidak bersujud di kakinya.

     "Terimakasih banyak. Sesuai janji saya dahulu, jika ada yang menolong saya, saya akan membalas budi dengan menikahkan putri saya kepada anda."

     "Ah, itu tidak perlu. Cukup doakan saya saja itu sudah cukup," tolak Jimin dengan halus.

     "Tidak apa-apa, saya selalu senantiasa mendoakanmu. Besok kita akan kerumah, nanti kau akan saya perkenalkan dengan putri-putri saya."

     Sesuai janji Namjoon, kini dirinya dan Jimin sudah berada di rumahnya yang terletak di seberang kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


     Sesuai janji Namjoon, kini dirinya dan Jimin sudah berada di rumahnya yang terletak di seberang kota. Awalnya banyak orang di sekitarnya yang takut melihat penampilan Jimin, tetapi pria paruh baya itu menjaganya dan mengatakan bahwa Jimin adalah orang yang sangat baik.

     Begitu Namjoon masuk ke dalam rumah, ia di sambut oleh ketiga putrinya yang merasa bahagia karena ayahnya telah bebas dari penjara. Salah satu dari mereka melihat presensi Jimin yang berdiri jauh di belakang ayahnya. Kemudian ia berteriak ketakutan.

     "Ayah, itu siapa dibelakangmu?!" teriak Keeren─si anak paling muda─membuat kedua kakaknya mengalihkan atensinya pada Jimin.

     "Hey, bukankah itu monster beruang yang sering dibicarakan orang-orang?" tanya Paula─si anak tertua─sambil menaikkan alisnya. Sedangkan anak yang lainnya hanya diam memperhatikan sosok tamu di rumahnya.

     "Tenang anak-anakku. Dia tidak semengerikan yang orang lain bicarakan, dia memiliki hati yang sangat baik. Dia yang telah menolong ayah melunasi semua hutangnya," kata Namjoon pada ketiga anaknya.

     "Lalu ayah akan menikahkan salah satu dari kami dengannya?! Aku tidak mau, nikahkan saja dengan kakak-kakakku," ucap yang termuda dengan sinis.

     "Apa?! Aku juga tidak mau! Enak saja aku menikah dengan monster. Kukira yang telah menolong ayah adalah seseorang yang tampan dan kaya raya." Kali ini cibiran dari anak tertua.

     Namjoon memijat pelipisnya mendengar anak-anaknya berdebat. Lalu ia menoleh ke si anak kedua dengan penuh harap. Hanya ia yang tampak diam sedari tadi.

     "Bagaimana denganmu?" tanya Namjoon pada anak keduanya.

     "Laksanakanlah sesuai janji ayah dahulu. Jika dia yang telah menolong ayah, saya akan bersedia."

     Jawaban dari putri keduanya membuat Namjoon tersenyum lega. Lalu ia memanggil Jimin untuk mendekat, sedangkan kedua putrinya yang lain segera menjauh dan berlari.

     "Baiklah, saya akan menikahkan kalian berdua lusa, saya harap kalian dapat berkenalan terlebih dahulu dengan baik," kata Namjoon. Lalu ia pergi ke dalam membiarkan mereka berdua untuk saling mengenal.

     "Aline, saya tidak tahu bahwa kau adalah putrinya Namjoon, kau tidak keberatan dengan keputusanmu, 'kan?" tanya Jimin memulai konversasi.

     Jimin mendengar Aline menghembuskan napasnya pelan. "Tidak. Jika takdirnya memang begitu, lalu aku harus berbuat apa selain menerimamu?"

     Jawaban Aline membuat Jimin tersenyum. Lalu ia mengambil cincin miliknya lalu mematahkannya menjadi dua.

     "Temui aku tiga tahun lagi, lalu setelah itu kita akan menikah," kata Jimin sembari memberikan potongan cincin itu ke Aline.

     "Jaga cincin ini hingga aku kembali. Jika aku tidak kembali, kau boleh membuangnya. Tapi saya akan berjanji untuk kembali."

     "Baiklah, saya percaya denganmu."

     "Lebih baik kau tidak usah kembali saja, dasar monster!" kata Paula yang tiba-tiba datang ke ruang tamu.

     Begitu juga Keeren yang mengikutinya dari belakang. "Ya, kak mengapa kau menerimanya? bisa-bisa nanti ia menerkam kita semua seperti beruang."

Bearskin: Seelen At Stake √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang