Tiga tahun telah berlalu. Penampilan Jimin semakin memburuk. Tidak apa, setidaknya ia bisa menyelesaikan perjanjian selama tujuh tahun ini. Dengan hati yang ringan, Jimin pergi menuju hutan tempat pertama kali ia bertemu dengan Taehyung."Taehyung, di mana kau? Saya sudah memenuhi perjanjian ini dan dapat bertahan selama tujuh tahun!" teriak Jimin agar Taehyung dapat mendengarnya. Tidak lama, angin bertiup kencang dan membentuk pusaran angin hitam. Dari balik angin itu, muncullah Taehyung dengan netra yang hitam tajam.
"Aku berhasil!" kata Jimin membuat Taehyung semakin menajamkan mata kepadanya.
"Tck! Baiklah." Taehyung mengangkat tongkatnya, sayap hitamnya mengepak di udara. Ia tunjukkan tongkat itu ke arah Jimin.
Tubuh Jimin bersinar, tidak lama penampilannya yang sangat buruk berubah drastis. Kini, ia sudah bersih dan juga sangat tampan. Jimin tersenyum melihat dirinya yang terasa segar dan ringan.
"Aku senang kau memenuhi janjimu, Taehyung. Tetapi seharusnya kau lebih senang aku bisa memenuhi janjimu untuk menjaga jaket beruang ini selama tujuh tahun, bukan?" tanya Jimin sembari menampilkan smirk-nya.
Taehyung berdecak dan memalingkan wajahnya ke arah samping tidak mau melihat ke arah Jimin. Egonya terlalu tinggi. "Ya sudah, sekarang berikan jaket itu kepadaku," pinta Taehyung.
"Nanti saja kuberikan padamu saat aku menemui calon istriku. Saya harap kamu datang," kata Jimin lalu meninggalkan Taehyung yang rupanya mulai marah.
Suasana kota mulai riuh ketika kedatangan seseorang yang menaiki kereta kuda. Parasnya begitu tampan bak pangeran di negeri dongeng. Selain itu, hanya beberapa orang kaya saja yang bisa menaiki kereta kuda pada saat itu. Auranya sangat menarik hingga para kaum hawa yang melihatnya berharap pemuda itu datang ke rumah mereka lalu melamarnya.Kereta kuda itu berhenti di sebuah rumah pinggir kota. Sang pemilik turun dari wimananya lalu merapikan baju yang ia kenakan.
"Selamat datang, ingin mencari siapa, ya?" ucap Namjoon begitu pemuda tampan dan kaya raya itu singgah di depan rumahnya.
"Kau tidak mengenaliku, Tuan Namjoon Schubert?" ucap Jimin sembari tersenyum hingga matanya menyipit membentuk garis lurus.
"Saya tidak asing denganmu, kau ... orang yang telah menolongku tiga tahun lalu?" tanya Namjoon dengan ragu-ragu.
"Ya, benar. Saya datang ke sini untuk menepati janji saya untuk menikahi putrimu. Apa kau sangat yakin ingin menyerahkan putrimu kepadaku?"
"A-ah tentu saja, karena kau telah menolongku. Mari kuantarkan kau ke putriku, dia sudah menunggu," jawabnya.
"Tuan Namjoon, apa kau keberatan kita berbicara berdua sebentar saja?"
"Tentu, mari masuk dulu."
: :
Jimin memasuki ruang tamu, di sana sudah ada kedua putrinya Namjoon yang tengah menunggu siapa gerangan tamu yang berkunjung. Netra mereka berbinar begitu melihat presensi Jimin.
"Apakah kau mencariku?!" tanya Keeren dengan riang.
"Tidak, dia pasti datang untuk melamarku." Paula terlihat tidak mau kalah dengan adiknya.
Jimin tersenyum singkat lalu mengedarkan netranya. "Di mana Aline?" Pertanyaan itu membuat kedua saudara itu berdecak kecewa.
Sedangkan Aline yang baru saja datang sambil membawa minuman tercengang melihat siapa yang bertamu. Ia seperti tidak asing dengan rupa pemuda itu.
"Anda siapa dan ada tujuan apa kemari?" tanya Aline langsung begitu Jimin sudah duduk di sofa."Kedatangan saya ke sini ingin melamar salah satu dari kalian," ucap Jimin tenang. Sedang Aline memejamkan mata mendengar pekikan riang dari kedua saudaranya. Kedua saudara itu berlomba-lomba untuk melayani Jimin dan menata pakaian hingga riasan di wajahnya. Paula tampak yakin dengan penampilannya paling cantik dengan gaun Dirndl panjang berwarna merah, dengan bagian bawah mengembang sedangkan Keeren memakai Dirndl berwarna hitam panjang dengan renda di ujungnya.
"Silahkan di minum dulu, jangan pedulikan teriakan mereka," kata Aline mendorong secangkir minuman ke arah Jimin. Pemuda itu membungkuk untuk mengambil minumannya. Di saat yang bersamaan, sesuatu terjatuh dari saku baju Jimin ke atas meja ketika ia membungkuk.
Mata Aline terbelalak kaget sambil menutup mulutnya. Lalu ia mengeluarkan hal serupa dari kalung yang ia kenakan. Sebuah potongan cincin.
"K-kau ... Jimin?" tanya Aline terbata-bata. Wajahnya memerah menahan tangis. Ia pikir, seseorang yang pemilik potongan cincin itu tidak akan kembali, ia sudah menyerah hanya memikirkan hal itu. Dan sekarang, pemuda itu datang dengan perubahan yang tidak ia kenali.
Tidak jauh berbeda dengan Aline, kedua saudaranya itu sangat kaget dengan kenyataan yang mereka lihat. Lalu Jimin menatap ke arah netra mereka yang terlihat kecewa dan penuh penyesalan. Jimin tersenyum lalu pamit pada Aline untuk berbicara sebentar pada kedua saudaranya itu yang tampak kecewa.
Aline menunggu Jimin di ruang tamu dengan wajah yang masih memerah. Dadanya berdetak kencang begitu melihat dua potongan cincin itu kembali menyatu. Harusnya ia bahagia, seseorang yang telah di tunggunya kembali, namun mengapa rasanya sangat berbeda sekali? Omong-omong, sedari tadi ia tidak melihat ayahnya.
"Kemana para saudariku?" tanya Aline begitu Jimin sudah kembali ke ruang tamu dengan senyuman yang tak dapat ia artikan.
"Mereka lari begitu melihat diriku yang asli," ucap Jimin. Bersamaan dengan itu, muncul sebuah gumpalan hitam lalu sosok Taehyung muncul. Aline bersembunyi di balik punggung Jimin.
"Cepat kembalikan jaket itu," desis Taehyung dengan mata memerah. Jimin melepaskan jaket itu lalu membakarnya membuat Taehyung berteriak murka.
"Kau menjadikanku target untuk kau ambil jiwanya, bukan?" tanya Jimin dengan sinis.
"Sialan! Siapa kau sebenarnya?!" Taehyung berteriak di kala tubuhnya merasa semakin panas.
"Aku menemukanmu, sudah belasan tahun aku mencarimu, Taehyung. Kini kau yang akan merasakan kutukan itu. Kau akan di buang ke bumi lalu terlahir kembali dengan penuh kebencian. Berkat Aline juga aku bisa kembali pada wujudku yang asli."
Aline mundur begitu melihat perubahan Jimin. Sayap hitam muncul dari punggungnya. Wajahnya dipenuhi dengan aura kegelapan. Aline menggelengkan kepalanya sambil menangis. Ia tidak menyangka bahwa seseorang yang ingin menikahinya adalah seorang iblis.
Ia berlari ke arah depan, mendapati sang ayah yang pucat dengan berlumuran darah. Lalu ia kembali berlari menuju belakang rumah mendapati kedua saudaranya yang mati tenggelam di danau belakang rumahnya. Aline menangis histeris, Jimin telah membunuh dan mengambil jiwa mereka.
"Kau tidak akan bisa lari, Aline. Jiwamu sudah terikat denganku."
END
KAMU SEDANG MEMBACA
Bearskin: Seelen At Stake √
Fanfiction[5/5] >> PJM, Movie!AU Kutukan itu bagai mimpi buruk. Namun, bukankah selama ini ia hidup dalam semua keburukan bagi setiap jiwa-jiwa yang telah dicurinya? Adapted by Film Bearskin (1986) @frasa_senja, 2O2O