Satu hari itu, saat aku menunggu Seungmin di bawah pohon tempat biasa kami bertemu-dia tak datang. Seharian aku duduk di sana, tapi bahkan setelah surya bertukar tugas dengan rembulan pun, Seungmin tidak ada.
Mumpung tahu alamat rumahnya, aku memutuskan untuk berkunjung. Seungmin pernah bilang padaku kalau rumahnya dilapisi cat putih tulang dekat persimpangan jalan. Didepannya ada toko permen bernuansa coklat, juga pohon sakura yang berdiri kokoh di halaman rumah.
Saat itu, aku tak payah susah mencari, di salah satu jendela yang tengah terbuka, aku melihat Seungmin menopang kepala. Dia kegirangan setelah melihatku. Bahkan barret putihnya sampai terjatuh.
"Paman Hyunjin! Paman Hyunjin! Yeyy!" ucapnya girang. Aku tertawa, namun kupinta ia untuk mengecilkan suara karena hari sudah hampir malam.
Dari luar jendela yang tingginya sejajar dengan bahuku itu, kami mulai berbincang. "Kamu kemana saja? Padahal dari tadi aku menunggumu di dekat pohon..."
Seungmin langsung cemberut, kembali menopang kepalanya yang terasa berat. "Seungmin tidak boleh keluar... Mama Seungmin tak memberi ijin."
"Hmm? Kenapa?"
Ia menggeleng, "Mama Seungmin bilang, Seungmin terlalu banyak berbicara dengan hantu akhir-akhir ini. Mama Seungmin jadi khawatir."
"Memangnya kalian berbicara tentang apa?"
"Banyak!! Tentang keluarga mereka, tentang hidup mereka, bahkan-tentang kematian mereka juga sering."
Meski ia tak banyak punya teman di dunia 'ini', namun sepertinya Seungmin seolah populer dikalangan para hantu.
"Paman belum pernah mengatakan apa-apa. Bagaimana kalau ceritakan sesuatu pada Seungmin?" Kepalanya terangkat sambil sesekali ia melompat, kuku jari-jarinya juga sibuk mengetuk kayu jendela tempat ia bertopang.
"Cerita tentang apa? Dihidupku tidak ada yang menarik," ucapku sambil tertawa.
"Apa saja! Tentang luka ini misalnya?" Seungmin menyentuh leherku-sedikit merabanya untuk sekedar memastikan luka itu benar-benar ada disana.
"Seungmin?? Kau bicara sendirian lagi?"
"Tidak kok! Aku bersama paman Hyunjin!!" sahutnya. Aku tak bisa melihat ibunya ada dimana, mungkin bukan di ruangan ini. Itu sebabnya dia tak melihatku.
"Kemarilah, kita harus makan malam!"
"Iya, sebentar!!"
Seungmin kembali menoleh padaku, melambaikan tangan sebelum mengucapkan salam perpisahan.
"Paman juga harus pulang dan makan. Besok kita main lagi, ya!" begitu katanya.
Aku membalas senyuman hangat itu, lalu membiarkan Seungmin menutup jendelanya.
Tak.. Tak.
"Kenapa?" Seungmin mengetuk jendelanya ketika aku hendak beranjak. Ia menujuk sesuatu, lalu yang kudapat dari gerakan mulutnya adalah 'paman yang itu tengah menatapmu!' setelah itu dia pergi.
Aku langsung berbalik badan. Sosok yang ku kenal ada di luar pagar menatapku dari kejauhan. Itu Yang Jeongin, temanku.
"Sudah berapa lama kau disitu?" Aku menghampirinya, merangkul pundak karibku itu erat. "Barusan..."
"Kau kemana saja? Aku mencarimu, tapi kau tidak ada dirumah."
"Aku juga mencarimu."
"Ah itu, akhir-akhir ini aku lebih suka berada di dekat halte. Aku jarang kerumah..."
"Halte yang dekat laut itu?"
Aku mengangguk. "Mau makan bersama tidak? Di rumahku ada beberapa makanan," ajak Jeongin. Lagi-lagi, aku hanya menuruti perkataannya.
"Yang tadi itu-rumah siapa?" Jeongin meneguk kuah ramennya. Ia terlihat seperti tak diberi makan selama beberapa bulan.
"Teman baruku. Kelas tiga sekolah dasar. Namanya Seungmin."
"Bagus, saat aku pergi, kau langsung cari yang baru..." Jeongin menggerutu. Aku langsung terkekeh melihat wajah sebalnya itu.
Rumah Jeongin sama sekali tak berubah. Nuansa pelaut sangat kental karena pekerjaan sang ayah. Jeongin juga memang menyukai laut dan pantai, oleh karena itu, mereka mendekorasi rumah seperti ini. Kebayakan barang dan furnitur dari kayu, serta banyak hiasan khas kapal-kapal.
"Dia itu anak yang spesial, ya?"
"Siapa?"
"Seungmin."
"Ohh... Iya. Dia spesial-penglihatannya itu."
"Bisa melihat hantu?" timpal Jeongin peka. Aku mengangguk, lalu dia cuma ber-oh ria sebagai tanggapan.
"Eh? Itu luka apa? Aku belum pernah lihat sebelumya..."
Pasti luka leherku lagi, "Oh, ini..."
KAMU SEDANG MEMBACA
nodus tollens, hyunmin ✔
Fanfic𝗶𝗶. 𝗮𝗻𝗼𝘁𝗵𝗲𝗿 𝗱𝗲𝗽𝗿𝗲𝘀𝘀𝗶𝘃𝗲 𝗲𝗽𝗶𝘀𝗼𝗱𝗲 the boys are human too. !¡ contains mature themes, including violence, that may cause distress.