Warning! This part contains some harsh words
ㅡㅡㅡㅡㅡ
Ardhan lagi sibuk sama pikirannya sendiri. Sambil nyalain rokoknya, dia buka jendela kamar dan biarin angin malam masuk.
Di luar berisik banget, makanya Ardhan pakai earphone sekarang. Meskipun gak ada suara apapun dari earphone itu.
Mau di tutup kayak apapun, gak ada gunanya. Ardhan bakal tetap dengar semuanya.
Lagu udah gak berguna, gak bisa nenangin dia lagi.
Gimana bisa dia nganggap hal di sekelilingnya berguna, ketika dirinya sendiri aja dia anggap useless?
Ardhan masih sibuk ngerokok sambil berdiri di balik jendela. Sampai, dia dengar suara barang yang jatuh dan pecah.
Tapi, dengar itu pun Ardhan cuma membelalak sedikit. Terus, matanya langsung dingin lagi, dan ia balik menghisap rokoknya lagi.
Useless.
"Ya. Karena lo begini, anak lo yang laki sekarang kerjaannya cuma diam, kayak orang gila. Yang perempuan? Mati. Gara-gara siapa? Lo! Lo gak berguna."
Dalam hati, Ardhan ngikutin kata-kata itu. Kata-kata yang terlalu sering dia dengar, sampai hapal.
Haha, template. Gak ada kata-kata lain.
"Kenapa kamu bilang begitu terus? Udah berapa kali aku bilang, aku selalu berusaha semampu aku! Aku selalu mikir buat perbaikin kesalahan aku! Ini udah berapa tahun? Kamu selalu begini ... !
... Kenapa gak kamu bunuh aja aku sekalian?!"
Mata Ardhan membelalak lagi. Kali ini, ia cukup terkejut. Bahkan, rokoknya sampai jatuh dari tangannya. Perlahan, dia nengok ke arah pintu kamar yang tertutup rapat.
Kata-kata itu, baru didengarnya sekali ini.
"Hahaha," Ardhan menghela napas.
Tolol, kenapa dia bilang begitu? Salah, seharusnya bukan itu. Kalau dia bilang begitu, kita hitung aja. Satu, dua, ... Tig-
"Hei! Lo pikir apa yang ada di pikiran gue pas lo lakuin itu dulu?! Gak bisa, lo gak bisa mati seenaknya. Lo harus rasain jadi gue!"
Tepat.
Kenapa? Berkali-kali dia bilang begitu, kenapa gak ada yang sadar?
Gak ada yang sadar kalau dia sengaja, bikin kita semua jadi kayak gini.
ㅡㅡㅡㅡㅡ
Dengan santai, Ardhan keluar kamar dan jalan gitu aja melewati dua orang yang lagi adu mulut itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast; Lie
Teen FictionSemua orang sakit. Semua orang pura-pura. Semua orang bohong. Kenapa semua orang tega melakukan ini? Padahal, hidup Lila sudah mulai baik-baik saja. Lila benci orang munafik, egois, dan mereka yang pura-pura paham tentang Lila. Mereka yang datang...