7. Leon Berantem

276 27 1
                                    

Karena gue lagi seneng jadi update nya lebih cepet hahaha

---------------

Hari sabtu adalah hari yang di khususkan untuk keluarga gue datang ke rumahnya Ibu. Menginap sampai hari minggu, lalu malam seninnya pulang ke rumah masing-masing atau pulangnya senin paginya.

Dalam dua minggu sekali gue sama Clarisa berpikiran untuk melakukan kebiasan kumpul keluarga, karena kasian Ibu sendirian di rumah. Paling di temenin Bi Minah sang ART baru setelah gue menikah dengan Yunis beliau bekerja.

Sabtu siang keluarga kecil gue datang terakhir, karena pagi-pagi ada drama Leon mau makan masakan Papanya. Padahal Yunis gak bisa masak, tapi Leon tetep maksa sampe menahan gue agar tak menyentuh dapur sama sekali.

"OMAAAAAAA" teriakan Leon menggelegar di rumah Ibu, di dalam Clarisa udah datang duluan ternyata bersama suami dan kedua anaknya.

"Aduuhh, cucu oma udah dateng ?" Ibu langsung menggendong Leon sambil menciumi pipinya tanpa henti. Gue cuma tersenyum dan kembali membantu Yunis membawa barang untuk menginap.

Leon langsung sibuk main dengan Ibu, gue berjalan menuju kamar gue dulu. Masih sama, gak ada yang berubah. Hanya kasurnya terasa dingin karena jarang di tempati, Ibu gak pernah mengganti atau menggeser apapun interior kamar gue.

Bahkan steaker di cermin meja rias pun masih penuh dengan berbagai logo acara kampus dan juga resi salah satu ekspedisi. Bingkai foto dari gue kecil hingga menikah berada di meja belajar, bahkan foto polaroid gue sama Yunis saat jaman pacaran dulu pun masih tertempel di dinding.


"Lagi flashback nih ?" Suara Yunis membuat gue menoleh ke arah pintu, dia menyusul dengan dua tas besar di tangannya. Lalu meletakannya di dekat ranjang, dia berjalan mendekati gue berdiri.

Tangannya melingkar di perut gue dari arah belakang, dagunya diletakan di atas bahu gue. "Iya, liat deh. Polaroid ini ? Inget gak ?" Tanya gue sambil menyentuh polaroid panjang yang dimana ada empat foto gue sama Yunis dengan berbagai jenis gaya.

"Inget dong, kamu maksa aku buat foto kan waktu itu. Gara-gara pengen samaan kayak Mina" jawab Yunis yang membuat gue terkekeh. Bener, gue maksa dia buat ngikutin Mina. Karena melihat foto yang di gantung di kaca spion tengah mobil Mina, gue pun merengek pada Yunis.


"Kalo ini" tunjuk gue pada salah satu foto kita berdia yang hanya memperlihatkan bayangan di tanah, gue sih sebenernya yang foto waktu itu.

"Hmmm" Yunis bergumam seperti mencoba mengingat-ngingat. "Pas ke puncak ?" Tebaknya.

"Bukan ! Mana pernah aku ke puncak sama kamu!" Ucap gue kesel sambil menoleh ke arahnya dan Yunis malah nyengir. "Ini pas ke Ciwidey ih, masa gak inget" lanjut gue.


"Oohh, pas abis kamu ngambek kan ?"

"Bukan ngambek lagi, berantem kita. Hampir putus malah" jawab gue, masih kesel saat mengingat kejadian itu. Bukan kesel sih sebenernya, malu. Kenapa dulu gue sebodoh itu menunggu Yunis minta maaf padahal dia datengnya lama banget ke guenya.

Dan yang bikin malu itu, sebenernya masalah sepele. Yaitu cemburu. Padahal harusnya gue percaya sama Yunis, tapi malah gue rudet sendiri dan berakhirlah berantem.

"Iyaaa, inget kok. Untung gak jadi putusnya" ucap Yunis mengeratkan pelukannya sambil mengecup pipi kanan gue. "Itu berantem terbesar kita gak sih ?" Tanyanya dan gue pun mengangguk.

Kita sibuk menatap setiap foto yang tertempel di dinding, sebagian ada yang memudar warnanya dan bahkan ada yang sudah tak terlihat. Tapi banyak foto yang masih jelas untuk dilihat juga untuk di kenang.

HIM : My Husband || Cho SeungyounTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang