Pagi hari Cella terbangun dengan kepala yang sedikit pusing. Itu bukan hari libur untuknya, tapi Cella sungguh tidak bisa menahan pusingnya. Dia merasa makan teratur, makan makanan bergizi, juga tidak merasa kehujanan. Tidak biasanya wanita itu sakit kepala ketika bangun tidur.
Awalnya hanya sedikit pusing, tapi lama-lama serasa naik komedi putar yang membuyarkan semua isi kamarnya. Akhirnya dia memutuskan untuk meminta izin kepada pemilih restaurant dan juga Rangga.
Cella memilih sore hari untuk beristirahat saja. Wanita itu tidak suka beraktivitas sebelum kesehatannya pulih karena itu akan mengurangi kinerjanya.
Selesai sudah Cella meminta izin kepada pemilik resto. Namun ketika hendak mengirim pesan ke Rangga, pesan itu malah terkirim ke nomor Patra. Awalnya Cella tidak menyadari karena setelah selesai, wanita itu segera meletakkan ponselnya di atas meja.
Suara nada dering memaksa Cella untuk mendekat melihat siapa yang pagi buta menelponnya. Tampak nama Patra terpampang disana. Cella mengerutkan dahi tidak biasanya Patra seperti itu.
Tanpa pikir panjang Cella segera mengangkat panggilan Patra. Dengan suara khas bangun tidur dan sedikit kemas karena menahan sakit, Patra langsung tanggap jika Cella memang sakit.
"Hallo, ada apa Patra? Tidak biasanya kamu menghubungiku sepagi ini," ucap Cella ketika panggilan itu tersambung.
"Cella kamu sakit apa? Bolehkah aku kesana sekarang? Aku tidak mau hal buruk terjadi padamu," tukas Patra langsung mengatakan maksudnya.
Cella mengerutkan dahi.
"Darimana Patra tahu?," gumam Cella.
"Hei, kenapa diam? Aku kesana sekarang tut," panggilan terputus setelah Patra bicara.
Bahkan Cella belum menjawabnya. Sejujurnya memang laki-laki itu yang diharapkan Cella, tapi dia tidak berani mengatakannya. Wanita itu berpikir pasti Rangga yang memberitahu Patra.
Segera membuka aplikasi chat lalu mencari nama Rangga. Melihat pesan terakhir yang dikirimnya adalah kemarin.
"Mampu*! Ceroboh banget sih Cell! Jangan bilang kalau salah kirim ke Patra," umpat Cella.
Cella segera mencari nomor Patra dan membuka chatnya. Benar, ternyata Cella salah kirim ke Patra pantas saja laki-laki itu langsung menghubunginya.
"Dari suaranya sih kelihatan panik, tapi nggak tahulah mana berani ngarep sama yang kaya gitu," ucap Cella pasrah.
Satu jam kemudian Patra tiba di rumah Cella dengan menenteng plastik berisi buah segar, roti tawar dan susu UHT. Patra berpikir jika Cella masih kekanak-kanakan maka bisa jadi sangat menyukai susu.
Sejenak menyadari jika perhatiannya untuk Cella tidak berubah. Justru kini semakin gencar agar mendapatkan gadis itu. Patra tersenyum membayangkan jika nanti Cella akan memeluknya lalu mengucapkan berkali-kali terima kasih.
"Hei sadar Patra! Sebenernya kamu emang baik atau ngarep sih hehehe," kekeh Patra setelah turun dari mobil.
"Permisi," teriak Patra seraya mengetuk pintu.
Laki-laki itu sudah mempersiapkan hati dan jiwanya. Siapa tahu harapannya akan terkabul. Jika saat ini harus bertemu calon mertuanya pun Patra siap.
"Hahaha ngarep banget sih," batin Patra.
Di dalam kamar, Cella baru akan merebahkan badannya ketik mendengar suara pintu diketuk. Dia segera keluar tanpa merapikan rambut dan pakaianya. Pagi itu Cella masih mengenakan piyama tidur bermotif Spongebob dengan celana diatas lutut. Dia tidak terbiasa memakai pakaian panjang ketika tidur.
"Sebentar," teriak Cella.
Ketika pintu di buka, Patra mendapati Cella masih dengan muka bantalnya.
"Sungguh menggoda iman," pikir Patra.
"Eh Patra, silahkan masuk!," ucap Cella.
"Kenapa dia ke sini?," batin Cella.
"Terima kasih," ujar Patra sembari masuk dan duduk di atas sofa sebelum di persilahkan.
Tidak keberatan akan hal itu, Cella justru menawarkan minuman untuk Patra. Laki-laki itu hanya nenggelengkan kepala, tapi Cea tetap membuatkan minuman di dapur.
"Kopi atau teh? Kebanyakan laki-laki suka kopi, tapi kalau Patra suka teh gimana? Ah biarin kalau nggak diminum aku aja yang minum," gumam Cella.
Cella memutuskan membuat teh manis panas untuk Patra. Bagaimanapun saat ini masih pagi, dan minum kopi di pagi hari tidak baik jika belum sarapan. Segera Cella keluar dengan segelas teh dan camilan untuk Patra. Tamu perdananya pagi itu.
"Patra, silahkan diminum," ucap Cella setelah menurunkan teh dan camilan dari atas nampan.
"Cella, apa aku merepotkan mu? Kenapa kamu mengeluarkan ini semua?," ujar Patra basa-basi.
"Hei, pertanyaan macam apa itu? Ini sudah kewajiban ku memberi tamu sebuah minum dan sedikit cemilan, ya meskipun disini sederhana," ucap Cella.
"Tidak apa-apa, ini aku ada sedikit buah untukmu! Semoga kamu lekas sembuh Cella, em apakah kamu sudah periksa ke dokter?," tanya Patra seraya menyodorkan plastik yang dibawanya.
Cella mengangguk dan mengambil plastik dari tangan Patra lalu membawanya menuju dapur. Mencuci buah agar lebih bersih kemudian menaruh dalam piring dan membawa pisau. Buah itu kembali bertemu tuannya.
"Loh? Kenapa di bawa kesini lagi?," tanya Patra ketika melihat Cella membawa pemberiannya.
"Patra, apa kamu lupa jika buah baik untuk kesehatan? Jadi makanlah buah, teh, dan cemilan ini setidaknya bisa sedikit mengganjal perutmu," jawab Cella.
Dua kali menuju dapur dan kamar tamu membuat Cella merasa sedikit pusing. Awalnya wanita itu mengira jika pusingnya sudah reda, ternyata kembali merasakan pening di kepalanya.
Melihat Cella memegangi kepala, Patra segera merapatkan diri ke arah Cella. Patra terlihat panik karena melihat Cella meringis. Namun Cella tetap berusaha tersenyum.
"Apa perlu ke dokter? Jangan bilang kamu hamil," tukas Patra.
"Patra, aku bahkan masih perawan, mana mungkin aku hamil," gerutu Cella.
"Ya sudah, sini ku peluk! Siapa tahu kamu rindu pelukanmu," ucap Patra santai kemudian membawa Cella ke dalam pelukannya.
Bukan membaik, Cella justru merasakan sakit di tempat lain. Selain kepalanya yang pening, wanita itu merasa dadanya berdebar dan jantungnya berdenyut.
"Penyakit apa lagi ini? Jangan bilang kalau aku jantungan," batin Cella.
Patra mengecup puncak kepala Cella sekilas, lalu membawa Cella ke dalam pelukannya lagi. Aroma maskulin Patra mengalahkan aroma kambing dari tubuh Cella. Bagaimanapun wanita itu belum mandi, tapi tentu saja parfum mahal Patra mampu menanganinya.
Tidak masalah jika harus sepanjang hari memeluk Cella karena ternyata memeluk wanita itu nyaman juga. Tidak seperti memeluk guling yang selama ini dirasakannya. Cella sebenarnya bukan mencari kesempatan dalam kesempitan, tapi memang saat itu kepalanya terasa pusing kembali.
Setelah merasa lebih baik, Cella segera melepas pelukan Patra. Wanita itu menatap Patra sekilas. Patra juga menatap Cella dalam seperti menyiratkan kerinduan.
"Patra," lirih Cella.
"Hm," gumam Patra seraya mendekat.
"Aku mau mandi," lirih Cella lagi.
"Tidak usah," ucap Raka.
Laki-laki itu semakin mendekatkan wajahnya. Sementara Cella semakin menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Accident 21+
RomanceTidak semua kekhilafan membawa kita ke dalam penyesalan. Cella dan Patra saling mencintai hingga sering kali keduanya melakukan hal yang harusnya belum boleh terjadi. Bagaimana tidak jika hal yang sebenarnya terlarang membuat mereka selalu ingin men...