•••
Begitu Deelara melewati pintu itu, dentuman keras musik langsung menyapa telinganya. Deelara meringis ketika seseorang menabrak bahunya cukup keras, hingga tubuhnya nyaris oleng kalau tidak segera di tahan oleh tangan di belakangnya. Spontan Deelara menoleh, melihat siapa yang sudah menolongnya. Laki-laki berperawakan tinggi, rambutnya cepak dan badannya berotot. Deelara langsung ingat, laki-laki ini adalah penjaga di pintu masuk tadi. Deelara berlalu setelah mengucapkan terimakasih yang mungkin saja tidak terdengar dengan jelas di telinga laki-laki itu, mengingat kerasnya musik yang sedang di putar.
Deelara berjalan melewati kerumunan orang-orang di lantai dansa, dan Deelara tidak bisa lagi mengontrol ekspresinya. Sejujurnya Deelaea paling tidak tahan dengan keramaian seperti ini, entah setan apa dulu yang merasuknya sampai bisa terdampar di tempat ini. Ada yang benar-benar menari, dalam artian secara normal. Tapi ada juga yang dengan sengaja memanfaatkan keadaan, menyentuh lawannya di tengah-tengah kerumunan orang-orang. Mungkin karena Deelara sepenuhnya sadar, dia jadi jijik akan hal itu.
Padahal beberapa bulan yang lalu, Deelara bahkan melakukan yang lebih dari sekedar ciuman liar.
Buru-buru Deelara menggeleng kepalanya, berusaha mengenyahkan pikiran-pikiran liarnya.
"Sorry! Lo tau dimana Tian?" Tanya Deelara setengah berteriak begitu sampai di meja bar, berdiri di depan bartender yang tengah meracik minuman.
Laki-laki bertato yang biasa di sapa Rey itu menatap Deelara cukup lama, lalu kembali melanjutkan aksinya.
"Lo cewek yang waktu itu kan?" Tanyanya balas berteriak.
Malam semakin larut dan lantai dansa semakin di penuhi oleh manusia-manusia yang gila akan dunia malam.
Deelara mengangguk, "Lo masih inget?" Tanyanya sedikit heran.
Rey tersenyum miring. "Hampir semua yang kerja disini tau siapa lo." Laki-laki itu melirik ke arah tangga menuju ke lantai dua. "Bos di lantai dua."
"Oke, thanks." Ujar Deelara lalu mulai kembali membelah lautan manusia lagi, menghindari beberapa laki-laki yang menatapnya lapar.
Deelara baru bisa bernapas lega ketika sudah menaiki satu persatu anak tangga menuju ke lantai dua. Di atas, Deelara langsung di suguhkan oleh lorong panjang yang minim akan pencahayaan. Seingat Deelara, di lantai dua ini memang hanya ada ruangan-ruangan khusus tamu VIP. Tidak semua orang bebas naik ke lantai dua kecuali dia punya kartu akses VIP. Deelara baru sadar kalau dia juga tidak punya kartu akses itu, tapi berhubung Rey bilang semua karyawan Hell Club mengenalnya, mungkin saja ini juga ada campur tangan Tian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifeline - Septian Pramudya
Любовные романыDengan gerakan pelan, Deelara berusaha menyikirkan tangan berotot itu dari perutnya. Lalu bergerak mengumpulkan pakaian dan dalamannya yang berserakan di lantai sambil menahan perih di bagian intinya. Setelah mengenakan semua pakaiannya, Deelara be...