[50] The Gift

316 25 0
                                    

Hari ini, Brian akan ke studio. Dan Bina ikut menemani Brian ke studio untuk rekaman lagu terakhir mereka.

Di sana pun Bina nggak hanya dia perempuan sendiri, ada Caca dan Julia. Kalau Gilsha nggak bisa ikut karena dia lagi nggak enak badan. Kalau Yesline, Mamanya yang lagi sakit. Jadi nggak bisa ditinggal. Kalau Sania? Jelas sudah balik lagi ke Jepang.

Semenjak acara kumpul-kumpul bareng di rumah Caca, Bina jadi mulai akrab sama yang lain. Bahkan mereka sampai buat grup chat khusus perempuannya. Bina merasa asyik juga bisa dekat sama mereka. Jadi teman dekatnya kini nggak cuma Sonna saja, since Bina ini agak introvert kalau dalam urusan pertemanan.

.

.

.

"Bin."

"Iya, Ca?"

"Beli makan, yuk? Biar habis mereka rekaman bisa langsung makan siang di sini."

"Ohh iya, ayo."

"Bentar ya, minjem kunci motor dulu." Bina pun mengangguk.

Caca mengetuk jendela ruangan yang dimana disana ada Julia yang lagi membuat video dokumentasi, bersama 5 manusia yang lagi nggak tahu pada bicarain apa.

"Kenapa, Ca?" tanya Julia saat membukakan pintu.

"Tolong panggilin Sandri dong, hehe."

"Oke, wait." Julia berteriak memanggil Sandri padahal orangnya nggak jauh dari dia.

"Kenapa, Ca?"

"Ada yang bawa motor nggak, mau minjem dong, hehe."

"Mau kemana?"

"Nyari makan sama Bina. Kalian habis ini pasti mau langsung makan siang, kan?"

"Bawa mobil aku aja. Jangan motor. Ada motornya Devan, tapi sayangnya bukan matic, tapi sport. Kamu kan pendek, emang kakinya napak?"

"Ish, penghinaan terhadap orang pendek itu!" Sandri terkekeh melihat Caca yang sebal karena dianggap pendek meskipun memang benar dia pendek.

"Haha maaf sayang, tapi kan emang bener. Kaki kamu nggak sampe, badan kamu kecil, nggak seimbang. Bahaya, ah!"

"Ih, udah ngatain, ngeremehin lagi! Jangan salah. Pendek-pendek gini, aku bisa ya bawa motor sport! Lagian apa kamu lupa kalau aku nggak bisa nyetir mobil?"

"Oh iya, lupa. Yaudah, yaudah. Jangan kesel gitu, dong. Aku percaya deh, kamu bisa. Maaf ya? Aku pinjemin dulu ke Devan."

"Hm." Fix ini mah, Caca rada bete.

Kemudian Sandri menghampiri Devan untuk meminjam kunci motornya. Awalnya Devan agak ragu, sama kayak Sandri. Tapi kalau memang Caca bisa, yaudah. Kebetulan Devan lapar dan dia malas keluar. Malah niatnya mau pesan online saja.

"Nih. Jangan jauh-jauh cari makannya, hati-hati bawa motornya, jangan ngebut!" ucap Sandri sambil memberikan kunci motornya pada Caca.

"Iya, iya. Yaudah, aku jalan dulu ya."

"Iya."

"Caaa, motor gue warna merah pokoknya jangan sampe lecet!" teriak Devan dari dalam ruangan.

"Iya, iya. Tenang aja, tenang," sahut Caca sambil teriak.

Jujur saja nih, saudara-saudara semua, agak ngeri-ngeri sedep juga Caca bawa motor Devan. Selain berat, Caca bawa nyawa orang lain di belakangnya. Bukan Caca nggak bisa, cuma sudah lama dia nggak bawa motor kopling, sekalinya bawa langsung motor sport segede gaban.

My Unexpected Life✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang