Part 1

72 10 5
                                    

"Yuliiii, yuliiii, yuliii mau pergi ngaji tidak?" teriak teman-temannya tatkala pintu rumah yuli masih tertutup rapat, biasanya pada pukul 16:30 anak-anak di desa bukuh karet kecamatan banyuasin ramai-ramai menyusuri galengan pada petak sawah, tujuan mereka ke rumah ustad Muryan untuk belajar membaca Al-Qur'an, atau hanya sekedar hafalan surat pendek. Telah menjadi rutinitas di daerah tersebut kala sore menjelang banyak anak-anak berkumpul bermain, hingga hampir datangnya waktu magrib mereka masih saja berduyun-duyun menimba ilmu Agama.

Ustad Muryan merupakan satu-satunya tempat belajar tadarus yang paling dekat dari desa tersebut, itu saja jaraknya dapat ditempuh lima belas menit dengan berjalan kaki. Pulang pergi membutuhkan waktu sekitar setengah jam, namun jauhnya perjalanan tidak dirasakan oleh anak-anak di desa tersebut, mereka selalu kompak bersama, entah itu bermain, sekolah, belajar tadarus, sampai menunggu petak sawah pun mereka lakukan bersama. Hal ini sering terjadi manakala musim padi telah menguning, biasanya akan banyak hama pengganggu seperti burung dan tikus yang memakan padi milik mereka. Jarak petak sawah berdekatan satu sama lain, hal ini juga yang memudahkan anak-anak desa beramai-ramai menjaga padi.

Ada lagi satu tempat pengajian yang biasa dibuka, sayangnya jarak dari desa bukuh karet ke tempat tersebut membutuhkan waktu 30 menit dengan berjalan kaki, tempat tersebut adalah kediaman kyai Mafsur. Rumah kyai Mafsur termasuk dalam lingkungan yang dikelilingi oleh pusat perbelanjaan seperti Pasar, Minimarket, dan agen toko kelontong yang cukup besar.

"Yuli kemana yah kok tumben belum nongol, biasanya dia yang paling rajin jemputin kita" seloroh salah satu anak perempuan berbadan kurus bernama Mia kepada teman-temannya.

"Mungkin Yuli ketiduran, kita duluan saja nanti dia bisa nyusul" salah seorang anak lelaki berkulit hitam yang tingginya tidak jauh dari Mia berkata.

"Yasudah ayo teman-teman kita pergi duluan saja" ucap Mia kemudian.

Sekumpulan anak-anak yang terdiri dari enam orang itu beranjak pergi meninggalkan rumah Yuli yang masih tertutup, di lain tempat Yuli susah payah membawa satu tabung gas berukuran 3 kg, ibunya tadi berpesan padanya sebelum pergi jualan untuk membeli gas, na'as Yuli lupa karena kebablasan tidur siang hinggal pukul 4 sore, matanya sangat berat karena sebelum pergi sekolah Yuli membantu ibunya mengikat sayur untuk kemudian dijual dipasar yang berada di daerah tempat tinggal Kyai Mafsur.

"Akhirnya sampai juga, ini sudah jam lima kurang lima menit pasti teman-teman sudah pergi duluan" batin yuli.

Setelah mandi dan mengenakan pakaian serta kerudung, Yuli mengambil tas berisi mukena dan Al-Qur'an yang biasa dia gunakan untuk pergi ngaji.
Jam menunjukkan pukul 17:30 Yuli masih dijalan, sebentar lagi dia akan sampai pada pertigaan yang terdapat pohon besar, lalu berbelok ke arah kanan hingga sampailah Yuli di jalan besar dimana akan terdapat rumah ustad Muryan.
Keadaan di desa Bukuh Karet menjelang magrib memang agak sedikit gelap, mungkin karena terlalu banyak pepohonan, semak belukar dan juga persawahan serta ladang.
Yuli terus melangkahkan kakinya seorang diri, menoleh kiri dan kanan hanya ada padi yang masih hijau, sampai dipertigaan Yuli berbelok ke kanan. Dari kejauhan Yuli masih dapat melihat dengan jelas pohon tua yang masih tampak kokoh dengam rimbunan daun yang menutupi cabang dan juga rantingnya. Sebenarnya ini adalah pohon Jengkol tapi mengapa buahnya tidak ada? Padahal umurnya pun sudah puluhan tahun harusnya sudah berbuah lebat.

Kata kakek Yuli, pohon yang tidak berbuah padahal sudah waktunya untuk buah tandanya di huni atau di tunggu makhluk halus sebagai tempat tinggalnya.

Mengingat cerita kakeknya, Yuli merasakan bulu tengkuknya berdiri ketika melewati pohon tua tersebut. Dia tidak berani menoleh apalagi untuk mendongak ke atas, membayangkan nya saja sudah membuatnya merinding apalagi sampai bertemu makhluk yang menunggu pohon tersebut, apapun bentuk dan rupa si empunya pohon pastilah sangat menyeramkan. Amit-amit batin Yuli.

Yuli terus saja berjalan sambil membacakan ayat Al-Qur'an yang dia hapal.

'Brukk!!!'

Tiba-tiba terdengar suara ranting pohon yang jatuh tepat dihadapan Yuli, sontak membuatnya kaget setengah mati, hampir saja dia teriak kemudian lari terbirit-birit. Tapi Yuli percaya bahwa Allah akan melindunginya kapanpun dan dimanapun dia berada, sebab manusia paling tinggi derajatnya dari jenis setan, jin, iblis dan sebagainya.

Yuli mendekati ranting yang jatuh tersebut lalu mengamati daun hijau yang masih nampak segar, aneh pikir Yuli. Tidak mungkin ranting yang masih kokoh serta daun yang hijau tiba-tiba jatuh karena rapuh.

Yuli tidak ambil pusing dengan kejadian yang baru saja dia alami, siapa tahu memang efek dari batang pohon yang sudah tua sehingga ranting nya pun tidak lagi kuat.
Azan magrib hampir segera berkumandang, Yuli kian mempercepat langkahnya agar segera sampai di rumah ustad Muryan supaya tidak kemagriban di jalan, pamali kata kakeknya.

Sesaat kemudian Yuli telah sampai di rumah ustad Muryan, lalu melaksanakan ibadah sholat Magrib berjama'ah bersama teman-temannya.

****

PENUNGGU POHON TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang