Lembar Kesebelas: Mulai Rasa

112 22 25
                                    

Februari, 2016

Pagi hari di Februari. Cuaca cerah menemani dan awan biru menghiasi. Meski tak diduga tak dinanti bisa saja hujan tiba-tiba menghampiri. Di bulan Februari, masih bersama lembar kisah sederhana milik Renata yang menanti. Hanya kisah yang Nata goreskan bersama pemuda bernama Aji. Si pemuda yang terus mengisi cerita di hati.

Usai senja kala itu, Jinendra masih tetaplah Jinendra. Bukan Jinendra yang menyandang status menjadi kekasih Renata. Tapi Jinendra yang tetap menjadi teman terbaik sekaligus pemilik ruang di hati Renata.

Mungkin itu kiasan sederhana yang aku rasa tepat menggambarkan hubunganku dan Aji. Jika kalian kira selepas liburan itu kami resmi menjadi sepasang kekasih, kalian salah. Hubunganku dan Aji masih sama, masih menjadi teman yang saling melengkapi.

“Nat, ngapain disini?” tanya Resa yang menghampiriku di bangku panjang depan kelas. Terlihat gadis berlesung pipi itu keluar kelas sembari membawa sebotol air mineral di tangannya.

“Ngga papa. Pengen ngadem aja, pusing di dalem rame" jawabku.

Semenjak memasuki semester 2 kelasku lebih sering mendapatkan jam kosong. Seperti saat ini. Tentu kalian tau bagaimana keadaan kelas jika jam kosong terjadi. Makanya aku lebih suka duduk di depan kelas seperti ini. Lumayan lah sambil menikmati wifi daripada mendengar celotehan Haidar.

“Gue temenin ya?" Resa pun duduk disebelahku dan kubalas dengan anggukan. "Nat gimana lo sama Aji? Bohong kalo lo sama dia ngga jadian! Mana ada sih yang asalnya diajak liburan sekelas malah keluyuran sendiri nikmatin sunset" tanya Resa.

Aku terkekeh, "Kenapa sih semua orang pada ngga percaya kalo gue sama Aji masih temenan? Iya emang bener waktu itu kita liat sunset dan main ke tempat wisata bareng. Tapi ya gitu sekedar main doang"

"Aji ngga nembak lo?"

"Nembak apaan sih?! Kan udah gue jelasin kita cuma temen" gemasku.

"Iya sekarang temen, ngga tau kedepannya. Jujur gue ngeliat lo sama Aji tuh kayak ngeliat orang pacaran udah dari lama. Kemana-mana berduaaaa terus. Mustahil salah satu diantara kalian ngga ada rasa? Iya kan Nat? Lo ngga jadian sama Aji tapi bisa aja lo suka sama dia" Resa kembali menggodaku.

Aku hanya diam, perkataan Resa seolah menjadi skakmat bagiku. Sejak kejadian senja hari itu, aku merasakan ada yang beda denganku pada Aji.

Entah ini yang dinamakan aku mulai jatuh hati pada pemuda itu atau bagaimana aku masih tak yakin. Aku berusaha menepisnya walau rasa nyaman jika bersama Aji tak bisa ku bohongi.

"Jangan bahas gue sama Aji lah, lo sendiri gimana sama Ayis? Ada perkembangan ngga?” tanyaku pada Resa. Terlihat pipi gadis itu bersemu. Rasanya aku gemas dengan temanku satu ini. Berbicara sedikit saja tentang Haris pasti pipinya memerah.

Resa terkekeh, “Hehehe lumayan lah, abis acara classmeet kemarin dia minta ID Line gue. Terus dia sok-sokan ngajak gue liburan bareng keluarganya” jelas Resa sambil tersipu malu.

“Hati-hati lo sama Haris Januar, dia tuh sama aja kayak Jeremy yang jago ngardusin cewek”

“Yang penting dia ganteng”

“Jeremy juga ganteng tuh, kata Novita dia mirip Iqbaal cjr"

“Seganteng-gantengnya Jeremy gua lebih suka Jerico yang kalo senyum matanya ilang daripada Jeremy yang ketawa suka nyablak”

“Apa kabar Ayis yang ngedrama banget?"

“Kalo Haris beda cerita, hehehehe" jawab Resa terkekeh dan aku hanya merotasikan mataku. "Eh gue inget, ke lapangan basket yuk temenin gue” ajak Resa tiba-tiba.

Lembar Kenang Bersama JinendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang