Twenty Nine

24.8K 2.9K 400
                                    

Kalau ada typo atau nama yg salah bilang ya

Happy Reading

"nana"

"gak tau, males!"

Jeno menghela napas sambil mengusap dadanya dengan sabar. berkali-kali ia ajak
Jaemin bicara, berkali-kali pula seruan ketus ia
dapatkan.

semua karena hal yang sepele sebenarnya. pagi ini Jeno mengajak Jaemin pulang ke rumah orang tuanya. Jaemin senang, sangat
senang sekali. maka dengan semangat anak itu mengepak beberapa setelan bajunya ke dalam tas, bahkan mengepakkan baju Jeno pula ke
dalam tasnya.

mereka berangkat sekitar pukul 10 pagi, dan
sampai sekitar pukul setengah 12 siang.

namun, setelah sampai, keduanya mendapati
kediaman mewah Jeno terlihat sepi.

"loh, mama sama papa ke luar kota, sayang"

itu jawaban mama saat Jeno menghubunginya.

yang membuat Jaemin jengkel, Jeno baru menghubungi orang tuanya jika mereka akan pulang saat mereka telah sampai di rumah.

alhasil, mereka harus menunggu hampir satu jam penuh, duduk di depan pintu rumah layaknya gelandangan sambil menunggu security komplek perumahan mereka yang kebetulan tak ada shift siang ini mengantarkan kunci titipan papa Jeno ke rumahnya.

Jaemin lelah, belum sarapan, bagaimana tidak kesal?

"makan, yuk, dek," ajak Jeno, dengan sedikit nada membujuk.

"gak mood."

lagi, hanya ucapan ketus yang Jeno terima.

"jangan gitu, ah. belum sarapan, kan? nanti sakit kalo telat makan."

Jaemin melirik Jeno sebentar, kemudian kembali membuang pandangan pada televisi yang menampilkan serial animasi we bare bears.

"gak peduli."

Jeno kembali menghela napas, kemudian memilih beranjak dari sola ruang tv rumah
besarnya itu, melangkahkan tungkainya menuju
dapur.

ia membuka lemari pendingin untuk melihat apa
yang ada di dalamnya.

dengusan ia lontarkan ketika hanya mendapati
banyaknya makanan instan.

kedua orang tuanya memang sering tak ada di
rumah, hingga mama jarang sekali mengisi lemari pendingin dengan bahan masakan yang layak.

Jeno diam menatap isi lemari pendingin sambil menggaruk kepalanya kebingungan.

Jeno diam menatap isi lemari pendingin
sambil menggaruk kepalanya kebingungan.

"delivery aja apa, ya?"

grep

lelaki itu sedikit tersentak ketika mendapati
sepasang tangan melingkar di perutnya, disusul sebuah kepala yang bersandar pada punggung lebarnya.

"kak.. laper"

suara Jaemin yang mencicit itu terendam punggung Jeno, meski begitu ia dapat mendengarnya.

Adiós || Nomin ☑️(Unpublish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang