3. Pedang Suci

124 35 36
                                    

"Kak Ryl, bagaimana pencarian pedang sucinya?"

"Apakah Kakak berhasil?"

Aku baru saja kembali dari reruntuhan utara setelah sepuluh hari melawan berbagai rintangan di sana dan seharian beristirahat di kota wilayah utara. Jangan tanyakan bagaimana keadaanku, karena aku lelah dan kacau luar biasa. Perjuangan mendapatkan pedang suci sama sekali tidak gampang. Terutama karena waktu di dalam reruntuhan berjalan lebih lambat daripada waktu sebenarnya. Aku mengira berada di dalam selama tiga hari, tapi ternyata sepuluh hari telah terlewati begitu saja.

Aku mengeluarkan sebuah pedang dari sarung yang terletak di pinggangku. Ini adalah pedang suci itu. Dan aku menunjukkannya sebagai jawaban atas pertanyaan adik-adikku. Aku tersenyum bangga lalu menjawab dengan semangat, "Tentu saja Kakak berhasil!"

"Wah, Kakak hebat sekali!"

Aku terkekeh dengan antusiasme kedua adikku. Jadi aku simpan lagi pedang ini sebelum tanpa sengaja melukai mereka yang sedang melompat-lompat senang. Lelahku langsung hilang karena mereka yang memberikan selamat layaknya aku telah menyelamatkan dunia.

Aku jadi terkenang akan perjuanganku selama di reruntuhan. Selama aku berada di sana, segalanya terasa sulit. Terutama karena aku sempat merasakan penolakan dari pedang suci ini beberapa kali. Penolakan itu disebabkan karena aku belum menerima takdirku. Aku masih tidak bisa mempercayai bahwa aku adalah pemiliknya.

Sehingga di tubuhku ada banyak luka karena pedang suci ini terud saja menolakku dan memberikan kekuatan yang besar untuk mendorongku menjauh. Akhirnya aku menyadari bahwa untuk diakui menjadi pemiliknya, aku memang harus menerima takdirku dan percaya bahwa aku memang pemiliknya. Di percobaanku yang ke sekian, akhirnya aku berhasil. Seluruh lukaku langsung terobati begitu aku memegang pedang suci ini. Bahkan, luka-luka Leedo juga langsung bisa aku sembuhkan.

Rasanya segalanya seperti mimpi. Sejujurnya aku tidak percaya bahwa aku adalah anak dalam ramalan, bahwa aku adalah penerus dari pedang suci ini. Saat aku diterima oleh pedang suci ini, aku diberikan ingatan tentang pemilik-pemilikku sebelumnya. Mereka menggunakan kekuatan ini untuk hal baik. Aku tidak tahu apakah sejarah itu akan tetap berlangsung padaku, mengingat siapa yang memilikiku sekarang.

"Lady, Marquess memintamu untuk datang di ruang kerja Marquess."

Saat aku tengah menceritakan pengalamanku selama sepuluh hari ini kepada adik kembarku, kepala pelayan menghampiri kami yang duduk di taman dan memberitahu bahwa Marquess memintaku untuk menemuinya. Jelas ini adalah tentang pedang suci. Marquess pasti ingin mengetahui tentang apakah aku berhasil mendapatkan pedang suci atau tidak dan sebatas apa kekuatan pedang ini.

"Baik, terima kasih, Nyonya."

Aku berpamitan dengan kedua adikku lalu berdiri. Setelahnya aku melangkah untuk masuk ke dalam mansion ini. Ruang kerja Marquess mengingatkanku akan kenangan masa kecilku. Setelah aku dijemput dari rumah bibiku, aku langsung diberitahu apa yang ia harapkan dariku. Dan ia menegaskan bahwa aku tidak boleh terlalu dekat dengan anak-anaknya karena khawatir aku yang rakyat biasa ini memberikan pengaruh buruk. Sehingga awalnya aku menjaga jarak dari mereka. Tapi untungnya anak kembar ini mendekatiku duluan dan mengungkapkan bahwa mereka tidak keberatan akan statusku. Yang jelas, mereka senang memiliki kakak perempuan.

Setiap aku dipanggil ke ruang kerja Marquess, pasti selalu berhubungan dengan tujuan jangka panjangnya. Bahwa ia ingin melakukan kudeta dan ingin menjadi pemimpin kerajaan ini. Untuk melaksanakannya, ia berharap banyak padaku, anak dalam ramalan. Sekarang, setelah beberapa tahun, aku telah membuktikan bahwa aku memang anak dalam ramalan. Entah apalagi yang akan ia lakukan ke depannya, masa depan tidak terasa pasti untukku.

Akhirnya aku tiba di depan pintu ruang kerja Marquess. Aku mengetuk pintu, mengatakan bahwa yang datang adalah aku. Selanjutnya aku dipersilakan untuk masuk. Pemandangan pertama yang aku lihat adalah Marquess sedang memegang belati. Di saat aku melangkah mendekat, ia menggores tangannya dengan belati itu. Darah segar langsung keluar dan dengan segera menetes di lantai.

AMARYLLIS (ONEUS & ONEWE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang