Keesokan harinya. Naki akan menagih janji Naka. Ditunggunya suaminya itu pulang. Setelah beberapa saat kemudian ia mendengar suara motor suaminya. Naki beranjak keluar. Seperti kebiasaan yang lalu-lalu. Menyambut Naka pulang dan membawakan tasnya.
Ia melihat Naka membawa bungkusan lagi. Naki tersenyum sumringah.
"Beli berapa martabak telurnya?"
Naka mengerutkan keningnya, "Martabak?"
"Itu martabak kan?" kode Naki dengan matanya.
Naka menatap kantong yang di bawahnya dan ber-o panjang, "Bukan, ini bubur ayam."
Naki sontak bingung.
"Ibu minta beliin sebelum aku pergi kerja tadi. Katanya sebelum pulang, beliin bubur ayam yang di dekat kantor ku. Disitu memang enak dan selalu ramai ." jelas Naka seraya melepas sepatunya.
"Martabak telurnya nggak beli?"
"Buat apa aku beli. Kamu aneh."
Naka membuka pintu kamar mereka. Naki mengiringi dari belakang dengan wajah merengut kesal.
"Kamu nggak ingat ya?"
Naka memandang Naki, "ingat apa?"
"Kemarin kan aku minta beliin martabak telur. Kata kamu besok. Sekarang kamu malah beliin ibu."
Naka mengerjab-ngerjab dan teringat, "Ya ampun. Sayang aku lupa. Sumpah aku lupa. Besok ya."
"Lupa apa sengaja?"
"Sumpah lupa beneran."
Naki menghela napasnya. Meletakkan tas Naka di tempatnya. Ia berjalan ke arah pintu.
"Sayang, kamu marah?"
"hm..."
"Naki?"
"apa?" Naki berbalik dengan wajah tertekuk.
"Air panasku---"
"Sudah! Tinggal mandi aja di kamar mandi!"
"Naki."
"Apa lagi?!"
"Kamu beneran marah?"
"Aku mau menyapu halaman!"
"Jangan lupa tutup pintunya ya."
Tanpa menjawab, Naki menutup pintu dengan keras. Ia dengan langkah panjang-panjang saat melewati ruang makan, ia melihat Mertuanya dan dua adik iparnya sedang makan bubur.
"Naki."
Naki menarik napas panjang. menyetok sabar. Ia menghadap ibunya.
"iya bu?"
"Coba panggilin Naka, suruh dia ke ruang makan. Dia pasti lapar. Ini buburnya ada yang lebih."
"Maaf bu, aku mau beres-beres." Jawab Naki yang sempat membuat mertuanya tak percaya. Naki langsung mengambil langkah pergi.
Sepertinya dia tak pernah menjadi bagian keluarga ini. Walau sekeras apapun usahanya dan sebesar lelah apapun dia, jerih payahnya tidak pernah di hargai.
***
Hari berganti begitu cepat. Naki kembali menagih janjinya pada Naka. Suaminya itu tampak lelah.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Dia melihat kedua tangan suaminya yang tak menggenggam apapun. Naka langsung pergi ke kamar.
"Air panasku sudah di siapin?"
"sudah."
"Kamu nggak lupa sesuatu?"
"Lupa apa?"
"Martabak ku, tidak kamu beli?"
Naka mengerang sambil menengadah, "Aku lupa. Besok aja."
"Oh."
Naki meletakkan tas Naka. Naka membuka kemeja kerjanya dan mengambil handuk.
Saat Naka akan sampai di kamar mandi.Naki memanggil.
"Naka."
"Ya?"
"Tidak perlu membelikanku martabak telur. Aku tidak berselera lagi."
"Jadi kamu mau apa?"
Naki berkata pelan, "Aku mau apapun pasti kamu juga lupa ujung-ujungnya." ia berlalu pergi keluar kamar.
Di tempatnya Naka terdiam.
***
Bersambung
.
.
.
.
.
Di joylada heheheMau ngasih tau aku buat novel tema pernikahan di sana. Kayaknya berdarah-darah juga wkwkwk
Ini link nya
Kuy kepoin siapa tau nagih wkwkwk
http://www.id.joylada.com/story/5f69dab3de48810001390b34
Judulnya : Racun Setelah Pernikahan
User : Purnama14Sengaja usernamenya beda wkwkwk karena di sana aku mau ngayal habis-habisan hahaha...
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga tahun [End]
General FictionWaktu memang adalah hal menakutkan di dunia ini. Tak memandang pangkat, derajat, kekayaan, dan status. Ia akan terus berjalan. Tanpa diminta atau bisa dihentikan. Dan manusia pun bisa berubah karenanya. Sebelum tiga tahun dan setelah tiga tahun. Buk...