Hujan turun sejak pagi tadi, tak menunjukkan tanda-tanda akan segera berhenti bahkan ketika jarum jam menunjukkan waktu pukul 05.30 sore. Diluar sana Serena bisa melihat—dari setiap daun jendela kamarnya—suasana awan gelap yang menghiasi langit, bersama air hujan yang membasahi seluruh tanaman bumi.
Sejak pagi tadi ia mengurung diri di kamarnya, tak pernah sedikitpun ia beranjak dari sana sejak ia membuka matanya, bahkan sarapan serta makan siang ia lakukan di dalam kamar, tentu saja dia tidak sendiri dikamar itu, ada Hana yang bertugas menjadi pendamping setianya.
Menit demi menit berlalu, ekspresi gelisah itu tergambar jelas di wajahnya. Serena mulai berjalan mondar-mandir didalam kamarnya, ia sesekali menggigit bibirnya, meremas tangannya, dan mengusap lehernya, mencoba menghilangkan rasa gelisah itu, meski tidak memberi efek apapun.
"Nona?" Panggil Hana yang sejak tadi menatap nona yang selama ini dilayaninya.
Serena seolah tidak mendengar.
"Nona?" Panggil Hana lagi.
"Nona Serena!?"
"Huh?"
"Ada apa Nona? Sejak tadi anda terlihat gelisah."
"Aku— apa Kak Maxel belum datang?" Tanyanya balik tanpa menjawab pertanyaan Hana.
"Anda sudah menanyakan itu sebanyak 5 kali, dan jawaban saya tetap sama Nona. Tuan Maxel belum tiba."
"Hahhh..." Serena mendesah, ia membanting tubuhnya di atas kasur, menatap langit-langit tinggi kamarnya.
"Kalau boleh tahu, ada apa Nona? Ada sesuatu yang mengganggu Anda?"
"Mmm..." Serena mengangguk. "Sangat!"
"Apa itu? Mungkin saya bisa membantu Anda," Hana berusaha membuat dirinya berguna, selama ini Serena terlihat ceria seolah hidup tanpa beban sedikitpun. Dan baru kali ini ia melihat ekspresi gelisah sekaligus gusar itu di wajahnya, Hana ingin membantunya, bukan hanya di saat-saat bahagia wanita itu, tapi disetiap kesulitan serta kedukaannya. Ia sudah berjanji mengabdi seumur hidup pada Serena.
"Ini adalah hari ke 15, Hana," ucapnya. Hana mengernyit tak mengerti. "Di tahun ini, hari ini telah tiba..."
Serena memalingkan kepalanya, memandang betapa derasnya hujan turun di luar sana.
"Dan tahun ini mungkin berbeda dari 2 tahun sebelumnya."
*****
Sementara itu, ditempat lain...
Dari balik kaca besar, Alcan bisa melihat betapa derasnya air hujan turun di luar sana. Ini bukan pertama kalinya hujan turun begitu deras dan dalam waktu yang lama, namun ini adalah yang pertama kalinya Alcan merasa begitu resah dengan turunnya hujan ini.
Entah mengapa ia merasa sesuatu akan terjadi.
"Alpha Alcander?"
Alcan terhenyak, ia terlalu asyik memandang hujan hingga melupakan bahwa saat ini ia tengah menghadiri acara perkenalan anak pertama sekaligus calon Alpha dari Ecplise Pack, sebuah Pack yang dipimpin oleh Alpha Javas.
"Anda sepertinya tertarik dengan hujan," ujar pria tersebut. Dia adalah teman sekolah Daynen, sekaligus seorang mantan Gamma, seorang pria paruh baya yang masih terlihat bugar seperti Daynen. Dan kini berdiri berhadapan dengan Alcan sambil menyesap segelas wine di tangannya.
"Tidak juga, saya hanya merasa hujan hari ini turun terlalu lama."
"Ya. Dan sepertinya tidak menunjukkan tanda akan segera berhenti. Ngomong-ngomong, sepertinya bukan hanya Redmins Pack yang mengenal keluarga Kerajaan Blue Argentum," ujar pria itu seraya memandang Alpha Javas yang baru saja menyambut seorang pria lain yang sangat dikenal Alcan. Maxel Alexander.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story Of The OffSpring
Kurt AdamAku terjebak, tak ada jalan lain untuk mundur dan aku tak akan pernah bebas dari ikatan takdir yang telah tertulis dalam catatan hidupku. Aku penggemar kisah fantasi, tapi tak pernah menyangka bahwa kisah itu akan terasa nyata saat ini. Saat ia berg...