pertaruhan dua pria

73 21 16
                                    

Lagu untuk chapter ini : Wake Up Call - Maroon 5, How Long - Charlie Puth

*Kuperingatkan padamu. Berhenti mempengaruhi Sandra untuk menjauhiku atau kau akan menyesalinya*

Aku tertawa konyol melihat sebuah pesan dari nomor nggak dikenal yang tiba-tiba mengirimkan peringatan padaku. Aku tahu siapa pengirimnya, namun enggan membalasnya. Segera kuhapus pesan itu begitu aku membukanya.

Seketika aku teringat kejadian saat Sandra batal menemuiku seusai kuliah. Jason pasti memeriksa ponsel gadis itu dan menemukan pesan yang kukirim.

Menjauhkan Sandra darinya? Salahkah jika aku melakukannya? Dia pantas mendapatkannya karena perlakuannya yang buruk pada gadis itu. Aku hanya berniat menolong Sandra, that's it. Aku sama sekali nggak berniat menarik perhatian gadis itu, apalagi membuatnya luluh.

Hari ini Sandra memutuskan untuk mulai mengemasi barang-barangnya. Dia hanya mengirimiku pesan singkat bahwa sahabatnya Dewa membantunya untuk membawa semua barang-barangnya. Good to hear... I hope she will be happy in her new apartment. Setelahnya, aku dan Sandra nggak punya alasan lagi untuk berhubungan. Aku sudah melakukan apa yang harus kulakukan untuknya.

***

Seusai bimbingan skripsi, aku menuju kafetaria kampus untuk minum kopi. Aku memesan secangkir espresso dan sebungkus roti isi coklat yang entah kenapa, meningatkanku pada kejadian beberapa hari lalu di depan minimarket ketika Sandra memberikan potongan coklat untukku. Tanpa sadar, aku tersenyum sendiri membayangkan ekspresi wajahnya yang polos itu.

Aku nggak melihat wajahnya selama beberapa hari terakhir dan ingatan soal dia membuatku bertanya dalam hati, bagaimana keadaannya sekarang? Apa mantan kekasihnya yang psikopat itu masih mengganggunya? Pria itu bahkan mengancamku.

Memangnya apa yang bisa dilakukan Jason padaku? Dia hanya pria psikopat yang bersembunyi dibalik setelan kemeja mahal dan aroma parfum pria kantoran.

Setelah menghabiskan espressoku, aku kembali ke rumah untuk berlatih beberapa lagu yang akan kumainkan di kafe Ride or Die. Manajer kafe itu, Samuel, nggak bisa berhenti menelepon dan mengirimiku pesan agar aku bersedia tampil kembali bersama Reagan dan Kristi. Dan hari ini, kuputuskan untuk mengabulkan permintaannya. Ya, memang band yang kudirikan sejak masih mahasiswa baru ini mempunyai cukup banyak penggemar. Kami memang hanya musisi jalanan dan penyanyi yang berpindah-pindah tapi reputasi kami cukup baik.

Setiap malam minggu aku, Reagan, dan Kristi akan bernyayi di dekat stasiun kota atau di taman terbesar di kota ini dan orang-orang akan melemparkan uang mereka ke dalam kotak rejeki kami. Kehidupan jalanan memang liar, tapi harus kuakui aku menikmatinya.

Sayangnya, sudah hampir dua bulan kami nggak tampil bersama. Sejak kejadian itu.....

Aku tersenyum kecut membayangkan bagaimana ekspresi Samuel, pria beranak satu itu ketika melihatku datang sendirian ke Ride or Die tanpa Reagan dan Kristi, juga tanpa konfirmasi. Aku terlalu malas membalas semua pesannya.

Nggak masalah bila dia nggak membayarku malam ini. Aku hanya butuh tempat untuk menyalurkan emosiku. Bernyanyi, musik, dan alkohol adalah pelampiasan terbaikku.

Ibuku hanya menatap kepergianku ketika aku meninggalkan rumah tanpa berkata apapun.

Sudah hampir satu minggu aku dan ibu nggak bicara sama sekali. Aku mendiamkannya, betapapun dia mencoba bicara denganku. Aku selalu pergi keluar rumah tiap kali calon suaminya itu datang berkunjung untuk menghindari pembicaraan soal pernikahan mereka yang sudah semakin dekat.

Dua sejoli itu hanya membuatku semakin muak dan nggak betah berada di rumah. Setiap malam ibuku akan minum wine sendirian jika Hadi nggak datang berkunjung. Dia benci didiamkan. Aku tahu, tapi aku mencoba nggak peduli. Jika dia memang peduli padaku, dia akan membatalkan pernikahannya. Nyatanya tidak. Jelas aku bukan lagi prioritasnya.

Love, Hate, Future, and PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang