Empat

33 3 0
                                    

Yohan tidak langsung menjawab. Sepertinya dia berharap kalo dia cuma salah dengar.

"Yohan!" Kikan sedikit berteriak karena Yohan tak kunjung menjawab.

Yohan mendongak lagi. "Lo dimarahin sama Mama gue?"

Kikan menghela nafas. "Gak kok. Kita ngobrol. Santai banget ngobrolnya malah," Kikan tiba-tiba mengusap matanya.

Melihat itu Yohan terkejut lalu segera berdiri dari duduknya dan berpindah duduk ke sebelah Kikan di sofa. "Lo beneran dimarahin kan sama Mama gue?"

"Gue bilang enggak," suara Kikan kecil banget.

"Terus kenapa nangis?"

Kikan menghela nafas sebelum akhirnya dia mulai menceritakan apa saja yang Mama Yohan katakan kepadanya. Sesekali Kikan mengusap air matanya yang entah mengapa turun terus walaupun hanya sedikit. Di akhir cerita Yohan hanya bisa meletakkan kembali album foto yang tadi Kikan letakkan di atas meja karena tadi sepanjang Kikan bercerita Yohan memang mendengarnya sambil melihat-lihat isi album foto itu.

"Yohan, gimana? Gue gak enak sama Mama lo."

Yohan menghela nafas, lalu duduk menghadap Kikan yang ada di kanannya. Dia melipat kedua kakinya sehingga sekarang dia duduk bersila di atas sofa. "Kalo kita batalin sekarang, bukannya malah jadi tambah ribet? Tambah gak enak loh. Bukan cuma lo yang gak enak ke Mama gue, tapi gue juga jadinya gak enak ke Mama lo."

"Gue gak bicara soal timing sih Han. Gue gak bicara tentang enaknya dibatalin kapan. Gue bicara soal keadaan gue. Gue segini banyaknya dikasih kepercayaan sama Mama lo, Mama gue apalagi. Dan di saat perut gue mulai gede, Mama kita mikirnya pasti anak lo. Terus kalo nanti mereka tau ini bukan anak lo, mereka pasti kecewa banget kan Han."

"Mereka gak akan tau, kalo gak ada yang ngasih tau," kata Yohan, suaranya terdengar dingin.

"Selain kita berdua masih ada Donghan yang tau hal ini. Kalo dia yang bocorin gimana?"

"Apa tujuan dia harus ngebocorin ini segala? Dia aja gak mau bertanggung jawab. Itu berarti dia gak peduli donk sama lo."

"Han, lo inget kan awalnya lo nawarin ini karena mau bantuin gue. Ya memang benar gue duluan yang minta tolong tapi sampai kapan, sampai kapan lo mau bantuin gue? Apa nanti setelah anak gue lahir, kita cerai aja?"

"Ngomong apa sih lo? Nikah aja belom udah mikirin cerai-cerai segala," Yohan tampak kesal. Dia lalu berdiri dan berjalan menuju pintu.

"Yohan mau kemana?"

"Bukan urusan lo."

***

"Loh itu masih ada Kikan nya. Kamu bilang udah pulang," kata Mama Yohan sambil memukul pelan lengan anaknya. "Kikan ayo sini. Makan malam dulu. Tadi Mama udah nyuruh Yohan manggilin kamu tapi katanya kamu udah pulang. Ya gak mungkin donk kamu pulang gak pamit dulu."

Kikan tersenyum lalu mengambil tempat duduk di sebelah Yohan. "Aku tadi ketiduran di kamarnya Yohan, Ma."

Yohan menoleh pada Kikan yang duduk di sebelah kanannya. "Mama?" tanyanya bingung.

"Emang lo doank yang boleh manggil Mama ke nyokap gue?" balas Kikan tanpa menoleh.

"Tadi minta batalin, eh sekarang udah manggil Mama aja."

Kikan menendang kaki Yohan. "Diem gak lo."

"KDRT mulu."

***

Yohan menarik rem tangan. "Udah sampai," katanya tanpa menoleh.

"Besok jemput gue lagi. Bisa kan?"

To Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang