“Setiap manusia memiliki tempat untuk pulang. Di mana jarak tidak ada, kata akan terasa hangat, ada dan akan selalu ada”
“A-kan ada hangat rumah d-an segelas kopi yang masih b-eruap” Ucap Alodia menggigil.
Alodia harus menghentikan perjalanannya Pukul 16.12, hujan turun dengan sangat lebatnya, tidak membiarkan siapapun dapat bertahan walau dengan helm full face dan raincoat tebal.
Alodia memarkirkan motornya di sebuah warung kecil dan dengan sangat terburu-buru berteduh dengan carrier yang berada di punggungnya. Meski mengenakan raincoat Ia tetap basah kuyup.
Ia terdiam sejenak, memperhatikan dengan seksama warung yang Ia singgahi sebelum benar-benar masuk. Tepat sekitar 7 tahun yang lalu Ia pernah ke sini, dan kini semua sudah banyak berubah, lebih nyaman dan hangat karna tampilan cat dinding orange. Ketimbang dulu hanyalah sebuah warung yang terbuat dari papan kayu dengan desain sederhana.
Alodia masuk dan meletakkan carriernya tepat di samping tempat yang Ia pilih, warung yang seperti balkon lebar menghadap ke jurang dengan pemandangan yang asri. Warung seperti ini banyak disepanjang jalan, tempat orang-orang biasa beristirahat ketika melakukan perjalanan Makassar-Toraja.
Pegunungan dan jalan yang berkelok-kelok menyuguhkan pemandangan luar biasa. Di sekeliling Alodia kini tengah tertutup kabut tipis dan orang-orang bisa melihat hilir cahaya kendaraan yang lalu lalang bak kunang-kunang dalam selimutan kabut putih yang tipis ketika hari mulai gelap.
Sekitar 29 Km dari lokasi Alodia saat ini, terdapat sebuah kota kecil yang merupakan tujuannya saat ini. Kota yang selalu menghadirkan perasaan magis untuk terus kembali ke sana.
Alodia membongkar carriernya, mengambil beberapa barang dan menuju ke kamar kecil. Sehabis itu Ia kembali dengan pakaian yang tidak lagi basah dan bergegas memesan kopi hitam tanpa gula pada Ibu pemilik warung.
Sambil menunggu, Alodia mulai mengenang-ngenang kenangan lamanya yang kian meyeruak, saat di mana Ia kini semakin dekat dengan tujuannya pulang.
“Entahlah, aku masih ragu untuk pulang” gumam Alodia dalam hati.
Tiba-tiba lamunan Alodia buyar oleh suara pria muda yang berdiri di sampingnya.
“Misi mbak, ini pesanannya” kata pria muda yang meletakkan kopi tepat di hadapan Alodia.
“Terimakasih” balas Alodia ramah.
****
“Ahk, Hujannya tambah deras!!” kata Zidan sedikit kesal dan memilih berhenti di sebuah warung kecil pinggir jalan.
Sambil memarkirkan motornya, Zidan menemukan veples tergeletak di samping motor Trail hitam Kawazaki KX250, Pure-trail. Tanpa berpikir panjang Ia mengambil veples tersebut dan bergegas masuk ke warung.
Setelah menggantung raincoatnya, Zidan menyapu pandangan kesegala arah untuk mencari si pemilik veples. Yang pertama Ia lihat adalah Ibu si pemilik warung yang tengah tersenyum ramah padanya dan yang kedua Ia melihat punggung seorang wanita dengan rambut panjang yang tergerai sedikit basah.
Zidan mengamati dengan saksama, di samping wanita itu terdapat carrier besar sudah pasti dan tidak salah wanita tersebut adalah si pemilik veples. Zidan langsung melebarkan langkahnya dan mendekati Ibu si pemilik warung untuk memesan Kopi susu dan sepiring ubi goreng. Setelahnya, Zidan bergegas lagi menuju kursi yang bersebelahan dengan wanita tersebut.
Dari jauh zidan dapat melihat separuh wajah wanita tersebut yang sedang meniup cangkir kopinya, membuat uap mengepul di sekitaran wajahnya.
“Permisi, saya boleh duduk di sini?” kata Zidan sopan meminta izin kepada wanita tersebut.
“Tentu” Jawab wanita itu menoleh dengan tatapan datar.
Zidan dengan perasaan kikuk duduk di samping wanita tersebut, dan tanpa basa-basi Zidan langsung menanyakan perihal veples yang Ia temukan tadi.
“Maaf, ini punya Mbak?” Tanya Zidan sambil memperlihatkan veples tersebut.
“Wah iya ini punya saya” jawab wanita tersebut sedikit terkaget dan menerima veplesnya dari tangan Zidan.
“Veplesnya jatuh samping motor trail di luar. Motor Mbak yah?” terang Zidan.
“Iya itu motor saya. Wah makasih. Kenalin saya Alodia, Abang namanya siapa?” tanya wanita tersebut dengan senyum yang ramah sambil mengulurkan tangannya.
“Ehk, saya Zidan” sambil menjabat uluran tangan Alodia dengan gesture salah tingkah karna sifat wanita di hadapannya yang seketika berubah menjadi ramah.
Zidan tentu terkejud, Ia berpikir wanita yang kini duduk di sampingnya tidak akan peduli karna ekspresi datarnya, tapi pikirannya salah. Wanita ini malah menanyakan namanya lebih dulu.
Pikiran Zidan berakhir saat pesanannya tiba.
“Mbak makan! Saya pesan gorengan nih” ajak Zidan ke Alodia.
“Iya Bang, Terimakasih. Panggil Al aja, hehe kesannya udah tua kalau manggilnya Mbak” jawab Alodia menjelaskan dan mulai mencicipi ubi goreng dengan cocolan sambal.
Zidan sesekali memeperhatikan Alodia yang tidak menunjukkan sifat malu-malu dan jaim seperti kebanyakan wanita pada umumnya ketika di ajak berbicara oleh orang baru. Selain itu Ia memiliki paras yang cantik tapi melihat carrier dan dengan pakaian yang Alodia kenakan seperti ada paradoks di antara kedua hal tersebut. Zidan tertawa dengan pikirannya sendiri. Alodia benar-benar wanita yang unik.
.
.
.
.
Terimakasih sudah mampir jangan lupa vote dengan memberi bintang di bawah🌟 biar ceritanya jalan terus
Lop u all💕Kemarin ceritanya ditarik karna lagi Revisi. Moga-moga bisa rajin up.🤡