Beberapa menit menuju pukul 09 malam.
Song Mino masih mematung didepan pintu flat kamarnya. Dengan asap rokok yang menyala, mematung menatap langit malam yang semakin gelap. Kalau biasanya ia akan semangat saat ada jadwal bertemu dengan Bu Irene entah kenapa kali ini Mino merasa gamang.
Ini memang semuanya gara-gara pesan Lalisa yang tadi siang ia terima. Padahal demi Tuhan perempuan itu hanya mengirimkan pesan itu satu kali namun masih sanggup membuat perasaan Mino galau tidak karuan.
Mino memang tidak membalas pesan itu, tidak sebaris kalimat pun ia kirimkan, dan perempuan Manoban itu juga tidak mengirim pesan lagi. Jadi disinilah Mino sekarang, gamang sendirian jadinya. Salahnya sendiri sih harusnya tadi ia membalas saja pesan yang masuk itu memastikan kalau itu memang nomor milik Lalisa.
Duh.. Perempuan memang dimana-mana hobinya membuat susah laki-laki.
Getaran yang kemudian masuk melalui ponsel Mino membuyarkan semua lamunan pria Song muda itu. Mino yang kemudian menyimpan puntung rokoknya meraih ponselnya dan membaca pesan yang masuk. Alisnya terangkat dan kemudian ia menyeringai.
Sepertinya jodohnya dengan Lalisa harus menunggu. Karena sekarang waktunya Bu Irene. Mino kemudian menarik ponselnya dan bergegas bangun, mematikan rokoknya yang tersisa setengah sebelum akhirnya beranjak.
🍂 Shelter 🍂
"Kamu terlambat Mino, saya sudah menunggu disini lima menit yang lalu"
Song Mino hanya terdiam mendengar sindiran pedas itu dialamatkan padanya. Pria muda itu hanya terdiam lalu masuk kedalam mobil milik Irene tanpa membantah lagi. Duduk dengan manis lalu menarik safety belt nya tanpa bicara.
"Kamu kenapa Mino? Sedang ada masalah?" Tanya Irene dengan satu kali lirikan yang ia lemparkan disela tangannya yang sibuk mengemudi.
"Saya boleh curhat ga bu?" Tanya Mino akhirnya. Jujur saja Mino tidak ada niatan untuk mencurahkan perasaan tapi ia tidak tahu lagi harus berbagi dengan siapa dan ia rasa sebagai perempuan matang Bu Irene pasti lebih paham dunia perempuan dibanding yang lain.
"Curhat? Boleh saja ... Tapi itu tidak gratis"
"Nanti saya bayar bu" Sela Mino dengan decihan di ujung suara. Irene yang mendengarnya tergelak, tawa nya nyaring ditelinga Mino yang entah kenapa terdengar begitu indah didengar.
Menggemaskan -batin Mino.
"Sudah merasa kaya kamu ya, bisa membayar saya?" Sindir Irene lagi. Terlihat sekali ekspresi kepuasan yang nyata dari wajah ibu dosen muda itu dan Mino merasa kesal sendiri melihatnya.
"Saya mungkin ga sekaya ibu, tapi kalo membayar tarif curhat saya sepertinya masih sanggup bu" Balas Mino keki.
Irene yang mendengarnya menyeringai. "Saya ga butuh uang kamu"
"Hmm.. " Balas Mino akhirnya. Bae Irene yang melihat wajah memelas milik pemuda Song itu kembali meledakkan tawanya dengan geli. Perempuan Bae itu kemudian membelokan mobil SUV nya masuk ke sebuah area yang lumayan populer di Kota Seoul.
Sungai Han.
Mino yang melihatnya hanya mematung begitu mobil mewah milik Irene berhenti tepat disalah satu area yang letaknya berada di sisi Sungai yang cukup ramai dikunjungi kala malam.
"Ayo ... Katanya kamu mau curhat, saya siap mendengarkan ko"
"Serius bu?" Tanya Mino lagi. Irene yang mendengarnya hanya melepaskan tangannya dari kemudian dan menekan tombol disampingnya membuat kaca jendela di bagian depan terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHELTER [🔞]
Fiksi PenggemarBijaklah dalam memilih bacaan. 🔞 no under age, hargai Author dengan cara menjauhi story ini kalau kalian tidak suka dengan konten dewasa or Anti NC Song Mino tahu, kalau Bae Irene hanya ingin memuaskan nafsunya. Ia sadar kok, mereka hanya saling me...