GC 23

387 50 25
                                    

Sayup sayup hembusan angin menyapa, menyelinap masuk melewati jendela yang terbuka lebar dengan tenang. Berharap seseorang yang masih terlelap bangun untuk menikmati kedatangannya.

Jihoon dengan berlahan mengangkat kelopak matanya, cahaya matahari meninggi itu menusuk membuatnya menutup kembali penglihatannya dan mengerjap beberapa kali menyesuaikan pias cahaya menyapa indranya.

Masih bersembunyi disebalik kain tebal, Jihoon terdiam dengan posisi menyamping. Mata menatap kosong pada jendela didepannya yang menampilkan kehidupan di sana.

Tidak ada alasan membuatnya beranjak sedikitpun setelah terjaga, melirik sebentar keatas nakas, Jihoon menghela nafas perlahan. Enggan menyentuh makanan.

Meringkuk seperti bayi, Jihoon menutup kembali kelopak matanya.

Yang Jihoon inginkan hanya satu.

Yaitu tidur.

Badannya terlalu lelah, tidak ada beban yang terangkat sedikitpun sejak ia tertidur lama, yang ia ketahui, walau jam sudah menunjukkan tengah hari saat ini.

Melupakan kejadian yang menimpanya, Jihoon tidak ingin mengingatnya sedetikpun. Maka yang ia lakukan tidur sepanjang hari ini, semoga saat terbangun Jihoon bisa mengatakan jika yang menimpanya hanyalah ilusinya, imajinasinya, mimpinya. Mimpi buruk lebih tepatnya.

Ini adalah hal yang terburuk sepanjang hidupnya. Melarikan diri? Jihoon tahu, pintu itu tidak akan bisa terbuka jika tidak ada kunci ditangannya.

Bisa saja ia keluar melewati jendela, beruntungnya rumah ini berlantaikan satu tidak terlalu mewah ataupun sederhana. Dan sialnya, ada beberapa tumbuhan berduri yang terletak dibawah jendela, seperti kaktus. Daniel memang meletakkannya di sana sejak dulu.

Sesungguhnya, ia tidak memikirkan hal itu sama sekali,  itu hanya sepintas. Tidak benar-benar terbesit. Ia hanya menanggung curam dosa yang ia tahu tidak ada yang bisa berubah darinya.

Tangannya meremat dada kasar, isakannya keluar begitu saja mendesak keluar setelah ia simpan dibalik kelopak matanya yang setia terpejam. Tidak lama, akhirnya ia jatuh tertidur. Efek daya tubuhnya yang melemah, Jihoon tidak bisa elak untuk tidak masuk ke alam mimpi.

"kakek hiks"

Menelusuri labirin mimpi, melangkah mencari jalan keluar, Jihoon yakin dia bisa melewati labirin dan menemukan pintu. Ada yang mengejarnya, Jihoon ketakutan di sana. Terus melewati antara tembok, tembok itu semakin mempersempit jalannya. Jihoon tersesat, tidak tahu arah. Terus menoleh kebelakang. Berbelok, dan buntu.

Jihoon panik, menoleh sekali lagi, jalan yang ia lewati sebelumnya merapat sembari terus mengerjarnya. Dadanya memberat, sekali lagi, ia berlari melewati jalan yang tadinya enggan ia lewati karena ada yang berdiri disana.

Suara bebatuan terdengar keras, seperti gerbang beton yang siap menghimpitnya kapan saja, Jihoon tersandung dengan kakinya sendiri, hampir terjatuh jika saja tidak ada yang meraih tangannya.

Jihoon memberontak, terus memohon untuk dilepaskan. Suara itu semakin dekat, Jihoon menoleh kebelakang dengan gusar. Mendekatinya semakin cepat, dadanya memberat.

Dibelakang pria itu ada sepintas cahaya, Jihoon tidak ingin mengambil jalan yang ini, ia pikir pasti ada jalan lain menuju pintu keluar. Tapi, ia terus memutari jalan yang ia lewati sebelumnya dan berakhir buntu.

Dan Jihoon dapat katakan, inilah jalan satu-satunya menuju luar yang ia cari dan bebas untuk bernafas.

"daddy, bawa aku keluar." ujarnya pada pria itu yang hanya tersenyum kecil menanggapi.

.
.
.
.
.

"kalian sungguh berkencan?" Jungkook kembali bertanya, matanya terus membola ketika ia mendapati senyuman dari keduanya.

Get Closer (NIELWINK) I√Where stories live. Discover now