Suara ketukan heels itu mulai menggema pada gedung yang didominasi warna putih. Beberapa pria berjas rapi ikut berjalan mengiringi gadis yang berjalan paling depan.
"Selamat datang, nona."
Gadis itu melepas kacamata hitamnya, membungkuk meski seharusnya tak ia lakukan. "Aku hanya ingin melakukan perawatan, bukan sidak. Tidak perlu terlalu formal."
Chou Tzuyu. Seorang gadis yang bisa dibilang terbiasa dengan kemewahan. Terlahir dalam keluarga kaya, tentu membuat Tzuyu selalu mendapat apa pun yang ia inginkan.
Sang Ayah--Chou Gunho, merupakan pemilik perusahaan konstruksi. Maka tak heran jika Tzuyu bisa menikmati banyaknya fasilitas mewah yang dimiliki sang Ayah.
Tzuyu memberikan kode pada para pria yang selama ini selalu menjaganya, untuk pergi. Lagi pula, tak mungkin mereka terus di sana, melihat Tzuyu melakukan perawatan tubuhnya.
"Ah ya, apa kegiatanku hari ini?" tanya Tzuyu. Ia memberikan jaket kulit berwarna hitam, menyisakan sebuah kaos polos berwarna putih. Terlihat sederhana memang. Namun, siapa sangka jika harga kaos tersebut setara dengan harga satu mobil.
"Tidak ada."
Tzuyu tersenyum saat mendengar jawaban sang asisten. Sembari memakai handuk yang disediakan tempat spa tersebut, Tzuyu memikirkan kegiatan menyenangkan apa yang bisa ia lakukan hari ini. Hingga akhirnya ia menjentikkan jari begitu sebuah ide muncul di kepalanya.
"Eonni, apa aku boleh pergi ke pemukiman kumuh? Seperti biasanya, aku akan mengajar di sana."
"Nona, kau--"
Tzuyu menggeleng. Sebuah penolakan adalah hal yang tak pernah ia terima selama ini. Bahkan, untuk seumur hidupnya. "Aku akan baik-baik saja. Tolong minta paman bodyguard untuk tidak mengikuti kita atau mereka akan melaporkanku pada Ayah."
"Baiklah." Hyeri--asisten Tzuyu--tentu tak bisa membantah permintaan sang atasan. Ia tak mau jika tiba-tiba Tzuyu melapor pada tuan besar soal tak mau mengikuti kemauannya. Padahal, pergi ke permukiman kumuh akan sangat berbahaya bagi Tzuyu. Apalagi, gadis itu sering menjadi incaran para pesaing bisnis sang ayah.
"Nona, tolong panggil aku jika membutuhkan sesuatu."
Tzuyu segera mengacungkan ibu jarinya. Ia memang sangat tahu apa arti kata bersantai yang sesungguhnya. Hari ini ia tak perlu menghadiri pertemuan atau mengurus proyek ke lapangan. Jadi, menurutnya bermain dengan anak-anak akan sangat menyenangkan.
Berkebalikan dengan hidup Tzuyu yang menyenangkan, seorang lelaki tampan harus bekerja keras untuk hidupnya. Ia menyeka peluh yang bercucuran di dahinya. Sejak pagi, ia masih di sana, mengangkat barang-barang berat demi lembaran uang.
Jeon Jungkook.
Tidak, ia tak pernah berpikir hidupnya penuh kemalangan. Ia yakin Tuhan menyiapkan skenario indah untuk hidupnya meski bukan sekarang.
"Hoksi, Jungkook. Aku suka semangatmu." Seorang pria paruh baya menunjuk Jungkook dengan lembaran uang di tangan. Ia cukup bangga pada pegawainya yang satu ini. Selain yang paling muda, Jungkook terlihat sangat bersemangat meski upah yang ia dapat cukup tak sebanding dengan pekerjaannya.
Jungkook tersenyum lalu membungkukan tubuh, berterima kasih atas pujian itu. Ia merasa semangatnya semakin terbakar. Ini bukan satu-satunya pekerjaannya. Setelah ini, ia harus bekerja lagi di tempat lain.
Ia memang bisa saja pergi ke kota lain untuk mengadu nasib. Namun, ia memilih untuk tetap di tempat asalnya. Ia tak mau pergi ke tempat lain, meninggalkan sang nenek sendirian. Lagi pula, saat ini apa pun pekerjaannya, ia harus membayar uang di muka. Itu sebabnya, Jungkook memilih untuk bekerja sebagai pekerja paruh waktu agar bisa menemani sang nenek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Love You? [End]✅
FanfictionAn original Wattpad story by shine_Janie. Read on WATTPAD SITE! Cinta memang selalu datang dan pergi semaunya. Bahkan ia juga bisa berlabuh di situasi dan kondisi yang benar-benar tak memungkinkan. Seperti yang dirasakan Jeon Jungkook. Ia tak menya...