Aku mengikuti Aidan dari belakang. Harusnya anak lelaki itu yang mengekoriku seraya mencari bahan makanan yang kami persiapkan untuk trip kami esok hari.
Tetapi, Aidan yang malah menyibukkan dirinya.
"Sini deh gue dorong troli-nya," ujarku sembari menarik troli yang awalnya diambil alih olehnya.
Karena Aidan tidak banyak omong, jadi dia mengalah. "Dan lo gak risih gitu diliatin orang-orang?"
Alis anak laki-laki itu mengernyit sesaat lalu menyapu semua pandangan di sekitarnya. "Maksud lo?"
"Kita dikira couple gitu." Aku mengulum bibirku, memicingkan mataku menggoda Aidan, bercanda.
"Ada-ada aja lo."
Tawaku tak tertahan ketika anak lelaki itu memberi kalimat nyelekit dengan nadanya yang datar. "Gak asik lu mah."
"Daripada banyak ngomong...," katanya anak lelaki itu mendunduk sedikit ke arahku, "lebih baik angkat tuh beras."
Inginku berkata kasar. Kuhembuskan napas kasar lebih tepatnya mendengus sebal dengan temanku yang satu ini.
Kami mengangkat beras 15 kilo ke troli dan kembali lanjut mencari bahan makanan yang sudah diberi list oleh teman-teman kami.
Beberapa jam kami bermondar-mandir ke sana kemari, kami pun memutuskan untuk pulang usai semua bahan terkumpul.
Aku membalas pesan teman-teman kelas kami lainnya untuk bertemu di satu tempat berhubung perut kami sudah perih belum makan sehabis pulang dari sekolah lantas membeli persiapan makanan.
"Kita ke Bakso Mercon," kataku pada Aidan.
Anak lelaki itu tak banyak berbicara lantas melaju mobil menuju tempat berkumpul kami.
○●○
"Udah lengkap nih?"
Aidan menjawab sesaat kami hendak bergabung di meja yang sama, "udah. Lo pada?"
"Kita amannn."
"Kita agak susah nyari apaan tuh?"
"Hmm mangkok plastik."
"Yaelah kan di grosiran gitu ada cuy."
"Ini nih Si Imam kaga tau anjim. Taunya ke dugem aja tuh. Kalo tempat-tempat kaya gitu mana tau dia."
Seperti itulah percakapan ringan kami seraya menghambiskan makan kami sebelum magrib menjemput.
Setengah 6, kami pun memutuskan untuk menuju rumah Adimas. Mobil yang akan kami sewa guna mengangkut barang-barang yang dibutuhkan saat trip kami diputuskan di rumah Adimas. Alhasil kami pun bersama-sama mengumpulkan barang belanjaan kami di rumah ketua kelas kami tersebut.
"Lo pada gak masuk dulu?"
"Udah gak usah Dim, buru-buru cabut nih istirahat."
Anak lelaki itu mengangguk. "Ya lo semua jangan begadang, ntar gue bunyi di grup."
"Yah yang bangun telat besok, gausah ditungguin yakali. Kayak Sultan aja. Suruh aja nyusul wkwkwkwk," sahut salah satu teman kami.
Aku tertawa saja saat itu lalu menujukan mata ke arah Adimas yang meminta kami cukup menaruh belanjaan di ruang tamunya.
"Makasih lo pada."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bully and The Victim
Dla nastolatkówAda takdir yang mampu diubah oleh manusia, usaha untuk memperbaiki dirinya dan yang diimpikannya. Bagaimana ketika dulu ia yang terburuk kini menjadi yang terbaik. Bagaimana ketika mimpinya yang cerah tak secerah milikmu. Dan bagaimana ketika ia...