Meja 17

42 2 0
                                    

***

Entah kenapa akhir-akhir ini saya lebih suka menghabiskan waktu saya di dalam kamar. Serasa jiwa ini butuh kesunyian dari kebisingan kehidupan yang ada. Di luar sana masih terdengar hangat teriakan-teriakan jeritan yang mengatasnamakan jeritan rakyat. Terlepas ada unsur kepentingan, kebencian, kekecawaan terhadap rezim yang berkuasa sekarang. ” Yang terpenting jangan melihat siapa yang berbicara tapi lihatlah apa yang di bicarakan”. Kalimat itu saya pinjam dari Ali Bin Abi Thalib.

Terkadang saya berpikir jika di negeri  ini tidak terdengar lagi suara teriakan rakyat, bagaimana jadinya yah ? ada dua kemungkinan, negeri ini sudah ideal seperti yang di harapkan rakyatnya, atau para kritikus sudah dapat jatah dari dapur uang rakyat yang ada di negeri ini. Sudahlah !!!  terlepas dari itu semua yang terpenting apa yang kau lakukan untuk negerimu, itu saja sih menurutku.

Malam ini saya berencana keluar dari kamar saya mencoba menghirup udara negeriku seraya kembali menikmati lagi kebesingan yang ada. Habisnya dapat telefon dari teman ngajakin ngobrol perkara Indonesia (NGOPI) bareng. Dengan segera mempersiapkan diri dengan pakaian kaos di lapisi jacket besar yang membungkus tubuh mungil ini supaya terhindar dari angin malam yang terkadang dinginnya minta ampun.


***


Tidak membutuhkan waktu lama saya telah sampai di salah satu café tempat kami janjian. Di sana sudah ada seorang lelaki duduk sambil asyik mainin gadgetnya. Tidak lain itu teman saya yang bakal saya temani ngopi di malam ini.

“Sudah lama kak”, sapaku sambil mengambil tempat duduk tepat di depannya hanya meja perantara kami. Panggilan kakak yang saya lontarkan kepada beliau menandakan teman saya ini lebih tua dari pada saya. Diskursus diantara kamipun tidak terbendung karena sudah menjadi kebiasaan kami jikalau kami bertemu. Berbagai gagasan yang lahir dari diskusi kami hingga berujung sebuah kesepakatan, kami sama-sama tidak bisa mengelah jikalau di negeri kami ini masih banyak kader partai politik (parpol) yang menjabat sebagai pejabat negara melakukan korupsi.

Bagaimana mereka tidak korup jikalau lemabaga parpol tidak lagi menjadi mesin pencetak kader-kader yang berkualitas yang bakal menjadi pejabat di negeri ini. Yah bagaimana bisa mesin itu berjalan dengan baik jikalau orang-orang yang menjalankannya itu rakus.

Tak terasa malam begitu larut, para pengunjung di café itu satu-persatu berguguran. Dan kami masih melanjutkan obrolan kami di meja nomor 17. Kata teman saya ini angka 17 ini maknanya bersatu untuk menggapai tujuan. “makna angka 17 menurut teman saya ini saya rasa bisa juga menjadi solusi di negeri ini. Kembali bersatu membaca dan memahami filosofi tujuan negeri ini di bentuk” kataku dalam hati.



***
“Penghuni Rumah Tidak Memahami Apa Makna Sebuah Rumah Maka Rumah Itu Akan Terasa Hampa”.

Intelektual Muda

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Intelektual Muda & Coretan PenanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang