"JENNIE!"
Suara nyaring seorang gadis dengan surai panjangnya yang tergerai sepinggang memecah kebingunganku. Di tengah hiruk pikuk kantin, ia melambaikan tangan, memintaku untuk segera bergabung.
Siang ini, memutuskan untuk makan siang bersama secara komplit setelah kurang lebih sepuluh minggu stase mayor dimulai, enam rekan koasku asik bersenda gurau. Saling melempar ejekan yang diikuti tawa.
Ada Kim Jisoo si pencetak lelucon nomor satu di antara kami berenam. Roseanne Park yang hobinya makan terus tetapi mempunyai badan sebagus gitar Spanyol. Lalisa si pemilik suara oktaf tinggi. Lee Taeyong buaya abal-abal yang entah bagaimana bisa mendapatkan Bae Joohyun, senior kami sebagai kekasihnya sekarang.
Kalau yang terakhir rasanya aku malas menyebutkannya. Si pembuat onar, tukang usil, sekaligus suka mencari kesempatan dalam kesempitan. Pria tua yang agaknya terjebak di tubuh lelaki segar bugar nan muda. Koo Junhoe. Sebenarnya ia lebih suka dipanggil June, katanya biar terkesan lebih western.
Mengambil alih tempat duduk di sebelah Rosie, tanganku terlalu gatal untuk tidak tergoda dengan jus apel miliknya.
"Lama sekali sih, Jane? Jam makan siang sudah mau selesai loh. Lihat, Lisa saja sudah siap berganti ke ronde kedua makanannya." Celetuk June yang langsung dihadiahi dengusan sebal dari Lisa. Sudah ku bilang June itu orang paling menyebalkan. Setingkat lebih menyebalkan dari Kim Jiwon.
"Sembarangan! Yang hobinya makan terus itu kekasihmu tahu! Aku sedang dalam masa diet sekarang!"
"Lisa! Kenapa jadi menumbalkanku sebagai kekasih si June?!" Rosie menyahut tidak terima.
Sementara June yang memang menjadi pengagum terang-terangan Rosie tidak bisa mengendalikan senyum cerah dan malu-malunya. Seandainya saja memukul teman tidak masuk kategori kekerasan dan pelanggaran, tanganku pasti sudah menampar keras wajahnya. Salah sendiri seminggu terakhir membuatku kesal.
"Jennie pasti jadi korban Profesor Seo kan? Aku dengar seseorang melakukan kesalahan di ruang bedah."
Benar. Tepat sekali pernyataan Jisoo. Mengingatnya saja sudah membuatku mual. Mau siapapun yang membuat kesalahan, pada akhirnya koas lah yang akan menjadi pelampiasan. Apalagi aku memang kedapatan konsulen yang sedikit berbeda. Jabatannya yang sudah sekelas profesor ditambah sikapnya yang idealis bercampur teoritis membuatku harus menelan bulat-bulat keinginan untuk sering bergabung dengan teman-temanku. Tidak sering dipanggil mendadak di jam tidur saja sudah membahagiakan bukan main.
"Bersyukurlah karena kalian mendapat konsulen yang berhati malaikat!" Seruku.
Di seberang, Lisa mengangguk, dalam hatinya mungkin sedang berterimakasih pada Tuhan. Dia memang masuk kategori yang aku ucapkan. Mendapat konsulen yang masih belum terlalu tua, sekaligus sangat ramah dan baik. Kalau diingat-ingat di antara kami berenam, bisa dihitung jari seberapa banyak Lisa mengeluhkan konsulennya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Eccedentesiast
Romans[ part of snowflakes ] Sebuah kisah klise tentang Jennie yang terjebak dalam sebuah hubungan beracun. Sepanjang perjalanan kisah mereka, Jennie sadar betapa perasaannya bisa menghancurkan sewaktu-waktu. Diterpa dua pilihan memberatkan; haruskah Jenn...