Bagian 31: Pernikahan?

315 15 4
                                    

Selamat membaca!🌻
--

Sebuah pesta pernikahan yang sederhana tapi nampak mahal. Sepasang insan ciptaan Tuhan akan mengikrarkan janji untuk hidup mengarungi bahtera rumah tangga.

Rasa gugup menggelayuti hati seorang perempuan yang bersiap menyaksikan seorang lelaki mengucapkan ijab kabul sebagai pertanggungjawabannya di hadapan Tuhan juga orang-orang.

Tak terasa waktu itu berganti, begitu juga dengan perasaannya terhadap lelaki itu. Sekilas kebahagiaan yang dia raih bersama lelaki yang sekarang berada di hadapan penghulu, tetapi lelaki di sampingnyalah yang telah memenangkan hatinya sedari awal.

Hari ini adalah hari pernikahan Bintang dan Alya, calon kakak iparnya. Mentari merasakan kegugupan yang diarasakan Alya ketika dia baru saja menemui Alya di kamarnya. Ditemani oleh Aira.

Tentunya sebuah pelukan erat dan tangisan haru dia dapatkan dari Alya, yang berterima kasih kepadanya karena telah membantu Alya mendapat pertanggungjawaban dari Bintang. Tapi itu semua dia anggap sebagai keharusan.

Kini dia duduk di samping calon suaminya, Ravi. Menunggu acara ijab kabul dimulai. Tangannya tak lepas dari genggaman Ravi. Bukan keinginannya untuk datang di acara ijab kabul ini, tetapi Aira memaksa begitu juga dengan Ravi.

Acara ijab kabul dan resepsi memang dilaksanakan di rumah keluarga Aira. Mengingat persiapan yang amat terbatas karena melihat kondisi Alya yang tengah hamil muda dan sewa gedung yang tak bisa disewa mendadak.

Suara lantunan ayat suci Al Qur'an terdengar sangat merdu. Membuka acara ijab kabul. Tak sengaja matanya beradu dengan mata Bintang yang seakan penuh dengan keterpaksaan. Tapi apa mau dikata, semua itu adalah hasil yang harus diterima Bintang.

"Hati kamu sakit?" Bisik Ravi.

"Sakit karena apa?"

"Melihat Bintang menikah dengan Alya, bukan dirimu?"

"Buat apa aku sakit untuk orang yang tidak aku cintai. Justru aku telah memiliki lelaki yang aku cintai dan dia mencintai aku,"

"Siapa?" Ravi ingin terus menggoda Mentari.

"Ravi Dirandra,"

Bibir Ravi melengkung ke atas mendengar jawaban wanita yang sangat dicintainya. Calon istrinya kelak walau harus menghitung bulan menuju pernikahannya. Dia pun mencium punggung tangan Mentari dengan lembut.

"Kamu membuatku tak fokus,"

Mentari menautkan alisnya. "Fokus apa?"

"Fokus untuk belajar menyebutkan ijab kabul di pernikahan kita," kekeh Ravi yang mendapat tepukan halus di pahanya.

"Nama keluargaku dan keluargamu diambil dari nama benda-benda alam, tapi kamu beda sendiri. Kenapa, ya?" Mentari mengalihkan topik pembicaraan.

"Kata siapa beda. Ravi itu berasal dari bahasa sansekerta yang berarti matahari. Karena aku lahir sewaktu siang dan Bintang lahir di malam hari. Tapi nama kami berdua diambil dari bahasa Sansekerta,"

"Berarti kita sama-sana berarti matahari?"

"Ada dua matahari dalam satu keluarga. Menandakan penerang jalannya lebih banyak. Semoga aku bisa menjadi imam yang menerangimu dan kamu bisa jadi makmum yang ikut menerangi jalan anak-anak kita,"

Mentari tak bisa berkata apa-apa lagi. Ucapan Ravi selalu bisa membuat hatinya meleleh dan membisukan mulutnya. Tubuhnya bahkan terasa melayang saking bahagianya.

Ternyata Bintang bisa lancar dalam ijab kabulnya. Semua orang bersorak untuk dirinya. Berbeda dengan Alya yang terharu mendengarnya. Begitu juga dengan Bintang yang hanya bereaksi biasa saja.

Siapa Merebut Siapa [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang