"Kebanyakan dari cerita cinta itu bukan berasal dari hal yang baik"
~Ara Queen~
Hai buat yang bergabung sama cerita Ara Queen!!
Selamat bergabung menjadi Aralist❤
Jangan lupa vote dan komen di bawah yaaa!!!!
Aralist is my spirit!!Motorku berdecit dan oleng hampir saja terjatuh dan menyapa jalanan aspal yang sangat tidak mulus.
Kulihat sesosok laki-laki berjalan dengan gontainya di depan motorku yang hampir jatuh tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Dengan kesal aku menepikan motorku dan mendekati laki-laki itu
"Heh! Lu kira ini jalan punya nenek moyang lu apa?!"bentak ku pada orang itu dari belakangnya.
Orang itu hanya tetap berjalan tanpa menghiraukan ucapan ku membuatku semakin sebal.
Aku berjalan mendahuluinya dan berdiri tepat di hadapannya. Dia tetap berjalan dan hampir saja menabrakku. Aku terkejut apalagi dia.
"Lu gila, jalan tu pake mata!"bentaknya.
"Lah kok jadi lu yang marah sama gue? Lu tu yang jalan kek anak presiden jalan!"sewotku.
Laki-laki itu melihat sekelilingnya dan kembali berjalan. Kali ini lebih menepi.
"Oh"ucapnya berlalu.
Dengan perasaan kesal aku kembali melanjutkan perjalananku menuju kampus.
Hari ini adalah hari pertamaku menginjakan kaki menjadi seorang mahasiswi. Aku kuliah di salah satu universitas swasta ternama di daerahku.
Hari ini harusnya jadi hari yang membahagiakan karena hari pertama merasakan suasana menjadi seorang mahasiswi. Namun, laki-laki tadi menghilangkan mood ku seketika.
Setelah sekitar 10 menit akhirnya aku sampai di kampus. Semua mahasiswa baru telah berkumpul di lapangan dengan menggunakan seragam hitam dan putih polos begitu juga aku untuk melaksanakan upacara pembukaan PKKMB.
*
Upacara berlangsung dengan khidmat. Tidak ada satupun suara yang keluar dari mahasiswa baru. Begitu tertib.
Namun ku lihat beberapa senior tengah berjalan mengecek kelengkapan pakaian. Dan sialnya aku, aku tidak menggunakan name tag.
Aku menepuk jidatku. Bagaimana aku bisa lupa membawanya?
Seorang senior berdiri di depanku. Seorang laki-laki. Namun aku hanya menunduk. Dia berbisik ke telingaku. Begitu dekat, sampai-sampai aku bisa merasakan hembusan nafasnya. Jantungku berdebar dengan sangat cepat.
"Name tag kamu mana?"tanya senior itu dengan suara berat.
Aku menutup mataku cemas, dan sama sekali tidak merasakan kakiku menapak di tanah lagi. Getaran suaranya menjalar ke seluruh badanku membuat kesadaranku mulai memudar dan semuanya menjadi gelap.
**
Aku terbangun dan melihat sekelilingku. Ruangan yang didominasi dengan warna putih, dan seorang suster tengah membereskan peralatan.
Apa yang terjadi padaku? Mengapa tiba-tiba aku tiba di sini? Aku mengingat-ingat kejadian tadi, dan setelah beberapa saat aku pun menyadarinya.
"Eh kamu sudah sadar?"ucap suster itu.
Aku tidak menjawab namun hanya tersenyum tipis padanya.
"Saya tinggal dulu ya"ucap suster itu kemudian meninggalkanku di ruangan itu sendiri.
"Lo berat!"ucap suara berat di ranjang dibalik pembatas.
"Lo siapa?"tanyaku.
Pembatas itupun terbuka dan menampilkan sesosok laki-laki yang-- tunggu! Dia itu---
"Elo lagi!" Ucap ku dengan nada tinggi.
"Lo siapa? Sok kenal banget sama gue"ucapnya.
"Elo yang tadi ngehalangin motor gue dan hampir bikin gue jatuh!"bentakku.
"Oh"ucapnya dengan begitu cuek.
Aku mengeram kesal melihat kelakuan laki-laki sebelahku. Ingin sekali aku memukul-mukulnya dan melemparnya dengan sepatu.
"Gue ga butuh makasih"ucapnya kemudian berlalu.
"Siapa yang mau berterima kasih? Percaya diri amat jadi manusia"ucapku sarkas.
"Manusia ga tau diri"ucapnya kemudian berlalu meninggalkanku.
Aku memeletkan lidahku padanya meluapkan kekesalanku. Kemudian teringat kejadian tadi. Pasti sungguh memalukan pingsan di depan senior. Dan tunggu! Siapa yang membawaku kemari? Apa jangan-jangan laki-laki tadi? Oh jadi maksud dia tadi menyindirku agar berterima kasih kepadanya? Aduh kenapa aku lemot banget.
Aku segera keluar dari klinik dan menuju ruangan kelas.
" Mentari!!!!!!"teriak seseorang memanggil namaku.
Mentari Anara Surya adalah nama lengkapku. Biasa dipanggil dengan Mentari atau panggilan akrabku di rumah Ayi. Ayahku bernama Roy Surya bekerja sebagai pegawai kantoran, dan ibuku Maya Anara seorang perawat.
Aku dibesarkan dari keluarga biasa saja. Dan aku sangat bahagia. Aku memiliki seorang adik laki-laki bernama Langit Angkara Surya, sekarang tengah menduduki kelas sebelas di salah satu SMA swasta di daerahku.
"Eh Uci"ucapku setelah mengetahui kalau yang memanggilku adalah Uci.
"Kamu tadi kenapa?"tanya Uci.
"Ga tau tiba-tiba pusing hehe"ucapku cengengesan.
"Ooo kamu ga enak badan yaa?"tanya Uci sambil mengecek suhu tubuhku.
"Aku gapapa kok Ci. Jangan berlebihan gitu cemasnya"ucapku sambil mencubit pipi chubby nya.
Suci Amalia adalah sahabatku semenjak kelas 2 SMP. Dia selalu sekelas denganku semenjak saat itu. Dia sangat mengerti aku, dan perhatian padaku. Sementara aku? Aku juga begitu padanya tentunya.
Aku hanya memiliki Uci sebagai sahabatku. Bukan karena aku orangnya susah bergaul, tapi karena aku susah percaya pada orang.
Aku bahkan sangat pandai bergaul. Begitu kata teman-temanku. Aku memiliki banyak teman di sekolah lamaku. Namun ya tetap saja sahabatku hanya Uci
Teman itu hanya orang yang ada saat kita tertawa dan bahagia, sementara sahabat adalah orang yang tidak pergi saat kita terluka. Sesimpel itu alasanku untuk terus bersama Uci.
Sementara Uci, dia memang kurang pandai bergaul, dia orangnya agak tertutup dan tidak terlalu suka berbicara dengan sekitarnya.
Banyak teman-teman yang menyayangkan aku bersahabat dengan Uci karena mereka menganggap Uci itu tidak kekinian dan tidak pandai bergaul.
Tapi aku sayang padanya. Aku justru bersyukur menjadi sahabatnya. Uci selalu mengingatkanku dikala aku lupa, dan mengajarkanku dikala aku tidak mengerti. Karena Uci memang memiliki kepintaran di atas rata-rata anak biasanya.
Persahabatan itu bukan sekedar seberapa tenar sahabatmu, tapi seberapa tulus dia. Begitulah prinsipku.
*Jangan lupa vote*
KAMU SEDANG MEMBACA
LASKAR
Teen FictionSPOILER BIAR GA KECEWA YANG SUKA KONTEN BERBAWANG BISA GABUNG JADI ARALIST😘 AWAS BAPER❗ Menjadi bagian dari cerita hidupmu adalah suatu hal yang menyenangkan. tidak ada penyesalan dari setiap rinci cerita yang terlalui indah. meski kau pernah menja...