Prologue

5 1 0
                                    

Katanya kalau putus dari pacar bisa membuat orang gila untuk waktu yang tidak ditentukan. Mungkin ada benarnya juga ya. Rasanya hampir separuh aku hilang dalam sekejap, seluruh rasa, seluruh niat, seluruh kekuatan aku tiba-tiba lenyap tanpa jejak dalam satu hari naas itu. Bukan, bukan gila yang harus diperiksa oleh Psikiater untuk dimasukkan ke dalam Rumah Sakit Jiwa, bukan gila semacam itu. Tapi seperti gila yang ke mana pun kamu pergi, selalu teringat dia. Mendengar lagu apa pun, pasti teringat dia. Membaca cerita pun, selalu teringat dia. Yang akhirnya membuat alam bawah sadar menjadi tidak sadar lagi. Tipe gila yang sebentar-bentar bisa ketawa sama teman juga menangis di saat yang bersamaan.

Aku merasa sudah setengah gila dan gilanya lagi aku kabur sejauh-jauhnya dari rumahku di Bogor, well, rumah orangtuaku sebenarnya tapi aku merasa hal ini perlu karena aku benar-benar merasa sudah tidak waras, sampai hampir semua teman dekatku pun bingung melihat tingkah dan perilaku aku yang kian hari kian aneh dan nggak jelas.

And here I am, berdiri tepat di luar area Bandara Ngurah Rai dengan satu koper ukuran sedang sambil menunggu Taxi yang aku pesan sampai. Aku banyak mendengar dari banyak orang bahwa Pulau Dewata itu seperti magnet penuh keajaiban yang bisa membuat orang merasa tenang. Mungkin aku bisa dibilang lebay atau aneh tapi baru satu jam aku berada di Pulau ini, aku sudah merasa lebih baik dan tenang.

Mungkin bisa karena aku sudah sangat jauh dari orang itu atau juga akhir aku sendiri bisa menata hidup tanpa diganggu oleh siapa pun.

Lamunanku berhenti saat melihat Taxi biru berhenti di sampingku. Setelah menaruh koper, aku pun masuk dan Pak Dharma—nama supir Taxi ini—segera menuju Kost-an ku yang berada sekitar satu jam dari Bandara Ngurah Rai. Kost-annya cukup besar dan berada disalah satu Perumahan yang cukup aman dan terutama, ada aliran sungai kecil di dekat Perumahan tersebut juga ada taman kecil yang sepertinya baru dibangun.

"Kesini liburan atau kerja, Mbak?" tanya Pak Dharma.

"Kabur, Pak." jawabku terkekeh, Pak Dharma tertawa kecil. "Kok kaburnya ke Bali?"

"Karena orang yang saya nggak suka itu nggak mau ke Bali katanya, Pak. Makanya biar nggak bisa ketemu lagi, saya ke tempat yang dia nggak mau datangin deh."

Pak Dharma cuma geleng-geleng kepala. "Haduh, kasian sekali orang itu, Mbak. Dia tidak merasakan indahnya Bali sih."

Aku mengangguk pasti.

Setelah sampai, aku disambut dengan keheningan pasti. Si pemilik kost-an sama sekali tidak keluar untuk menyambut atau membantuku, dia hanya mengutus anak perempuannya yang bernama Yasmin. Aku baru tahu bahwa si Pemilik kost—a.k.a Ibu nya Yasmin sedang keluar kota menemani anak laki-lakinya yang mau wisuda dan rumah pemilik kost dengan kost-an aku bersebelahan. Great!

"Hai, Cia! Namaku Yasmin Jasminie. Salam kenal ya!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 11, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

QuerenciaWhere stories live. Discover now