Dua Garis Biru

6.3K 43 6
                                    

Dengan cepat Alana menetralkan kondisi mimik wajahnya saat sang Mama mulai masuk ke kamar mandi mendekatinya

"Kau bangun sangat awal ana" ucap sang Mama dengan sedikit terheran heran

"Hmm ia mah, ana udah gak sabar mau ujian" Balas ana berusaha dengan setenang mungkin agar mamanya tidak curiga.

"Baiklah mama akan menyiapkan air hangat untuk mandimu agar badanmu lebih segar okeh. Sekarang duduklah sebentar" Alana hanya mengangguk sebagai tanda menyetujui sang Mama.

Sebenarnya dia masih mual namun dia menahannya agar mama tidak cemas.

Hampir 15menit Alana menunggu sang Mama menyiapkan air hangat untuk Alana. Hingga akhirnya mamanya menyuruh nya masuk ke kamar mandi dan berendam air hangat sementara mamanya menyiapkan sarapan untuk mereka.

Berendam air hangat mampu merilekskan tubuh Alana yang lemas akibat mual mualnya tadi hingga dia merasa mual kembali karna aroma masakan sang Mama tembus dan masuk dari celah celah pintu kamar mandi.

"Hoek..Hoek.." Apa-apaan dengan tubuh Alana pagi ini. Dia merasa sangat lemas dan mual mual seperti ibu-ibu yang sedang hamil saja.
Tunggu dulu. Lemas? Hamil? Ibu-ibu yang sedang hamil?.

Tentu saja itu tidak mungkin. Hahahaha... Namun jika dipikir-pikir skiklus mens Alana telat bulan ini.
"Hanya satu bulankan,lagian itu kejadian yang wajar karna sepertinya hormon ku tidak bagus" pikir Alana.

Tetapi Alana mulai mengingat-ingat kejadian beberapa Minggu yang lalu bersama Alvaro.

Deg.

Sebelum Alvaro mencabut kejantanan nya dari diri Alana dia selalu merasakan hangat dalam perutnya. Itu berarti Alvaro tidak pernah memakai pengaman. Alvaro selalu menyemprotkan nya didalam diri Alana.

Tubuh Alana bergetar hebat sudah dipastikan Alana hamil.
Tidak!!!
Ini belum pasti. Ini pasti salah.

Alana berangkat ke sekolah tanpa memakan sarapan buatan mamanya karna dia merasa masakan mamanya kali ini sangat bau. Akhirnya untuk menghargai usaha mamanya dia membawa bekal kesekolah.

Ujian hari ini berjalan dengan baik. Alana pulang kerumahnya membawa kembali bekal yang tidak dia sentuh sama sekali.
Sebelum Alana sampai rumah dia memberanikan diri untuk singgah ke apotek membeli alat testpack,tetapi Alana belum memilik keberanian untuk mencobanya.

Dia menyembunyikan alat itu dilacinya dan dia tidak pernah menyentuh nya.
Besok adalah hari terkahir ujian tetapi dia belum menggunakan alat itu.
Bagaimana nanti kalau hasilnya positif apa dia harus mengatakannya pada Alvaro.
Tidak,itu tidak penting yang terpenting sekarang adalah mengetahui hasilnya. Dia sudah membulatkan tekatnya untuk mencoba alat itu besok pagi sebelum mamanya bangun karna mbak-mbak penjaga apotek menyarankan agar melakukannya dipagi hari agar hasilnya akurat.

Pagi-pagi sekali Alana bangun seperti biasanya karna mual yang dialami nya. Dia mengambil alat itu dan keluar dari kamarnya buru buru tanpa mengeluarkan suara. Dia tidak mau sang Mama terbangun dari tidurnya dan mengetahui apa yang hendak dilakukan.

"Duu..aa..ggaa..riiss.." ucap Alana terbata-bata.

Alana tahu apa arti dari dua garis tersebut karna sudah dijelaskan oleh mbak penjaga apotek. Dia menangis sambil menutup mulutnya rapat rapat dia tidak mau mamanya mengetahui hal ini.

"Apa yang harus kulakukan?hiks..hiks..apa aku harus mengatakannya pada Alvaro? Hiks..hiks.."

Alana berangkat kesekolah lebih awal bahkan sangat awal dimana matahari masih malu-malu untuk menunjukkan dirinya. Dia menulis sebuah notes untuk mama dan meletakkan nya diatas meja makan karna dia berangkat saat sang Mama masih dalam posisi tidur.

Dia butuh menenangkan pikirannya dia. Dia butuh seseorang untuk diajak bicara.
namun siapa?
Dia bahkan tidak memiliki teman sama sekali

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang