[FOLLOW SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA JUGA VOTE & KOMEN YAA KARENA ITU SANGAT BERGUNA BANGET BUAT AUTHOR]
"Lo gimana sih? Katanya mau kerja sama, sama gue. Kenapa udah bilang nyerah sama Petir? Goblok!"
Merc menatap tajam gadis di depannya ini malas. "Suka-suka gue! Ini hidup gue, kenapa lo yang ngatur?!"
"Jangan salahin gue kalau Mendung kenapa napa," pekik gadis itu membuat dia dan Merc saling memandang tajam lalu pergi meninggalkan Merc.
Tidak! Merc tidak mau Mendung kenapa napa. Merc harus mencari cara agar Petir maupun Mendung tidak menjadi sasaran gadis itu. Harus!
***
Tampak seorang cowok sedang bergandengan dengan cewek sambil berjalan menyelusuri koridor kelas tanpa menggubris teriakan dari makhluk-makhluk di sepanjang koridor.Siapa lagi jika bukan Petir yang sedang mengantar Mendung menuju kelasnya membuat para cewek di sepanjang koridor jadi iri.
Mendung telah sampai di depan kelasnya, melempar senyum ke arah Petir.
"Makasih ya kak pacar udah anterin Mendung ke depan kelas," ujar Mendung masih tersenyum.
Petir mengangguk. "Aku balik kelas."
"Eh iya kak, olimpiadenya kapan?"
"Nanti jam delapan."
"Semangat ya kak, semoga kak pacar dapet juara."
"Aamiin ... yaudah aku ke kelas ya," pamit Petir.
"Hati-hati ya kak," ujar Mendung membuat Petir mengacak puncak rambutnya gemas lalu pergi meninggalkan Mendung yang masih tersenyum memandang kepergian Petir.
"Ciee yang dianter doi sampe ke kelas," ledek Septuna membuat Mendung tersadar.
Mendung berjalan duduk di sebelah Jencha yang sedang memakan cilok buatan mang Bunder seperti biasa. Taulah kenapa dipanggil mang Bunder karena wajahnya bundar kek cilok yang dia bikin.
"Mwentang-mwentang udwah jwadian kwagak mwau lwagi bwerangkat swama gwue," ujar Jencha sambil memakan cilok.
"Hehehe maaf Jang, tapi Mendung nanti janji kok pulang bareng Jangka."
"Halah palingan lo cuma jadiin ojek sama Mendung, Jen," ujar Laut yang sedang membaca, membuat Septuna, Jencha apalagi Mendung sangat terkejut mendengarnya.
"Kok lo ngomongnya gitu sih La?" tanya Septuna meminta penjelasan atas sikap kasar Laut.
"Santai Sep, gue cuma bercanda jangan dianggap serius," ucap Laut dengan diiringi tawa diakhir membuat mereka bernafas lega.
"Huh, gue kira lo ada masalah sama Mendung," kata Jencha.
Laut hanya tersenyum menganggapinya lalu kembali menangkup wajahnya dibalik bukunya lalu tersenyum miring memikirkan sesuatu.
Mendung merasa keanehan pada diri Laut, entah apa yang membuatnya merasa bahwa Laut hari ini aneh, tak biasanya dia bersikap se–jutek itu. Mendung membuang pikiran negatifnya jauh jauh agar tidak menimbulkan suudzon.
***
"Gimana kabar kamu Jen?" tanya Langit sambil mencemili kripik tempe.
"Baik om," ujar Jencha tersenyum kaku.
"Kok Jangka panggil kakak Mendung om? Kan kak Langit bukan om, om," bela Mendung.
"Mirip dikit," bisik Jencha pada Mendung.
Hari ini Jencha menginap di rumah Mendung, seperti biasa jika Jencha di rumah sendirian pasti dia akan menginap di rumah Mendung. Walaupun Mendung menolaknya, Jencha tetap saja bisa masuk ke rumah Mendung. Entah dari jendela kamar, dari jendela dapur, sampai-sampai naik genteng dan masuk ke rumah Mendung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Petir Dan Mendung [Terbit]
Ficțiune adolescenți-Ketika toa mengejar kulkas- Petir Ghuna Razenka. Si cowok cuek sedingin kutub selatan. Mulanya hidupnya tenang tenang saja namun setelah bertemu dengan sosok Mendung Putri Semestha. Si gadis pengejar cowok cuek. Hidupnya seketika berubah. Tiap hari...