un destino

2.7K 400 172
                                    

●●●

jeffrose_'s present

●●●

UPACARA pemakaman keseluruhannya berlangsung khidmat. Para pengunjung yang didominasi oleh kalangan-kalangan elit borjuis itu beramai-ramai datang sembari mengusap air mata palsu dengan saputangan sutra mahal mereka masing-masing. Sendu dan penuh isak tangis, namun awannya tak berwarna kelabu.

Xiao Dejun, pemuda bersurai semir platinum dengan tubuh ramping khas orang asia, duduk di kursi paling depan menghadap peti mati. Berulang kali ia berusaha meluruskan kesalahpahaman bahwa ia bukanlah putra dari wanita yang kemarin tiada itu, melainkan ialah suaminya. Terekam jelas wajah-wajah terkejut mereka yang berbeda-beda. Ada yang lantas meminta maaf, ada pula yang mengernyit jijik. Dejun sama sekali tak keberatan. Ia sudah kelewat terbiasa akan seribu satu reaksi itu.

Adelaide Bosconoㅡatau sekarang Adelaide Xiao merupakan salah satu pengusaha wanita yang paling sukses. Bukan, bukan karena ia pintar dalam masalah keuangan atau semacamnya. Namun karena ia pintar memilih suami. Bekas-bekas suaminya terdahulu semuanya termasuk dalam jajaran orang-orang paling kaya di Amerika. Setelah melalui perjalanan panjang berganti-ganti pasangan sebanyak 5 kali, akhirnya wanita cantik berusia 38 itu lelah. Ia ingin sebuah hiburan. Lalu bertemulah ia dengan Xiao Dejun. Pemuda berumur lebih muda 15 tahun darinya yang saat itu sedang sibuk mencari-cari pekerjaan.

Akhirnya Adelaide pun memberi pemuda itu 'pekerjaan'. Tentu saja Dejun tak masalah, ia benar-benar hanya butuh uang.

2 tahun mengabdi pada Adelaide, Dejun sama sekali tak pernah kekurangan uang. Addieㅡbegitu Dejun memanggilnyaㅡmemanjakannya seolah-olah ia adalah seekor anjing yang hanya perlu berlaku manis dan ia lantas mendapatkan imbalan berupa makanan.

Sekali lagi, Dejun tak keberatan. Ia hanya butuh uang.

Namun kemarin adalah mimpi buruk. Malam hari di sebuah pesta, Addie tengah asyik bermain domino dan meminum anggur sebelum wanita itu terjatuh dan kejang-kejang. Dejun tentu saja panik. Ia buru-buru menelepon rumah sakit dan membentak mereka untuk cepat datang.

Naas, dalam mobil ambulans Addie menghembuskan nafas terakhirnya. Wanita cantik berambut kemerahan yang berbicara dengan aksen kental Australia itu dinyatakan meninggal karena overdosis alkohol.

Dejun memperhatikan peti kayu cendana berwarna putih yang diukir model Eropa itu dengan kosong. Ia tak bisa mendefinisikan perasaannya saat ini. Jujur saja ia tak merasakan apa-apa, tapi ia merasa bersalah karena itu. Bagaimanapun Addie sudah baik kepadanya saat ini, seharusnya ada setitik kesedihan di hatinya.

"Dengan Tuan Xiao?"

Dejun mendongak. Alisnya mengernyit. Seorang pria Korea bertubuh tegap dan mengenakan setelan rapi berdiri di hadapannya.

"Betul, dengan saya sendiri," jawab Dejun.

"Perkenalkan nama saya Kim Doyoung," pria itu menyerahkan selembar kartu nama kepadanya. "Saya adalah pengacara Nyonya Adelaide Xiao."

Dejun membaca acuh tak acuh kartu nama itu. "Ah, ya. Senang bertemu dengan Anda."

"Tuan Xiao, sedikit banyak harus ada yang saya diskusikan dengan Anda, tentang masalah warisan," jelas pria bernama Kim Doyoung itu.

Mata Dejun tiba-tiba melebar dengan semangat. "Warisan? Addie meninggalkan warisan untuk saya?"

"Tentu saja, Anda suaminya."

"Suami? Addie menganggap saya suami?"

Raut wajah Doyoung perlahan-lahan memperlihatkan kejengahan. "Saya menanti kedatangan Anda di kantor pengacara 'Kim. & Partner' besok pukul 9 pagi untuk mendiskusikannya."

High By The Beach ● HenXiao ●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang