Part 22

2.5K 140 10
                                    

Happy Reading
...

Humairah menyiapkan dua cangkir teh untuk dirinya dan Langit, mereka duduk di bangku yang terletak di halaman belakang.

"Ini tehnya Mas."

"Iya, Terimakasih."

Langit dan Humairah menyesap teh mereka masing-masing, menghirup dalam-dalam aroma teh melati yang menenangkan.

"Mas, kita sebenarnya udah kenal sejak kecil loh, Mas ingat gak?"ucap Humairah.

"Kenal sejak kecil?"Langit mengerutkan dahinya.

"Iya Mas. Jadi Mama pernah cerita sama aku Mas, kalau dulu waktu kecil aku sering main ke rumah Mas. Kita sering main bareng"

"Yang bener? Kok Mas gak ingat ya?"

"Dulu, aku Manggil Mas dengan panggilan Mas Anginya Iloh. Mas ingat gak?"

"Mas Anginya Iloh?"

Langit mencoba kembali menyelami ingatan masa kecilnya.

"Kamu, Ai? Gadis kecil yang kalau datang ke rumah, selalu mengikuti saya dari belakang, gadis kecil yang rambutnya selalu dikuncir dua?"

"Iya Mas, aku Ai. Mas udah ingatkan? Dulu waktu kecil, kita sering main bareng."

"Udah, ternyata dunia sesempit ini ya. Kita udah sedekat ini, dan saya gak sadar kalau kamu itu Ai, gadis kecil yang dulu pernah saya janjikan untuk menikahinya ketika kita sudah sama-sama dewasa."

"Mas pernah janji mau menikahi aku? Kok gak ingat yang bagian itu ya, Mas."

"Pernah Ai, saya bahkan pernah ngucapin ini di depan Ummi, konyol kan? Waktu itu saya sampai kena marah sama Mama, karena mengucapkan sesuatu yang belum pantas diucapkan anak sesuai saya, pada saat itu."

"Wah, ternyata Takdir perjalanan kita sangat indah ya Mas. Apa yang Mas inginkan di waktu kecil sudah tercapai saat ini, sekarang kita sudah menikah."

"Iya Alhamdulillah. Lega rasanya, saya telah menapati janji saya sama kamu Ai. Walaupun rumah tangga kita tidak diawali dengan keharmonisan, tapi yang penting sekarang kita sudah berkomitmen untuk memperbaiki segalanya dari awal."

Humairah meletakkan cangkir yang ia pegang ke arah samping, lalu ia menyandarkan kepalanya di atas bahu Langit. Dan, Langit pun meraih jari jemari Humairah, menyatukannya dengan jari-jemarinya.

"Saya cinta sama kamu, Ai."

"Aku juga, Mas."

Langit dan Humairah sama-sama tersenyum, dan sama-sama menatap langit yang menjingga dengan sorot mata yang berbinar.
...
Pak Hamka dan Bu Qonita datang ke rumah Langit dan Humairah, Langit masih terlihat gugup. Karena selama Humairah tidak ada, Bu Qonita selalu marah-marah kepada Langit.

"Alhamdulilallah ya Nak, akhirnya kamu pulang juga. Mama rindu sekali sama kamu."Bu Qonita memeluk Humairah dengan erat.

"Iya Ma, maafin Humairah ya. Humairah gak seharunya pergi tanpa pamit."

"Kamu gak perlu minta maaf Nak, justru harusnya Mama yang harus minta maaf, karena ulah anak Mama yang bandel ini, kamu harus mengalami hal berat seperti kemarin."Bu Qonita menepuk punggung Humairah lembut.

"Kamu udah kasi hukuman belum Nak sama anak bandel ini?"Pak Hamka bersuara, sambil menatap ke arah Langit.

"Papa,"rengek Langit.

"Atau kamu mau mewakilkannya sama Papa?"tanya Pak Hamka berkelakar.

"Udah Pa. Humairah udah kasi hukuman, Hukumannya Mas Langit harus setia seumur hidup sama Aku, Pa."

Ada Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang