Chapter 15

429 41 63
                                    

🥀HAPPY READING'S🥀

.
.
.
.

"Gue juga tau lo lagi hamil. Dan gue bersedia buat jadi ayah dari bayi ini."

Deg.

Untuk kedua kalinya ia terkejut dengan ucapan Daniel.

Bagaimana ia bisa mengetahui ia tengah hamil dan siapa yang memberitahunya?

"Niel, lo tau semua ini dari mana?" Ucap Dinda tergagap. Ia pikir Daniel tidak mengetahui semua ini tapi ternyata dia sudah mengetahuinya—bahkan bersedia menjadi ayah dari bayinya.

Ya Tuhan, terbuat dari apa hati Daniel sebenarnya. Dia begitu baik sekali padanya—kenapa dulu ia tidak pernah melihat kearah Daniel, seseorang yang benar-benar menyayangi dengan penuh keseriusan. Dan ia lebih memilih cowok brengsek yang sudah menghancurkan-nya.

"Lo nggak perlu tau. Gue tau hal ini dari siapa, tapi yang pasti gue beneran serius Dinda sama lo. Gue nggak peduli dengan keadaan lo yang kayak gini, tapi gue mau menerima lo termasuk bayi ini juga." Ucap Daniel membuat Dinda terdiam—bingung harus menanggapinya seperti apa, tapi jujur ia sangat senang ada seseorang yang sangat mencintainya begitu lama. Bahkan perasaan itu tetap sama walaupun sudah beberapa tahun berlalu.

Tapi ia juga tidak mau membebani Daniel dengan keadaannya sekarang. "Niel. Gue merasa nggak pantes buat lo. Diluar sana banyak perempuan yang jauh lebih baik dari gue." Ucapnya.

Daniel berdiri dari duduknya menghampiri Dinda dan memegang kedua tangannya. "Gue nggak suka lo bicara gitu. Lo pantes buat gue, dan gue mau lo Dinda—dari dulu gue mau lo bukan perempuan lain." Jelas Daniel membuat Dinda berdiri berhadapan dengan Daniel bahkan matanya sudah mulai berkaca-kaca mendengar penjelasan Daniel.

"Tapi gue nggak sempurna buat lo Niel. Liat sekarang gue hamil dan lo nggak pantes ngambil peran sebagai ayah bayi ini karena memang lo bu—" Ucapannya terpotong ketika dia menaruh jari telunjuknya tepat dibibir miliknya.

"Gue nggak butuh yang sempurna sebab gue juga punya banyak kekurangan." Ujarnya.

"Dan soal bayi ini. Gue mau menjadi ayah bayi ini walaupun gue bukan ayah kandungnya tapi gue berusaha banget buat jadi ayah yang baik dan bertanggung jawab buat lo dan anak kita."

'Anak kita.' Batin Dinda.

Hatinya seketika berdesir hangat mendengarnya.

"Tapi Niel. Gue merasa nggak pantes menerima semua kebaikan lo. Dan gimana tanggapan orang tua lo—pasti mereka nggak bakalan nerima gue." Tangan Daniel mengelus pipinya, ia bisa melihat betapa tulusnya Daniel padanya.

"Denger, lo pantes buat gue. Soal tanggapan orang tua kita hadapi sama-sama. Gue bakalan berusaha Din buat memperjuangkan lo." Ucap Daniel—membuat Dinda lagi-lagi ingin menangis.

Ia mendekat kearah Daniel dan memeluknya sambil terisak kecil.

Daniel terkejut melihat Dinda menangis dipelukannya. "Eh, kenapa nangis gini. Ada yang salah ya sama ucapan gue." Ucap Daniel khawatir, ia mengelus punggung Dinda lembut mencoba menenangkan.

"Nggak. Gue seneng banget makanya gue nangis." Ucap Dinda sambil mendongak menatap kearah Daniel.

Daniel tersenyum manis kearahnya dan menghapus jejak air mata yang ada diujung kedua matanya. "Nggak boleh nangis lagi ya. Kasian sama anak kita nanti sedih loh." Goda Daniel seketika membuat Dinda tersenyum dengan rona merah yang tertera dikedua pipinya.

Daniel mengelus perut Dinda yang membuncit. "Ini ayah sayang." Lagi-lagi perlakuan Daniel membuat Dinda menangis—ia kembali memeluk tubuh Daniel dan menangis disana.

Sedangkan Daniel mengelus pelipisnya tak mengerti. Apa perempuan sedang hamil selalu cengeng seperti ini.

***

"Please, bantu gue buat ketemu sama Dinda." Ucap Rayn membuat Mala seketika melotot dan tertawa kecil mendengarnya.

Lucu sekali orang ini—setelah semua yang dia lakukan pada sahabatnya dia ingin menemui Dinda.

Oh, sialan.. apa dia belum cukup ingin menghancurkan Dinda.

"Lo nggak punya malu, setelah apa yang lo lakukan sama Dinda selama ini. Dan lo mau menemui dia lagi buat apa lo, apa lo belum puas dengan semuanya." Ucap Mala—tersulut emosi.

Jelas saja jika hal ini menyangkut dengan Dinda maka ia akan marah, apa lagi pada orang yang sudah melukai begitu banyak sahabatnya—dan ia tidak menerima akan hal itu.

"Please Ma." Rayn memohon kearah Mala namun Mala tidak akan pernah luluh akan tatapan memelas itu.

Ia tidak akan memberi kesempatan pada Rayn untuk bertemu dengan Dinda—bahkan ia tidak akan sudi menolongnya.

Sudah cukup dia menyakiti Dinda dan ia tidak akan pernah memberi celah apapun pada Rayn.

"Gue mau minta maaf sama dia."

"Basi." Ketus Mala.

"Urusin aja cewek lo. Dia udah balik kan—urusin aja sanah jangan ngejar-ngejar sahabat gue. Biarkan dia bahagia tanpa kehadiran lo." Ucap Mala berlalu dari sana, buang-buang waktu saja mengurusi cowok tidak bertanggung jawab seperti dia.

"Gue nggak bakalan nyerah buat terus ketemu Dinda." Teriak Rayn—ia menyesal dengan perlakuan itu dan ia akan meminta maaf padanya.

Pada perempuan yang kini sedikit demi sedikit mengisi relung hatinya.

***

TBC!

Kamis—O1 Oktober 2020

.

Tebak ya apa usaha Rayn buat nemuin Dinda? Dan gimana ya sama Ranty?



 Sleep FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang