❌ First Night?❌

289 32 11
                                    

KINANTI POV

Hari ini pernikahan kami berjalan dengan lancar, meski tak ada sanak saudara, namun dihadiri keluarga Hiro dan beberapa rekan kerja. Tak ada kata kata yang mampu menggambarkan betapa bahagia diriku sekarang. Kimono indah sehalus sutra yang dibelikan oleh ibu Hiro menjadi gaun pengantin ku hari ini, sangat cantik.

Kuil itsukusima menjadi saksi saat kami mengucap janji suci sehidup semati. Hiro meneteskan air mata bahagia ketika pendeta Shinto memberikan berkat. Nyanyian dan doa doa yang terlantun dengan bahasa Jepang menjadi akhir dari upacara ini, menandakan kami sudah sah menjadi sepasang suami istri.

Sedari kecil aku selalu berandai-andai, mengenakan kebaya Jawa dengan sanggul dihiasi roncean bunga melati saat aku menikah kelak. Disaksikan oleh Romo, sibu, dan mas Dhanu... Hatiku sakit jika teringat mereka.

Namun tak apa, wata boushi yang saat ini tersemat di kepalaku membawa bahagia tiada tara.

Sebenarnya ada hal yang mengganjal di hatiku sedari tadi, wanita itu terlihat sedih. Wanita yang tempo hari menyandarkan kepalanya di pundak Hiro, suamiku. Yang kutahu namanya adalah Yoshida Naomi. Namun aku tak ingin memikirkannya, ini hari bahagia ku. Aku menikmati detik demi detik serangkaian ritual pernikahan kami, meski terasa begitu asing.

Tamu tamu undangan beranjak pergi, hidekimono bertumpuk dikamar pengantin. Bibirku terasa kaku karena tak henti hentinya menebarkan senyum seharian. Dan disinilah aku berada, di dalam kamar Hiro yang tak pernah kulihat sebelumnya. Ruangan ini dua kali lipat lebih besar dari kamar Hiro di Batavia, nuansa putih membuatnya terasa sejuk.

Kusisir rambutku yang sedikit kusut karena tertutup oleh topi wata boushi seharian. Aku mematut diriku di cermin yang menggantung didekat meja, terdapat gurat lelah. Meja marmer yang semula kosong, berubah menjadi meja rias. Beberapa bedak, pemulas bibir, dan alat riasan sederhana lainnya tertata rapi disana. Ku oleskan beberapa tetes minyak zaitun ke wajah dan leher, juga rambut selepas mandi. Aku memilih memakai piyama tidur berwarna ungu gelap kesayanganku.

Jika boleh jujur, sebenarnya diriku begitu gugup. Aku cukup paham beberapa hal yang menjadi ritual setiap pasangan pada malam pertama mereka. Tapi apakah 'itu' akan terjadi malam ini? Aku bergidik membayangkannya.

Jarum jam tua yang berdiri di sudut ruangan berputar cepat menyamai debaran jantungku. Suara engsel pintu yang terbuka membuat hatiku tak karuan. Kutarik nafas dalam-dalam, dan mengembuskan nya perlahan, mencoba membuang ketegangan yang menjalar tiba-tiba.

"Ehm..." Deheman keras Hiro membuyarkan lamunanku, menarikku kembali kedalam kenyataan. Aku berbalik, tersenyum kiuk kepadanya yang tengah menggaruk kepala. Kimono hitam masih melekat pada tubuhnya.

"Lebih baik aku mandi dulu." ucap Hiro sembari menyambar handuk. Tangannya sibuk memilih pakaian dalam lemari, namun pandangannya tak fokus. Hingga tak menyadari, ia menjatuhkan beberapa lembar pakaian.

Aku terkikik kecil, membuatnya menoleh heran. "Ada apa?" astaga! wajahnya lucu sekali.

"Lihatlah kebawah! Kau menjatuhkan pakaianmu." jawabku sambil memajukan bibir ke arah pakaian yang tergeletak di lantai.

"Ah.. gomen'nasai, nanti akan ku bereskan!" (maaf) jawabnya cepat dan berlalu ke kamar mandi.

Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkahnya yang seperti ini, sebelum cepat cepat beranjak pergi membereskan ceceran baju Hiro. Selesai dengan ini, kubuka lemari sebelahnya, dan wah... isinya seperti surga. Kulihat jajaran novel romantis koleksi terbaru Hiro, benar benar banyak, sangat banyak. Kulihat judulnya satu persatu, semuanya menarik. Namun suatu novel bersampul merah muda menarik perhatianku, dengan cepat ku ambil dari tempatnya. Melihat novel ini, aku jadi teringat tentang buku 'lifde keer terug' yang belum sempat ku kembalikan, dimana ya?

𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐢𝐧 𝐖𝐨𝐫𝐥𝐝 𝐖𝐚𝐫 𝐥𝐥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang