Si Bujang Lapuk Dan Si Kakek

1 1 0
                                    

Sebelumnya terimakasih untuk yang telah mampir di cerpen ini, smekga ada makna yang bisa terambil. Dan maafkan kalo banyak kesalahan dari segi Puebi dan lainnya, masih proses belajar.

_______
Hari itu masih terlampau siang, jalanan bahkan masih sibuk menghadirkan rentetan besi beroda yang berlalu lalang entah kemana arah tujuannya.

Dan di sanalah si Bujang lapuk bersandar, di tiang halte tepi jalan. Mengibaskan tangannya sehingga timbul udara kecil yang mampu menutupi kegerahannya walaupun hanya sepersekian kecil ia rasa.

Matanya menelisik jalan dengan tatapan tak ada jiwa, bukan yang hidup untuk diambil dan dipelajari melainkan sebuah gambaran yang lebih indah tuk ditonton gratisan ya walaupun kabur-kaburan karena kadang-kadang suara bising ikut menimpali.

Tangannya pun berhenti, semua raganya seakan membeku saat ia semakin terpaku dengan apa yang ia pikirkan.

Entah berapa detik dan menit yang si Bujang habiskan dalam lautan khayalannya. Namun terik dari matahari semakin menyengat, suara lantunan kitab pun mulai mencuat terbawa udara untuk menentramkan bumi walau sejenak.

Hingga lantunan ayat itu berganti menjadi seruan kepada para umat untuk segera bergegas melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya. Tetapi seruan-seruan yang terus bergilir dari satu toa ke toa lain tetap ia hiraukan dengan terus menonton hiburan di dalam Pikirannya.

Sampai seruan itu hilang dan matahari semakin berputar meredupkan cahayanya yang sempat terasa benar-benar panas bagi orang yang sedang berlenggang di bawahnya.

Mobil-mobil terus melaju saling berlawanan arah, tetapi hal itu tak berpengaruh pada si Bujang lapuk.

Dan saat itu, ketika waktu mulai berlalu halte tempat ia berteduh sekaligus tempat ia menonton pikirannya telah diserbu beberapa orang untuk sekedar menunggu bus angkutan dan berteduh pula.

Tanpa permisi seorang Kakek tua dengan kulit keriput dibalut kulit berwarna hitam yang terbakar sang Surya, duduk di samping sang Bujang. Sambil menyimpan tumpukan koran-koran yang belum laris diburu pembeli. Sang Kakek pun meraih peci hitam yang kemerah-merahan di setiap ujungnya, lalu dikibas-kibasnya untuk memunculkan sebuah udara yang dapat menghalau rasa panas diwajahnya. Pria setengah Abad itupun menoleh pada sang Bujang, tersenyum sendiri saat pikirannya melayang.

Masih muda kok yok melamun, pikirnya.

"Gak kerja dek?" Kakek itupun bertanya tanpa ragu, namun si Pemuda terdiam. Si Kakek kembali tersenyum dengan pandangan yang memilih melihat ke arah jalan. Lalu tangannya meraih satu koran ditumpukkan paling atas, dan sebuah pulpen yang berada di saku baju lusuhnya. Kemudian Kakek itu beranjak, mengambil kembali tumpukan koran jualannya. Tetapi sebelum ia pergi menjajal koran-korannya, satu koran yang ia tulis dengan pulpen merah hari itu ia berikan pada si Bujang.

"Dek bangun!" Si pemuda nampak tersentak, tatapannya begitu bingung saat seorang Kakek hadir mengagetkannya.

"Ni korannya dek."

"Hah." Si Bujang tentu bingung, ia merasa sedang tidak tidur tetapi mengapa Kakek itu malah memerintahkannya untuk bangun, dan ia tak mengerti lagi saat si Kakek memberikannya sebuah koran.  Sudut mata si Bujang mengekori si Kakek yang telah pergi, lalu matanya kembali terjatuh pada koran.

Banyak lingkaran merah di setiap judul berita koran tersebut hingga menyusun sebuah kalimat. Dan beberapa centang pada sebuah iklan yang terpampang dikoran.

Ada banyak peluang untuk mendapatkan uang, tentunya mudah untukmu yang masih muda. Selagi tidak melenceng dari aturan tuhan.

Dan beberapa centang itu bertanda di setiap iklan lowongan pekerjaan.

Sang Bujang menoleh ke arah di mana si Kakek pergi. Rupanya punggung tua itu sudah tak terlihat dan mata Si Bujang kembali melihat sebuah kalimat yang tertulis lumayan jelek.

Kalo melamun terus kapan bertindaknya!

Dan mata yang sempat dirasuki fantasi keluarga bahagia itu seketika sirna oleh kenyataan bahwa ada jalan yang harus dilalui untuk mendapatkan apa yang telah terbayang itu. Dan si Bujang sadar itu, bahwa apa yang dia khayalkan tak akan bereinkarnasi jika ia tak segera bertindak untuk memperolehnya.

Dan tuhan pun tak tidur untuk terus memperhatikannya yang  sedang diperbudak bayang-bayang pikiran.

Sampai Si Bujang bangkit dan menghela nafas sesaat sebelum akhirnya ia beranjak pergi untuk menggapai sesuatu. Yang ingin ia wujudkan, dengan wajah berseri menanti esok pagi untuk memulai semua prosesnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 01, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Mari Kita MenengadahWhere stories live. Discover now