3. Citra Yang Angkuh

71 5 1
                                    

"Totalnya enam juta tiga ratus ribu"

Citra mengangguk, ia pun menyerahkan kredit card yang sebelumnya sudah ia siapkan untuk membayar semua barang belanjaannya.

Sang kasir pun mulai memproses kredit card tersebut, "Satria yang lain pada makan dimana?" Tanya Diva yang terlihat sedang menunggu giliran untuk membayar barang belanjaannya di meja kasir. Saat ini mereka berdua sedang berbelanja ria di salah satu pusat perbelanjaan terbesar ibukota.

"Paling juga di cafe yang tempat biasa kita kumpul" jawab Citra.

"Cit, belanjaan Lo banyak banget, gak takut di omelin bokap lo apa?" Tanya Diva yang merasa bahwa Citra terlalu berlebihan dalam berbelanja. Karena ia saja tidak berani belanja sebanyak itu.

Citra tersenyum enteng, "Santai aja, gua gak pernah di marahin bokap cuma karena masalah uang, baginya ini tuh uang yang sedikit. Lo kan tau gimana tajirnya bokap gua"

Diva tersenyum dan mengangguk. Tapi ada yang beda dari tatapan matanya, seolah ia kesal pada Citra yang terkesan menyombongkan diri dihadapannya.

"Dasar sombong" desisnya pelan agar tidak di dengar Citra.

Beginilah Citra yang punya hobi berbelanja, ia tidak sungkan sungkan untuk menghabiskan uang dalam jumlah yang besar dan itu hanya untuk sekali berbelanja. Tidak ada yang bisa mengikuti cara Citra yang bisa berbelanja sesuka hati, sekalipun Diva. Karena orang tua Diva memang tidak sekaya orang tua Citra.

*********

-Cafe-

Citra dan Diva memasuki sebuah cafe yang dimana Satria dan teman-teman lainnya sedang menunggu mereka. Cafe ini bukan cafe biasa, hanya orang orang berkelas yang bisa nongkrong dan makan disini.

Citra duduk tepat di sebelah Satria, sementara Diva mengambil posisi di tengah tengah Gerry dan Chiko. Kelimanya memang menjalin persahabatan yang dekat, maklum orang tua mereka juga sudah bersahabat sejak lama. Mengenai Satria dan Diva, mereka adalah saudara kembar.

"Chiko tadi ngebahas soal Villa baru milik bokapnya, kata dia kapan kapan kita boleh main kesana" Gerry memulai obrolan.

"Oh iya? Yaudah, ayo kapan? Udah lama nih kita nggak liburan" Diva menanggapi dengan antusias.

"Gua nggak ikutan deh" Citra angkat suara sambil melihat buku menu yang ada di meja.

"Kenapa?" Tanya Diva.

"Gua harus fokus belajar, olimpiade matematika kan bentar lagi. Gua harus dapat juara di olimpiade itu"

Diva mengangguk paham, Satria menatap gadis cantik di sampingnya sambil melirik barang belanjaan milik Citra yang cukup banyak. Satria pun jadi jadi teringat sesuatu.

#FlashbackOn

"Apa? Perusahaannya Sammy terancam bangkrut? Yang bener aja Taufik? Kalo perusahaan Sammy sampe bangkrut, besar kemungkinan mereka bakal jatuh miskin dong" Tanya Nella, ibunda Satria dan Diva. Saat ini ia dan suaminya sedang duduk di ruang keluarga dan tengah serius membahas orang tuanya Citra.

Taufik mengangguk, pria yang merupakan ayahnya Satria dan Diva itu tampak sedih, "Aku kasihan sama Sammy, aku mau bantu dia. Tapi perusahaan kita juga lagi sulit. Semoga mereka bisa melewati krisis ini"

"Putrinya pasti shock kalo mereka sampe jatuh miskin"

"Semoga itu nggak terjadi"

Nella mengangguk. Diam diam dari balik dinding pemisah antara ruang tengah dan ruang tamu Satria mendengar percakapan mereka. Ia mendengar kabar itu, kabar bahwa Mama dan Papa nya Citra sedang punya masalah besar.

Bunga Yang TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang