Hunter

718 113 10
                                    

Luhan sedang melakukan hal kesukaannya,  mencuri-curi pandang pada cowok ganteng yang berada tidak jauh di depannya.

Melihat, mengintip, mengikuti dengan diam-diam setiap kali cowok itu bergerak. Ya, Luhan melakukannya lagi hari ini, menguntit Sean.

Sean kelihatan ganteng banget hari ini, rambut yang disisir ke belakang membuat siapa saja bisa menikmati keindahan jidat yang Sean punya. Ingin rasanya Luhan marah pada Sean karena sudah membuat mata-mata nakal juga ikut melirik padanya, tapi apa daya? Luhan hanya sebuah flat shoes, nggak punya hak. Huh, entah kapan dapat ia katakan perasaannya pada Sean.

Luhan liat Sean yang tadinya berbincang dengan para temannya kembali berjalan, entah pergi kemana kali ini.

Dengan hati-hati dan tetap menjaga jarak, Luhan mengikuti Sean lagi. Bertingkah seperti seorang reporter profesional yang menguntit artis-artis ternama, Luhan berkelit, bersembunyi, tapi tetap dapat menyimpan Sean dalam pandangannya.

"Mau ke mana dia?"

Luhan bertanya sendiri. Dia melihat Sean pergi ke arah kawasan sepi sekolah. Biasanya kawasan itu dipakai oleh murid-murid yang rajin membolos kelas, merokok dan kegiatan lain yang dilarang sekolah. Nggak mungkin, kan, Sean mau begitu juga?

Di sisi lain, Sean tersenyum saat melihat teman sekelasnya datang dari arah berlawanan, cewek, Meli namanya. Teman cewek Sean ini sedikit spesial, yang Sean tahu juga menjadi salah satu perokok aktif di kelasnya.

Sean terlihat bicara dengan Meli, entah apa, Luhan nggak tahu. Dia juga nggak bisa mendengar dari jaraknya sekarang. Jangan bilang Sean ke sini hanya untuk bertemu dia? Woah.. Nggak bisa dibiarin. Yang Luhan tatap dengan tajam cewek barusan, terlebih saat cewek itu sengaja menabrakkan dirinya pada Luhan.

"Eh, jalan pake mata dong!" Omelnya.

"Gimana caranya jalan pake mata? Jalan itu pake kaki kali." Meli nggak mau kalah.

"Congkel mata lo pake jalan!" Luhan ngegas. Kesel dia tuh.

Meli malah terkekeh. Dih, aneh! Nyinyir Luhan dalam hati.

"Ngapain lo ke sini? Mau ngerokok juga?"

Luhan melotot, enak aja! Mana berani dia. Baru juga Luhan mau buka mulut buat jawab, Meli sudah ngomong lagi,

"Kalo iya, bagi satu dong. Habis nih punya gue."

Idih.. lagu super junior aja. Kalaupun punya, nggak bakal Luhan kasih. Sesensi itu dia sama cewek yang ngomong sama Sean tadi.

Tau lagu super junior? Iya, Sorry sorry.

Melihat wajah lucu Luhan, Meli kembali terkekeh, "Apa ngikutin Sean?"

O'ho... Saat itu juga Luhan berdeham, jangan bilang Meli tahu? Nggak! Nggak boleh. Tapi ngomong soal Sean, ke mana dia? Luhan mengumpat dalam hati, sial gara-gara cewek ini dia jadi kehilangan jejak Sean. Luhan bergegas, tapi sebelum pergi dia katakan, "Nggak, ya. Gue emang mau ngerokok. Tapi gue nggak mau ngasih lo, gue orangnya pelit."

Luhan pergi, meninggalkan Meli yang menggeleng di tempatnya. Luhan itu sangat mencolok, bahkan Sean tahu dia sedang menguntitnya. Tadi Sean minta tolong padanya untuk mengalihkan perhatian Luhan. Ckck ada-ada saja, pikir Meli.

***

Tau nggak, rasanya jatuh di depan banyak orang itu seperti apa? Atau pernah nggak merasakan pas kamu belanja sesuatu, waktu sudah mau bayar, ternyata total belanjaan kamu lebih banyak dari uang yang kamu bawa? Gimana rasanya? Sedikit malu? Malu? Atau sangat malu?

Warna Untuk Pelangi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang