4 | Messy Hair

410 3 0
                                    

Fana terjingkat saat ia tak sengaja menyenggol pemicu ledakan yang ada di handle brankas. "O'ow, sumpah guys gua ga sengaja," aku Fana sedikit takut.

"Lari!" Ega berteriak kemudian membuka pintu apartemen disusul Rena dan Fana lalu menutupnya kembali, "oke, relax, kita turun lewat lift!" sambung Ega membuat kedua temannya terheran-heran.

"Tenang, asal kalian tenang kita ga bakal dicurigain siapapun. Dinding apartemen itu gak mungkin hancur, peledaknya pasti didesain hanya untuk merusak isi apartemen, bukan gedungnya." Ega menjelaskan kemungkinan yang terjadi sambil terus berjalan menuju lift. "Kita aman selagi kita di berada di luar ruangan itu." Rena dan Fana hanya bisa mengangguk sambil membuntuti Ega.

Mereka masuk ke dalam lift langsung menuju front hall untuk menjemput sahabat mereka. Sampai di lokasi yang dituju mereka langsung memberi isyarat pada Geo dan Zion yang masih berkelahi di antara banyaknya security yang berusaha melerai mereka. Rena mengambil jepit rambutnya lalu melemparkannya tepat ke arah balon yang ada di suatu pesta ulang tahun anak, hingga meletus. Itu isyarat untuk memberitahu Geo dan Zion bahwa mereka sudah harus menyelesaikan misi itu. Mereka mengetahui jadwal acara di sana karena salah satu anggota Potablood bekerja di apartemen tersebut.

Boom!, terdengar suara ledakan yang berasal dari lokasi yang baru saja mereka kunjungi. Itu membuat beberapa security lari menuju lokasi, sedangkan Geo dan Zion berpura-pura berbaikan agar terlihat tidak mencurigakan. Mereka pergi ke arah yang berbeda, sedangkan tiga remaja tadi sudah masuk ke dalam mobil. Hagai langsung melajukan kendaraan itu, sebelum kembali ke markas Hagai menjemput Geo dan Zion di dua tempat berbeda.

"Asli seru banget anjir gue mau ikut ekskul drama aja deh, haha," seru Zion sambil membenarkan posisi pakaiannya. "Gue berantem sama Geo tapi tonjok-tonjokannya sama security," seisi mobil tertawa kecuali Rena. Ia sangat khawatir karena sempat melihat Ari sedang berlari dari tangga darurat saat dirinya hendak masuk lift.

~•*•~

Misi kali ini berhasil tapi ternyata bukan flashdisk tersebut yang di inginkan klien. Misi ini adalah misi yang ditugaskan seorang koruptor untuk mengambil barang bukti rekamannya saat sedang melakukan transaksi gelap. Namun pihak yang merekam jauh lebih cerdik karena sudah menyalin rekaman tersebut dalam flashdisk lain.

Sebenarnya kejanggalan sudah bisa di lihat kalau apartemen itu hanyalah pengalih perhatian, contohnya saja si penjaga yang belum mati padahal seingat Rena orang tersebut terperangkap dalam ruangan itu sesaat sebelum ia meninggalkan lokasi. Peledak yang disimpan pihak perekam dalam wallpaper, ternyata dirancang hanya untuk menakut-nakuti, tidak terlalu berbahaya. Lokasi yang sudah dijamah musuh harusnya berpindah, tapi ini sama sekali tidak walau semeter pun.

Tapi misi tetap misi, akhirnya dianggap selesai karena sudah mencapai sesuai tujuan awal. Tidak peduli apapun yang terjadi pada klien walaupun diminta melakukan misi tersebut lagi, mereka tetap menolak karena terlalu membahayakan keselamatan geng mereka. Akhir cerita geng Potablood bebas dari tekanan polisi dan koruptor busuk tersebut, mereka berencana membuat pesta di markas malam ini.Rena menolak halus ajakan Fana untuk ikut pesta, ia memilih pulang dan menenangkan diri. Walaupun Devo memaksa Rena untuk tetap tinggal, Rena teguh pada pendiriannya.

Sore itu langit terlihat cantik saat matahari hendak beristirahat. Warnanya jingga berpadu ungu, sangat cantik. Suasana kota di tahun itu juga belum terlalu ramai, lampu toko mulai menerangi jalanan. Suhu di sekitarnya mulai menurun seiring memudarnya penerangan dari matahari. Perasaannya sangat tidak nyaman setelah membunuh beberapa orang yang tak memiliki kesalahan kepadanya. Rena berjalan kaki menyusuri trotoar kota, sesekali berhenti untuk duduk karena otaknya tak kunjung berhenti memikirkan mayat-mayat yang bergeletakan itu. Saat ia hendak bangkit untuk kembali melangkah tangannya dicekal oleh seseorang, refleks Rena menarik tangan tersebut lalu memutar lengannya hingga terpelintir, tangan Rena yang lain mencekik leher orang itu "Ah, ini Ari, Ren!"

Rena terkejut lalu menjauhkan tangannya dari Ari. Ari mengaduh ringan, mengelus lehernya yang sedikit sakit akibat cekikan Rena. Rena membalikan tubuh Ari untuk berhadapan dengannya.

"Lo ngapain di sini?" tanya Rena melotot.

"Kamu sendiri?" jawab Ari mengembalikan pertanyaan.

"Gue mau balik, by the way sorry gue refleks,"

"Oh, gapapa, kamu keren haha," Rena mengernyit lalu membuang muka, lebih memilih menatap jalanan.

Mereka lalu berjalan bersama, diam sepanjang jalan.  Ari mengikuti kemanapun arah Rena, anehnya Rena tak keberatan karena ia pikir mungkin kebetulan jalannya sama. Hingga saat Rena berhenti di depan rumahnya Ari juga ikut berhenti. Rena berkacak pinggang lalu mengamati Ari dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Lo ngikutin gue?" Ari tersenyum lebar lalu mengangguk, "main boleh kan?" tanya Ari senang.

Selama ini tidak ada yang tau rumah Rena selain anggota gengnya, bahkan orang tuanya pun tidak tahu menahu tempat tinggalnya sekarang. Kini seorang laki-laki biasa yang sebaya dengannya, malah dengan gampang mengetahui rumahnya tanpa perlu bersusah payah mencari. Tak ada pilihan lain akhirnya Rena mengangguk, membuka gerbang rumahnya lalu masuk kedalam rumah disusul Ari setelah menutup pagar kembali.

Suasana rumah Rena sedikit menyeramkan tapi sangat artistik, dinding rumahnya penuh oleh kertas bergambar logo-logo band rock classic, lampunya pun kuning redup mencerminkan nuansa tenang. Tidak ada sekat yang memisahkan ruangan satu dengan lain, semua jadi satu kecuali kamar mandi. Ada berberapa tanaman yang mudah dirawat untuk melengkapi keindahan tempat itu. Sofanya berwarna coklat tua dibaluti beberapa selimut yang terlipat tidak teratur. Ari duduk di sofa tersebut sambil mengamati atap langit-langit yang penuh dengan kaset. Bisa dibilanh rumah Rena adalah paduan modern dan vintage yang sempurna.

Rena mengaitkan jaketnya di belakang pintu kemudian berjalan ke arah dapur, membuatkan teh manis hangat untuk Ari. Dari tempat duduknya Rena terlihat sangat anggun dalam melakukan kegiatannya disana, Ari terpesona kesekian kalinya. Rena kembali dari dapur lalu meletakan satu cangkir teh di hadapan Ari, sedangkan ia memegangi botol wiski. Ari tampak terkejut tapi ia berusaha bersikapnseolah tak terjadi apa-apa. Rena menenggak setengah isi botolnya tanpa memperdulikan ekspresi Ari.

"Orang tua kamu dimana?" Ari heran karena ia tidak menemukan ruangan lagi selain kamar mandi.

"Tehnya keburu dingin," saut Rena sama sekali tak berniat menjawab pertanyaan Ari. Atas perintah Rena akhirnya Ari meminum teh hangatnya tak berniat menanyakan hal itu kembali.

"Oiya, eheum, e-," Ari berbicara ragu.

"Gagap lo?"

"Eng- engga, kamu waktu pertama kali ketemu bilang nanggung-nanggung gitu, maksudnya apa?" Ari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, akibat saking bingungnya ia membuka pembicaraan.

"Lo nanggung banget kelas XII baru pindah, bentar lagi kan lulus." Rena menenggak kembali botol wiskinya habis, efek sampingnya akal sehat Rena semakin berkurang. Ari semakin terkejut dibuatnya, tapi ia lebih memilih tidak peduli "Oh, kirain nanggung apa, itu karena ayahku pin-" ucapan Ari terpotong saat tiba-tiba Rena membaringkan kepalanya di paha Ari.

Rena menggeliat, perutnya terasa mual ia hendak muntah. Ari yang bingung akan kejadian yang tiba-tiba ini hanya bisa menahan badan Rena agar tak terjatuh ke lantai. Rena tidak jadi muntah, ia bangkit lalu memegangi paha Ari, merabanya hingga keatas pundak. Ari diam terpaku, sentuhan Rena membangkitkan sesuatu dalam dirinya.

Tangan Rena tak berhenti meraba tubuh Ari, dari mulai leher, dada kemudian turun ke perut hingga akhirnya mendarat di kemaluan Ari yang masih tertutup celana. Ari tersentak ,"Rena kamu mabuk," ucapnya lirih. Rena tak menggubris justru sekarang ia duduk di pangkuan Ari, mengacak-acak rambut Ari sambil tertawa. Setelahnya Rena tiba-tiba berhenti, menatap sendu mata Ari, mendaratkan tangannya di dada bidang laki-laki itu. Ari yang sedari tadi diam akhirnya tak tahan, ia mencakup kedua pipi Rena menggunakan kedua tangannya lalu mencium bibir gadis itu lembut. Sangat lembut hingga Rena merasa hanyut, memaksa diri untuk membalas ciuman Ari. Tangannya menyelip masuk ke dalam kaos Ari, mengusap punggung Ari hingga terdengar erangan dari mulutnya "Aah..," . Rena tersenyum sambil menggigit bibir bawahnya, lalu kembali mencium lembut bibir Ari yang terasa manis.

•••

Hayo ngaku yang belum cukup umur🤔, buruaan ganti cerita, karena adegan  begini bakal banyak☺️😇❤️🔫

Osadha [+17]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang