29. SELALU DI SINI

1.9K 274 374
                                    


Putar mulmednya 😚😚😚

💖💖💖💖

"Heyy ... ada apa, Ayy?" Gue mendekat padanya.

Aya masih diam. Wajah murungnya kian kentara saja.

"Ga pa-pa. Bilang aja, Sayang ...." Gue mencoba meluluhkan keraguan dia.

Tiba-tiba Aya berbalik membelakangi gue. Menutup wajahnya dengan kedua tangan dan mulai menangis.

Nah, apa gue bilang. Pasti ada sesuatu yang bikin dia risau. Entah masalah apa, yang jelas keliatannya cukup berat. Melihat dia sangat tertekan seperti ini.

Rasa lelah gue menguap seketika. Sakit dan pegal di sekujur badan ga ada artinya dibanding rasa sakit ngeliat orang yang paling gue sayang nangis kayak gini.

Gue mengusapi punggungnya perlahan. Merasakan tubuh Aya bergoncang pertanda tangisnya yang kian hebat. Suara isakannya makin jelas terdengar.

"Aya ...." Gue jadi makin khawatir. Ikut merebah di belakang dia.

"Sini, sini ...." Gue mengarahkan tubuhnya agar berbalik menghadap gue.

Aya menurut. Tapi masih menutup wajahnya dengan telapak tangan. Gue mencoba menyingkirkan tangannya itu dengan hati-hati.

Tampaklah wajahnya yang basah bersemu merah. Dia tak berani menatap gue.

Gue menghapus air matanya yang terus berderai. Enggak mau banyak tanya dulu. Memberi dia waktu untuk meredakan tangisnya.

Setelah Aya agak tenang, barulah gue angkat suara.

"Ada apa?" Gue menatapnya seteduh mungkin dalam posisi kami yang berbaring miring saling berhadapan.

"Maaf. Harusnya aku enggak datang ke sini sekarang. Aku tau kamu pasti lagi capek banget. Tapi aku enggak tau mau ke mana kalo enggak datang ke kamu, No," ucapnya masih tersendat.

Gue hanya tersenyum. Mengelus rambutnya yang masih basah dan berantakan.

"Aku selalu di sini buat kamu. Bukan cuma di waktu kamu sedang bahagia, tapi saat kamu dalam keadaan paling buruk sekalipun." Gue meyakinkannya.

Aya meredupkan pandangan. Seperti menahan tangis lagi. "Kayaknya hanya kamu yang mengharapkan aku di dunia ini," katanya kemudian.

Aahh ... kenapa dia berpikiran begitu? Persis sama kayak gue yang selalu berpikir kalo hanya dia yang mengharapkan keberadaan gue di dunia ini.

"Siang tadi, ada pertemuan wali murid di Sekolah aku. Mama enggak bisa hadir karna dia ada acara sama temen-temennya. Papa udah janji akan datang, tapi di jam yang ditentukan tiba-tiba dia nelfon aku dan ngebatalin janjinya. Papa bilang dia lagi sibuk. Ga ada waktu. Jadi enggak ada yang datang buat aku di pertemuan wali murid itu." Aya memulai ceritanya.

"Kamu kecewa karna mereka mengabaikan acara sekolah itu?" tanya gue.

Aya menggeleng. "Bukan." Dia menghapus air matanya yang mulai menetes lagi.

"Bukan itu yang bikin aku kecewa. Itu sama sekali bukan masalah. Aku udah biasa diabaikan sama mereka. Aku udah biasa ga dianggap sama mereka. Tapi tadi itu keterlaluan banget, No." Aya terisak lagi. Beberapa saat dia menjeda ceritanya.

"Sepulang sekolah aku sama temen-temen pergi nonton," lanjutnya. "Dan di Bioskop aku liat Papa sama istri muda juga anak mereka ...."

Gue terhenyak mendengar pengakuan Aya itu.

"Papa batalin janji yang sudah dia buat sama aku begitu mudahnya. Dia selalu menolak aku dengan beribu alasan yang dia punya. Ok. Aku enggak apa-apa. Tapi apa adil, kalo dia mengingkari janjinya sama aku hanya untuk pergi nonton sama keluarga simpanannya itu? Ha? Apa itu adil? Tadi itu aku yang lebih butuh dia." Aya terpekik lagi.

TENTANG ENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang