5 | Are you sure?

385 7 1
                                    

Ari tak tinggal diam tangannya menekan pinggang Rena agar semakin merapat padanya, seraya meremas lembut pantat Rena berlanjut sampai pahanya. Mereka masih terus bercumbu, tidak membiarkan bibir mereka lama-lama terpisah.

Ari membanting badan Rena pelan ke sofa, hingga posisi mereka bertukar karena sekarang Ari yang memimpin diatas. "Rena, kamu gak sadar," ucap Ari di sela ciumannya, kini badannya ada diantara kedua kaki Rena. "Kalau begitu manfaatkan," Rena menjawab saat ciuman Ari berpindah ke lehernya ,"Ehmm.., Ari."

Ari tersadar saat mendengar jawaban Rena, ia bangkit memeluk serta mengangkat tubuh gadis itu, menatapnya dalam  kemudian melumat bibir Rena sekali lagi. "Ini salah." Ari melepas pelukannya.

Rena menatap tak mengerti, tiga per empat pikirannya ingin melanjutkan, sedangkan satu per empatnya tidak. Tak peduli akan hal itu, Rena kemudian menciumi leher Ari sambil tangannya berusaha menarik ke atas kaos Ari. Meraba perut Ari sebentar lalu kembali melumat bibir Ari, sesekali menelusupkan lidahnya. Tapi tidak ada gerakan yang berarti dari Ari, ia hanya diam dan berusaha mencegah kaosnya terlepas.

Rena mengernyitkan kening tak paham, kenapa laki-laki di hadapannya berhenti mencumbunya padahal sebelumnya sangat menginginkan dirinya. Akhirnya Rena menyerah, memilih tetap memeluk dan menyandarkan kepalanya di dada Ari. Terdengar detak jantung laki-laki bermata coklat muda itu sangat cepat.

"Maaf," Ari membalas pelukan Rena lalu membaringkan tubuh mereka berdua di sofa. Rena menatap mata Ari terus menerus sambil tersenyum, "aku suka rambutmu yang begini, berantakan hehe."

Ari terkekeh, mengusap lembut pipi sampai belakang telinga Rena. Gadis berambut coklat gelap itu memejamkan matanya, merasakan sentuhan Ari. Membuka matanya kembali kemudian terkejut mendapati seseorang yang sedang di peluknya bukan Ari melainkan Girga. Rena berteriak, Ari terkejut saat Rena mendorong tubuhnya, ia bangkit dan berlari menuju jaketnya untuk meraih pistol.

"Ngapain lo disini?!" pistol tanpa peluru itu ia arahkan kepada Ari.

"Rena kamu kenapa?" Ari bangkit berusaha mencegah Rena menarik pelatuk itu, tapi teriakan Rena makin kencang menyuruh Ari untuk tetap duduk di tempat.

"Gue bilang putus, Girga! gausah ganggu hidup gue lagi bangsat!"

"Hei, ini Ari!" ia menghampiri Rena tak memperdulikan acungan pistol ,"sadar Ren ini gue."

Rena menarik pelatuk, tapi tentu saja tidak terjadi apa-apa karena isi pelurunya habis untuk misi yang telah ia selesaikan tadi. Mendapati hal itu Ari langsung memeluk Rena, ia menolak tapi tenaga Ari lebih kuat, kemudian Ari menuntunnya kembali ke sofa.

Beberapa saat kemudian Rena kembali sadar bahwa laki-laki di depannya adalah Ari bukan Girga. Ia menangis sejadi-jadinya berulang kali meminta maaf pada Ari yang memaklumi kondisinya sekarang. Tubuhnya mengginggil, ia tak henti-hentinya menangis di pelukan Ari. "Jangan pergi," pinta Rena, sejurus kemudian Ari mengangguk mengiyakan.

"I'am with you, don't be afraid!" bisik Ari mengeratkan pelukannya hingga mereka berdua tertidur.

~•*•~

Cahaya mentari mengintip ke dalam ruangan melalui sela-sela gorden yang tak sepenuhnya tertutup. Hari ini hari Sabtu, suasana sedikit ramai di luar karena banyak orang yang pergi menghabiskan waktu akhir pekan bersama keluarganya.

Ari telah bangun lebih dulu demi membuat jus jeruk untuk teman spesialnya. Dirinya tersenyum saat mengingat kejadian semalam, ciuman itu. Kadang Ari sampai lupa apa kegiatan yang sedang dilakukannya sekarang akibat terus memikirkan kejadian itu. Seperti saat ia bingung kenapa sekarang ia memotong jeruk menjadi sepuluh bagian. Pikirannya juga tak lepas dari pistol yang digunakan Rena saat panik. Kadang Ia sungguh-sungguh tak mengerti apa yang terjadi dan mengapa.

"Ngapain lo senyum-senyum?" tiba-tiba suara itu muncul mengejutkan Ari. Gadis itu mengambil jus jeruk yang sudah jadi dari tangan Ari, ia meminumnya sambil memegangi kepalanya yang terasa sangat pening. Rena baru menyadari betapa tampannya laki-laki itu. Ari tetap tersenyum tidak menjawab apa-apa, karena memang sejujurnya tak perlu dijawab kan?.

"Selamat pagi, Litani."

"Hm," Rena kembali ke sofanya lalu menyalakan televisi, ia menekan remot untuk terus mengganti channel. Tak pernah ia merasa semalu ini sebelumnya, Rena memang mabuk semalam tapi dia tidak amnesia. Astaga! Rena merasa sangat bodoh.

"Mau makan?" tanya Ari dari dapur, "emang ada makanan?" saut Rena bertanya kembali, Ari hanya menggeleng. Ia sudah mengecek lemari es tapi tidak mendapatkan apapun kecuali beberapa botol wiski dan jeruk yang sudah habis ia buat jus.

"Aku bisa ke pasar sebentar, beli sayur, suka?" Rena mengangguk sembari mengalihkan pandangannya dari televisi, ekspresinya seperti ingin menanyakan sesuatu namun sudah dijawab, "aku bisa masak, tapi rasanya tebak sendiri, hehe." Ari nyengir tak berdosa, ia meraih jaketnya lalu beranjak keluar.

"Wait!, pintunya gue kunci." Rena berlari kecil menyusul sambil memasukkan kembali pistol dari meja ke jaketnya tanpa diketahui Ari. Ia merogoh kantong lainnya untuk mencari kunci, hendak membuka pintu, tapi rasanya susah sekali. Ari mengambil alih kunci itu dari tangan Rena, wajahnya tertunduk fokus menuju kunci hingga tidak menyadari jarak yang begitu dekat dengan wajah Rena. Entah apa yang ada dipikiran Rena ia menarik wajah Ari pelan, menatap ekspresi bingung Ari, keduanya diam selama beberapa detik hingga akhirnya Rena mencium bibir Ari dalam. Tak ada gerakan yang pasti, tidak juga terburu-buru. Ari sangat terkejut sebelum akhirnya ia larut dalam lumatan bibir Rena.

Ari mengangkat tubuh Rena lalu menggendongnya, menimbulkan kekehan diantara keduanya. Sambil masih terus mencium Rena, ia mendudukkan dirinya di sofa. Menikmati setiap lumatan yang diberikan Rena lalu membalasnya.

Perasaan itu muncul secara tiba-tiba, tanpa diminta. Tanpa bisa memilih dan dipilih.

Rena melepaskan jaket Ari disusul kaosnya, meraba halus kulit yang jarang terekspos. Ia melepas ciumannya lalu beralih ke telinga Ari, menjilat daun telinganya kemudian berbisik "let it be!". Ari tersenyum lalu membuka kancing kemeja Rena satu persatu sambil menciumi pelan leher gadis itu. Ia terhenti sejenak saat melihat pemandangan yang bersembunyi di balik kemeja Rena, terdapat tato di atas tulang selangka gadis yang memakai bra hitam tersebut kemudian kembali melumat bibir bawah Rena lembut.

Rena berdiri melepas celana jeans miliknya, lalu beralih membuka kancing dan resleting celana Ari sambil terus menatap mata tajamnya. Kini televisi yang menonton kegiatan dua remaja yang sedang dimabuk cinta.

Rena kembali menempatkan diri di pangkuan Ari menggigit kecil bibir atas Ari, "Enghh.." Ari tersenyum disela ciumannya, tangan besarnya meraba perut hingga ke bagian atas Rena, meremas lembut payudara sedangnya hingga terdengar lenguhan dari bibir gadis misterius itu. Tangan jailnya kini menggapai pengait bra lalu membukanya dengan sangat mudah.

"Ternyata Ari Bumantara jauh dari kata culun," ejek Rena sambil mengangkat sebelah sudut bibirnya. "Naluri laki-laki," jawab Ari tak mau kalah.

Rena melanjutkan aksinya yang sempat tertunda, melepas seluruh pakaian Ari yang tersisa hingga laki-laki itu kini telanjang bulat. Menciumi dada bidang Ari membuatnya betah, wanginya terasa lembut, hingga hasratnya mengingingkan lebih. Ari melepas bra Rena, menampikan kedua payudara gadis blasteran itu. Kini kegiatan itu berjalan dengan  kondisi sadar diantara keduanya, tidak dipengaruhi oleh alkohol ataupun sejenisnya.

"You want me to stop?" Ari bertanya meyakinkan  keinginannya, "stop, if you really want to go to the market." Ari tak menjawab, mereka berdua tersenyum lalu kembali bercumbu. Semua berjalan pelan tapi pasti, keduanya sama-sama tak mau terburu-buru. Menikmati setiap sentuhan demi sentuhan.

Sekaranv keduanya telanjang bulat, "Are you sure?" Ari kembali bertanya, "yes! I really fucking sure." Kini mereka tidak lagi bercumbu, Ari telah melepaskan keperjakaannya. Rena sedikit kesakitan saat baru saja dimulai, namun rasa sakitnya semakin lama menghilang. Desahan mereka saling bersahutan, mengalahkan suara televisi yang masih menontoni mereka.

•••

vote, comment, share!🤐

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Osadha [+17]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang