TAGS : minor character death, mahae as parent who have lost their child, implied panic attack, angst with happy ending (?), sea/ocean, ship accident/ maritime disaster
ㅁㅁㅁ
Desember tahun ketiga dan semuanya masih sama. Udara yang gemar mencekik paksa leher Mark tiap pukul tiga pagi diiringi suara isak dari kubik sebelah tetap menjadi alasan mengapa telinganya seolah ingin berdarah. Ah, Haechan tidak jauh lebih dari kata parah. Menjeriti nama sang buah hati namun tanpa niat bersuara. Meredam segala jenis tangisannya hingga berakhir dalam pelukan Mark yang mendapati kedua bibirnya terlanjur terkatup dan membiru. Semuanya masihlah sama, masih perihal kisah lama keduanya.
Sungguh, Mark ingin menghabisi tiap-tiap dari mereka—manusia yang seenaknya berkata, "Waktu akan menyembuhkan segalanya. Waktu akan menghapus lukamu," tanpa mau mengenal cerita pilu kepunyaannya.
Hei, tahu apa kau perihal lara? Lantang sekali dirimu ini, memangnya apa yang pernah kau lalui? Sudahkah duniamu diguncang hingga meretak lalu pecah? Sempatkah dirimu bersentuhan dengan yang bernama kehilangan? Atau kenalkah kalian setidaknya pada rasanya sekarat namun seisi dunia memilih minggat setelah mengikat habis sekujur tubuhmu dengan lilitan kawat berkarat? Yang menggores permukaan kulit ketika kau bergerak, menjilati darah bila kau ingin beranjak, namun tetap akan memutihkan seluruh permukaan tubuh bila kau memutuskan untuk rubuh.
Mark tak mengerti bagaimana orang-orang bisa berkata kalimat sialan itu sedemikian mudahnya. Tahu apa waktu tentang lukamu? Mengapa mempercayakan persoalanmu pada mereka? Mark mulai paham akan fakta bila kehidupan tetap berjalan meski dunianya runtuh sekalipun. Namun, ia masih bersiteguh. Menolak ujaran perkara waktu obat dari luka, sebab apa yang dirasanya masih dengan porsi yang sama. Perbedaannya hanya ia yang mengaku sudah terbiasa.
Mark ingin bertanya sekali saja. Apa mungkin luka miliknya dan milik Haechan yang berbeda atau milik mereka, orang lain di luar sana, yang terbilang biasa? Tiga tahun telah dilampaui namun kejadian yang lalu itu masih setia menempel ke sana-sini setiap hari layaknya benalu. Tidak, bukan maksud Mark mengatai putri kesayangannya —mutiaranya, udaranya, sumber dari segala sumber kebahagiannyaㅡsebagai benalu pengganggu, bukan begitu.
Jika masih tersedia kesempatan, akan Mark kenalkan lebih pada dunia siapa Ocean. Putrinya yang cilik nan cantik, cantik sekali. Yang pertama kali Mark dan Haechan temui tengah meringkuk di pojok taman panti tanpa ada yang menemani, yang berkata tengah menghibur diri ketika Haechan bertanya sedang apa si manis di sana, yang memanggil Mark dengan sebutan paman sebelum tubuh mungilnya direngkuh dalam pelukan panjang.
Masih segar betul Mark mengingatnya. Bagaimana rasa hangat merambati begitu jemari mungil milik Ocean meraih genggaman, bagaimana sorak-sorai dari ruang tengah ketika keluarga kecilnya menghalau waktu bersama, atau bagian yang paling Mark suka—ingatan yang Mark harap tidak akan mampu dilebur waktu—yakni bahagia kedua manusia paling berharganya. Suara Haechan dan Ocean yang beradu lantang dengan senjata gelak tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MONO ㅡ markhyuck
FanfictionMark dan Haechan pada satu cerita yang berbungkus di tiap satu bagiannya. [tiap cerita memuat topik yg mungkin sensitif bagi sebagian orang seperti trauma, kematian, kecelakaan, dll.] 2020©606DRAFT