Tengah memasuki musim hujan, langit diatas sana nampak mendung–siap menumpahkan segala isinya hingga hembusan angin yang terasa sejuk walau menusuk lapisan kulit. Hawa aneh yang biasa datang kala hujan turun membuat siapapun lebih memilih untuk tidak keluar kamar. Bergelung dalam selimut, tertidur pulas, atau memandang layar ponsel selama beberapa waktu.Namun lain halnya dengan Jaehyun. Pria 24 tahun itu malah duduk di depan rumah. Berkutat dengan macbook ditemani beberapa snack.
Kacamata yang menggantung di telinganya membuat sosok itu berkali-kali lipat lebih tampan.Seperti biasa, Renjun yang melihat hal ini langsung berinisiatif untuk membuat secangkir kopi panas yang biasa diminum sang kakak ketika sedang mengerjakan laporan atau naskah-naskah penting.
Setelah beberapa menit bergulat di dapur, anak itu akhirnya berjalan melewati pintu utama menuju sosok tampan yang tengah duduk menghadap teras rumah."Terima kasih" Jaehyun tersenyum tulus, menunjukkan dimple yang membuat wajahnya terlihat semakin tampan.
Tangan mungil itu digenggam erat, seakan tak ingin sang pemilik pergi.
Renjun tersenyum simpul kemudian mengambil tempat disamping Jaehyun. Kepalanya ia senderkan di bahu dominan hingga sebuah tangan kekar naik mengusap rambut merah mudanya yang beraroma strawberry–mengecup lama lalu kembali memberi usapan.
Tidak ada percakapan di antara keduanya. Jaehyun masih sibuk dengan laporan keuangan, sementara Renjun telah larut dalam pikirannya sendiri. Bernostalgia.
"Kakak inget nggak waktu kecil kita nerobos hujan pas nggak dijemput mama?"
Pria berwajah tampan itu mengangguk. "Waktu itu kamu aku gendong"
Tawanya mengudara. Dulu Renjun memang tipe adik yang manja. Ia hanya dekat pada Jaehyun sehingga apa yang ia inginkan, sang kakak akan selalu mencoba sebisa mungkin untuk memberikannya dan kebiasaan tersebut pun masih tertanam hingga saat ini. Senang diperhatikan.
"Terus kita jemur buku, tas, sama sepatu bareng gara-gara dimarahin"
"Iya"
"Tapi karena besoknya kakak sakit dan buku kita belum kering, akhirnya nggak jadi sekolah deh"
Ah... yang itu. Jaehyun tersenyum lebar.
Tidak ada satu cacat pun dalam masa kecilnya. Semua terlihat begitu indah semenjak Renjun selalu berjalan tepat di sampingnya.
"Inget nggak, pas aku nyariin kamu keliling komplek. Eh taunya di rumah Jaemin?"Renjun mengangguk. "Pulangnya kakak marah-marah"
"Ya habis kamu cuma bilang ke papa. Kan yang lain jadi panik"
Ia tertawa pelan. Kopi yang dibuatnya tadi diseruput oleh sang kakak.
"Waktu dulu kamu nunggu aku jemput sekolah?"
"Inget kok. Waktu itu aku nangis karena kakak jemputnya lama"
"Kalo... pas kakak stress gara-gara ujian?"
"Hmm, aku inget"
"Pas kakak habis dimarahin papa gara-gara ketahuan ngerokok?"
"Inget..."
"Pas pertama ngerjain skripsi?"
"Inget juga"
"Nah, kakak nyadar sesuatu nggak?"
Jaehyun melipat dahi. Ia menoleh ke arah Renjun yang sedang tersenyum menatap cangkir kopi milik si sulung.
"Di semua momen itu, aku selalu ngasih kopi"
Ia membulatkan matanya. Kaget. Dan baru nyadar.
"Oh ya? Kebetulan banget dong"
Renjun tersenyum. Tangan mungilnya naik ke dada bidang Jaehyun. Mengusap pelan, lalu balik menatap dominan.
Netra rubahnya bertabrakan dengan netra gelap Jaehyun. Tak ada yang berniat untuk melepas kontak barang sedetik, sibuk menyelami keindahan yang tersaji.
"Itu karena setiap kakak lagi sedih, marah, kecewa. Aku selalu buatin kopi biar mood kakak membaik." Renjun tersenyum pede.
Ia tahu betul bahwa adakalanya ibu membuatkan kopi untuk ayahnya saat beliau sedang dalam ambang amarah dan boom! masalah selesai dalam sekejap.
Semenjak saat itu, Renjun selalu pergi ke dapur menyiapkan minuman untuk Jaehyun yang sedang berjuang menghidup kebutuhan mereka. Tidak hanya kopi, kadang juga affogato, coklat hangat, vanilla tea, dan beberapa bahan yang sengaja ia beli untuk mereka berdua
"Boleh aku tanya kenapa kakak suka kopi?" Matanya mengerjap lucu. Menanti jawaban saat yang lebih tua asyik mengelus pahanya.
"Sebenernya aku nggak suka kopi, Njun"
Ia mengernyit heran. "Terus kenapa selama ini kakak sering banget minta aku buatin kopi?"
Jaehyun menyeringai tipis. Kedua tangan sang adik ia genggam erat kemudian di kecup lama. Sensasi bagai disengat listrik menjalar ke dada lalu naik ke pipi hingga bagian tersebut bersemu merah.
"Kakak cuma suka apapun yang kamu buat"
"–dan karena dulu papa suka banget ngopi, jadi kamu pengen buatin papa dan akhirnya kamu selalu nyuguhin aku kopi"
Renjun tersenyum manis.
"Aku juga suka segala kenangan kita, sekecil apapun itu"
Tangannya naik, menangkup kedua pipi yang lebih muda.
Jaehyun menabrakkan bibirnya dengan bibir sang adik. Melumat pelan hanya untuk menyalurkan kasih sayang. Sementara Renjun dapat merasakan sesuatu meledak-ledak dalam dirinya.
Benda kenyal nan manis itu disesap hingga membuatnya sedikit memerah. Pukulan pada dada dominan membuat Jaehyun terpaksa memutus tautan bibir.
"Renjun..."
"Iya kak?"
"Di setiap cangkir kopi yang pernah aku minum, disitu ada banyak kenangan manis kita"
Tawa keduanya lepas. Saling memeluk satu sama lain untuk mengusir hawa dingin yang menusuk kulit.
c o m p l e t e d
(737 words)
KAMU SEDANG MEMBACA
KAK
RandomSedikit cerita tentang Jung Jaehyun dan Huang Renjun yang berbagi masa mudanya bersama. ❝ Hanya ada Kamu, Aku. Kita ❞ 🗂 a Ficlet book 𝘽 𝙭 𝘽 : 𝙅𝙖𝙚𝙝𝙮𝙪𝙣, 𝙍𝙚𝙣𝙟𝙪𝙣 Copyright © 2O2O xxrenmyn