Dua

114 6 0
                                    

Perjodohan konyol itu menghantarkan aku ke tempat ini. Sebuah sekolah dasar swasta di daerah Tangerang. Demi menghindari perjodohan yang tetap akan dilaksanakan meski aku sudah menolak berulangkali, aku pun terpaksa mengambil jalan pintas yakni pergi sejauh mungkin dari rumah agar ayahku itu tak dapat menemukan keberadaanku. Ya tentunya dengan segala resiko yang ada termasuk kehilangan pekerjaan.

Demi agar dapat bertahan hidup di tempat pelarian ini berbagai cara telah aku lakukan termasuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidangku. Namun, hingga beberapa kali memasukkan lamaran ke rumah sakit tapi tak satupun mendapat balasan. Justru lamaran yang iseng ku kirimkan ke sebuah sekolah dasar swasta tempat sahabat karibku bekerjalah yang membuatku mendapatkan pekerjaan. Ya meski bukan sebagai dokter tapi sebagai tenaga pengajar tapi tak apalah. Setidaknya aku tidak mengganggur. Aku hanya bisa berharap seiring berjalannya waktu, aku akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan tentunya sesuai dengan bidangku.

Bekerja di bidang yang jauh berbeda dengan profesiku sebelumnya sedikit menyulitkanku terutama di awal - awal. Beruntung ada sahabatku Asni yang selalu siap sedia membantuku. Dengan sabar sahabatku itu membimbingku agar bisa menguasai kelas dengan baik.

Good morning class."

"Good morning Miss Vina."

Ada sesuatu yang menggelitik hatiku setiap anak - anak itu memanggilku dengan sebutan Miss. Meski sudah beberapa minggu berlalu rasanya aku belum terlalu akrab dengan sebutan tersebut. Bertahun - tahun bekerja sebagai dokter membuatku yang terbiasa dipanggil dengan sebutan ibu dokter merasa sedikit "aneh" saat dipanggil dengan sebutan Miss.

"How are you today ?"

"Fine Miss. How about you ?"

"I am fine thank you."

"Sudah siap untuk pelajaran hari ini?"

"Sudah Miss."

"Oke, sekarang fokus ke depan kalau gitu!" Anak - anak itu terlihat mengatur posisi duduknya menjadi tegap dengan pandangan ke depan.

"Ayo, coba kalian lihat benda yang Miss pegang! Ada yang tau ini apa?"

Aku mengangkat benda itu tinggi - tinggi agar anak - anak dapat melihat dengan jelas. Menurut Asni, dalam mengajar, membangkitkan rasa penasaran anak sangat penting untuk dilakukan. Salah satunya adalah dengan cara seperti yang aku lakukan sekarang. Menunjukkan bendanya tanpa memberitahu informasi tentang benda tersebut.

"Cat air bukan Miss?"

Beberapa anak laki - laki mulai beranjak dari kursinya lalu menghampiriku untuk memastikan dugaan mereka. Hal itu membuktikan bahwa rasa ingin tahu dari anak - anak itu mulai muncul.

"No...no...no. Miss gak mau ada yang keluar dari bangku, jadi ayo kembali ke tempat duduk masing-masing!" Satu persatu anak-anak itu mulai kembali ke bangku masing-masing. Ya tentunya dengan sedikit drama kecil. Ada beberapa anak yang masih coba berusaha untuk tetap bertahan dan mencoba melihat lebih dekat benda yang masih ada di genggamanku.

"Nah gitu dong. Kalau tertib kan enak." Aku tersenyum lega melihat semua kembali duduk di bangku masing - masing.

"Benar kata teman-teman kalian tadi, benda ini adalah cat air. Ada yang tahu nggak cat air itu biasanya digunakan untuk apa?"

"Mewarnai Miss," sahut mereka satu suara.

"Oke pinter." Aku mengacungkan kedua jempolku ke atas.

"Cat air ini memang biasanya digunakan untuk mewarnai gambar.
Tapi sekarang cat air ini tidak akan kita gunakan untuk mewarnai."

"Hah? Bukan untuk mewarnai? Terus untuk apa dong Miss?" seru seorang anak perempuan yang terkenal paling pintar di kelas tersebut.

"Hari ini cat air ini akan kita gunakan untuk belajar warna. Warna apa saja yang kalian tahu?"

Pariban "Aishite Imasu" ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang