Oktober, 2007
_____________________________________Setengah melamun, seorang gadis menatap layar televisi yang menampilkan berita hari ini .
Sorot matanya mungkin tampak melihat ke arah sana, namun tidak dengan angannya. Pandangan mata yang kosong, sudah cukup menjadi bukti bahwa yang berada di ruang tamu pada siang itu hanya raga si gadis saja, sementara jiwanya entah melenggang kemana. Barangkali, tengah pergi berpetualang di suatu tempat antah berantah dalam imajinasinya.
Sebuah tangan menjulur ke arah si gadis, tetapi tak kunjung mengusiknya.
Hingga, jemari tangan itu beralih merampas sebuah remot televisi yang digenggam si gadis. Tangan itu lalu menekan salah satu tombol, membuat layar televisi tidak lagi menampilkan apa-apa.
Tersentak, sang gadis tersadar dari lamunan dan kembali pada kenyataan. Dengan perasaan jengkel, ia menatap ke arah si pengganggu.
Wajah masamnya mengundang tawa geli si pengganggu.
"Berikan padaku" Sang gadis melirik setengah hati sambil mengulurkan tangan kanannya. Memberi kode agar si pengganggu mengembalikan remot tv padanya.
Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan lawan bicaranya yang justru terlihat antusias."Besok aku akan berangkat" Suara si pengganggu mulai mengusik kembali.
"Oh, ya sudah" Sang gadis berencana untuk merebut remot tv tapi kalah cepat. Si lawan bicara malah mengangkat remot itu tinggi-tinggi, menjauhkannya dari jangkauan si gadis.
"Kenapa reaksimu lempem begini. Hei, kubilang besok kakak lelakimu ini akan berangkat! Kau tidak akan melihatku dalam waktu yang lama, tidakkah kau merasa sedih?"
Cukup sudah, sang gadis sudah menahan diri untuk tidak meledak.
Jujur saja, ia sedang tidak ingin meladeni. Namun kakak lelakinya justru terus memancing hingga kesabarannya telah menyentuh batas yang bisa ia tolerir."Ya sudah berangkat saja! Kenapa kakak lelakiku ini cerewet sekali sih?"
Sang kakak kini ikut duduk di sofa, tepat di samping sang adik.
"Ini untukmu" ucapnya menyerahkan sesuatu."Kenapa kau beri ini padaku?" Sang gadis menatap penuh curiga.
"Aku khawatir tidak ada yang mengurusnya selama aku tidak disini jadi kutitipkan dia padamu"
"Tidak mau, kau kan tahu aku tidak suka berkebun. Titipkan saja pada orang lain"
"Sudah, urus saja dia selama aku tidak ada. Jangan khawatir, kau tidak perlu repot karena perawatannya tidak rumit. Cukup siram saja dia dua minggu sekali"
"Lantas sampai kapan aku harus merawatnya?"
"Sampai aku kembali"
_________////////______________//_______/__
Di hari keberangkatan sang kakak, hujan turun deras sekali.
Sang gadis meletakkan kaktus kecil itu di atas meja dekat jendela kamarnya. Perpisahan antara ia dengan sang kakak di stasiun tadi sangat jauh dari suasana haru seperti di drama atau film. Sampai saat sebelum berpisah pun, kakaknya masih saja sempat berbuat jahil.
Sang gadis geleng-geleng kepala mengingat bagaimana kakak lelaki yang lebih tua lima tahun darinya itu memeluknya terlalu erat hingga ia hampir pingsan kehabisan nafas.
"Ayo turun, nak. Makan malam sudah siap"
Sayup-sayup terdengar suara sang ibu dari balik pintu.
"Iya, bu"
Sang gadis bergegas beranjak dari tempatnya berdiri dan berjalan menuju ke ambang pintu kamar yang terbuka sebagian.
Ketika akan menutup pintu kamar sepenuhnya, sang gadis kembali memandang kaktus kecil yang dititipkan kakaknya.
Dalam hati ia menyakini, suasana rumah pasti akan terasa sedikit sepi untuk empat tahun mendatang.
________///////____________________///////
Seperti yang telah ia duga, suasana rumah menjadi lebih sepi sejak kakak lelakinya pergi.
Ini sudah lima hari sejak sang kakak pergi, namun tidak satupun kabar yang datang. Semua berjalan normal, hanya saja ada tambahan percakapan yang selalu hadir di pagi atau malam hari selama beberapa hari ini. Biasanya, ayah akan menjadi orang pertama yang menayakan hal itu pada ibu.
"Sudah ada kabar dari Leo, bu?"
Disela kegiatannya mengoles selai pada permukaan roti tawar, sang gadis diam mendengarkan. Hari ini pun tidak luput dari pertanyaan seputar kabar.
"Belum, pak" Sambil membawa nampan dengan segelas kopi dan susu di atasnya, ibu menjawab.
Sang gadis menghela nafas. Dalam hati ia bertanya-tanya mengapa kabar dari sang kakak tidak kunjung mereka dapatkan?
___/////________/////_______/////////////_______
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaktus Kakak✓
Short StoryTitipan kakak cuma satu, kaktus. Perintah kakak juga cuma satu, siram tanaman berduri itu dua minggu sekali. Tapi pinta kakak... Apa ya?