obsesi

79 20 12
                                    

Lagu untuk chapter ini : love me like you do - ellie goulding

SANDRA'S POV

"Sudah kau putuskan pesananmu, Sandra?" Tanya Jason.

Pria itu kemudian menepuk pundakku, aku menoleh cepat padanya dengan senyum gugup. Jason kemudian mengelus pelan puncak kepalaku sambil terkekeh "Apa yang membuatmu berpikir begitu dalam?"

"Pancake. Aku hanya ingin pancake dan teh lemon." Jawabku dengan cepat tanpa menghiraukan pertanyaannya barusan. Jason kembali menyunggingkan senyum, dia melirik sekilas ke arah David yang sibuk dengan sedang bernyanyi sambil memejamkan matanya.

"Aku nggak mengira dia bekerja disini. Apa dia yang membuat perhatianmu teralih?" Tanya Jason.

"Aku pun nggak mengira dia disini" Jawabku gugup. Jason terlihat ngak nyaman, sepertinya dia menyadari bahwa aku sempat melirik David dari sini.

"Apa itu masalah buatmu? Kau ingin kita berpindah tempat?" Nada bicaranya seperti curiga.

Aku hanya menggeleng. Jason mengangguk paham, kemudian memanggil pelayan untuk membawa pesanan kami. Limabelas menit kemudian, makanan dan minuman yang kami pesan datang. Jason segera mengambil inisiatif untuk memotong pancake ku menjadi potongan-potongan kecil, kemudian menyuapkannya untukku. Aku membuka mulut, menerima suapannya tanpa berkata apapun. Aku melihat sebuah senyum penuh kemenangan terukir di wajahnya saat menatapku. Jason kemudian mengambil selembar tissue dan mengusap pelan sisa krim pancake dari ujung bibirku. Setelah memberikan empat suapan, Jason baru mulai menyentuh makanannya sendiri.

Dia mengajakku membicarakan banyak hal. Mulai dari hari-hari kuliahku, keadaan apartemen baruku, sampai menanyakan kabar ibu. Dia juga minta maaf atas kejadian terakhir kali yang membuat kami bertengkar sampai aku menggila dan lari ke sebuah bar.

"Aku benar-benar menyesalinya" gumam Jason.

Aku menatap mata Jason dengan lekat, mencari sebuah kejujuran dan niat disana. Dia kembali tersenyum dan aku mengangguk tanpa menjawabnya. Aku masih ingat betul, bagaimana dia mempermalukanku di restoran tempatku bekerja, tepat di depan teman kerja dan pelanggan restoran. Dia berteriak membentakku, menuduhku bersikap genit pada salah satu teman kerjaku, Tomi hanya karena Jason tiba-tiba datang dan melihatku menyerahkan tumpukan piring padanya sambil tersenyum. Tomi memang menawarkan bantuan padaku  untuk membawa piring-piring itu ke dapur. Kejadian itu hanya salah paham, tapi berbuntut panjang.

Jason memaki Tomi, dan tentu saja, aku. Dia menarikku dengan paksa dan mempermalukanku persis di hadapan semua orang. Dia bahkan memaksaku untuk berhenti bekerja, menarikku keluar dari restoran saat jam kerjaku belum selesai.

Nggak berhenti disitu. Dia mengunciku dalam mobil, sementara dia mengambil secarik kertas dari map kerjanya dan memaksaku menulis surat pengunduran diri dari restoran itu. Aku menolaknya, tentu saja. Tapi dia menjambak rambutku, menarik tanganku dan mencengkramnya kuat. Dia mengancam akan menyakiti kami berdua  jika aku nggak menurutinya. Ancaman itu membuatku takut karena waktu itu mesin mobil dalam kondisi menyala dan kaki Jason bersiap menginjak pedal gas. Dia bisa saja mengemudikan mobil dengan asal dan membuat kami menabrak sesuatu.

Akhirnya, aku menurutinya. Kutulis surat pengunduran itu. Kami keluar lagi dari mobil, Jason membuntutiku dari belakang untuk memastikan aku benar-benar menyerahkan surat itu.

Love, Hate, Future, and PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang