06 | Jatuh Cinta?

8 5 0
                                    

Happy reading!

.
.
.
.
.

"Permisi, itu punya saya," Pricilla melangkah ragu mendekati pemuda itu.

Si lelaki tampak tersentak, perlahan ia mendongakkan kepala melihat si pemilik suara yang sangat lembut tadi. Manik Damar membola melihat siapa yang ada di depannya saat ini. Entah kenapa jantungnya ikut berdetak lebih kencang kala melihat gadis ini.

Tak berbeda dengan Damar, Pricilla pun tampak terkejut. Ia jelas ingat siapa lelaki di hadapannya ini. Lelaki yang memberikannya sapu tangan tempo hari. Itu artinya ... sapu tangan ini memang milik dia 'kan? Ah, Pricilla sangat malu sudah mengatakan bahwa itu miliknya.

"Mm--maaf, itu--anu--sapunya--eh sapu tangannya bukan punya saya, iya, bukan punya saya. Punya kamu 'kan? Iya, punya kamu, saya permisi," ujar Pricilla terbata seraya memilin ujung jilbabnya, ia gugup sekali, sungguh.

"Tunggu!" Damar mengehentikan langkah Pricilla. Bedanya, ia tak mencekal lengan gadis itu seperti saat pertemuan pertama mereka. Ceilaah, pertemuan pertama. Uhuy!

Oh, ayolah, Pricilla merasa deja vu dengan kata ini. Kenapa jantungnya mendadak maraton seperti ini? Jangan-jangan ... ah, gadis itu menggelengkan kepalanya kuat. Sudah gila dia!

Pricilla berbalik menghadap pemuda tadi. Keduanya sama-sama bungkam, tak ada yang memulai pembicaraan. Damar bingung kenapa ia tiba-tiba menghentikan gadis itu. Pun dengan Pricilla yang tak tahu harus berbuat apa.

Dengan ragu, gadis itu membuka suara. "Mm--itu--sapu tangan kamu, makasih ya. Kalo gitu saya duluan, permisi," Pricilla hendak melangkah, namun ia urungkan ketika lelaki itu mengulurkan sapu tangannya kembali.

"Muka lo basah. Nih, lap dulu."

Pricilla terhenyak, ia menyentuh wajahnya yang memang sudah basah akibat tumpahan jus di ruangan Mama Fia, ditambah dengan keringat yang mengucur sebab berlari tadi. Astaga! Dia sudah malu tingkat akut sekarang!

"Ng-nggak usah, saya punya--itu--anu--aapa ya namanya? Tisu, iya--tisu, hehe,"

Damar mati-matian menahan senyumnya melihat tingkah gadis cantik di depannya ini. "Manis bener anak orang, pengen gue karungin," batinnya bersuara.

Lelaki itu mengangguk seraya menyimpan sapu tangannya di saku hoodie. "Gue Damar, cowok paling ganteng se-Jakarta selatan, paling pinter di SMA Pelita, murid kesayangannya pak Hasan," ujarnya seraya menjulurkan tangan.

Pricilla mendongak, kenapa lelaki ini tiba-tiba memperkenalkan diri? Panjang banget pula! Memangnya siapa yang ingin tahu? Astaghfirullah!

"Saya Pricilla." Gadis itu balas menangkup kedua tangannya di depan dada seraya menunduk.

Ah, Damar sangat malu sekarang. Lelaki itu menarik kembali lengannya yang terulur lalu mengusap tengkuknya canggung.

"Itu--"

"Ekhm, kalo mau pedekate jangan di sini dong, Mas, Mbak."

Dua anak muda berbeda gender itu tersentak, mereka membalikkan tubuh melihat siapa yang menegur tadi.

"Ini butik woy, bukan tempat pacaran!" ujar Fia yang entah sejak kapan sudah berdiri tak jauh dari Pricilla sambil melipat tangannya di dada.

"Siapa yang bilang ini posyandu?" sahut Damar santai. Lelaki itu kesal, sebab acara perkenalannya terganggu.

PricillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang