BAGIAN 4

217 11 0
                                    

Di atas punggung Dewa Bayu, Rangga terus melesat menuju ke arah timur. Ketika sampai disebuah tempat yang sangat luas, hari telah menjelang pagi. Rangga menarik kekang kuda. Sehingga terdengar ringkikan keras Dewa Bayu.
Kuda itu berhenti. Dan Rangoa melompat dari punggung kudanya. Setelah itu, dia menurunkan Dewi Palasari dari punggung kudanya. Ternyata ketua Padepokan Merak Emas itu masih belum sadarkan diri. Dan Rangga segera membawanya ke bawah pohon berdaun rindang. Kemudian, ditelungkupkannya tubuh Dewi Palasari disitu.
Rangga duduk bersila di samping Dewi Palasari yang masih tertelungkup. Lalu, kedua telapak tangannya diletakkan di punggung wanita ini. Tidak lama kemudian, mata Rangga terpejam. Kini mulai dikerahkannya hawa murni kebagian telapak tangan.
Terasa ada hawa hangat menjalari sekujur tubuh Dewi Palasari. Sebentar saja, terdengar suara erangan lirih dari mulut gadis itu. Rangga terus mengerahkan hawa murninya. Sekujur tubuhnya telah bersimbah keringat. Tidak sampai lama-lama, Rangga menarik tangannya dari punggung Dewi Palasari. Segera Rangga berbalik ke arah lain. Masih dalam keadaan bersila, jalan napasnya diatur.
"Mudah-mudahan pukulan Manusia Bangkai itu tidak mengandung racun. Luka dalam yang diderita ternyata tidak ringan. Seharusnya dia tidak nekat seperti itu...!" gumam Rangga, pelan.
Pendekar Rajawali Sakti menyandarkan tubuhnya pada batang pohon. Ingatannya menerawang pada pertempuran yang terjadi tadi malam.
"Aku belum pernah melihat mata manusia dapat mencelakakan orang lain seperti itu. Manusia iblis itu benar-benar sakti. Tubuhnya pun tidak mempan senjata. Hm...!" gumam pemuda berompi putih ini seraya menggeleng-gelengkan kepala. "Seandainya aku tidak menghiraukan keselamatan Ketua Padepokan Merak Emas, sebenarnya aku ingin terus bertarung sampai titik darah yang penghabisan. Sekarang, dia punya kesempatan menghancurkan perguruan-perguruan lain, seperti yang pernah dikatakan Peramal Tuna Netra padaku..."
"Uuuh... Di manakah aku .?" rintih Dewi Palasari yang rupanya mulai siuman kembali.
Gadis itu segera bangkit duduk. Dia merasa bagian dadanya yang semula seperti remuk, sekarang sudah tidak sakit lagi. Ketika kepalanya berpaling memperhatikan sekelilingnya, dia langsung terkejut. Di bawah pohon, tampak bersandar seorang pemuda tampan berompi putih. Dewi Palasari mengerutkan keningnya. Perlahan-lahan ingatannya timbul kembali. Pemuda itulah yang telah menolongnya dari kematian, ketika Batu Kumbara melepaskan pukulan yang sangat dahsyat ke arahnya.
"Kisanak..!" panggil Ketua Padepokan Merak Emas ini, ragu-ragu.
"Namaku, Rangga. Panggil saja begitu. Dan kurasa, umur kita tidak terpaut jauh. Jadi, aku akan memanggilmu Dewi saja...!" tegas Rangga berusaha bersikap ramah.
"Kaukah yang telah menolongku...?" tanya gadis itu dengan wajah bersemu merah.
Rangga tersenyum. "Aku hanya memindahkan kau ketempat yang lebih aman."
"Terima kasih atas pertolonganmu! Tapi..., bagaimana dengan manusia durjana itu?" tanya Dewi Palasari ingin tahu.
"Dengan terpaksa aku meninggalkannya dalam keadaan penasaran!" sahut Rangga, kalem.
"Kau telah melarikan diri dari pertempuran?" Dewi Palasari membelalakkan matanya.
"Aku ingin menyelamatkanmu! Kurasa, masih ada waktu untuk mencarinya...!"
"Tapi dengan begitu, dia akan punya banyak kesempatan membunuh tokoh-tokoh persilatan yang tidak berdosa. Tidakkah kau lihat, bagaimana murid-muridku yang terbantai, bahkan diperkosa olehnya?" kata Dewi Palasari dengan nada meninggi.
"Aku telah melihat salah satu kekejaman dan kebuasannya. Tapi, kau juga harus ingat kalau Batu Kumbara kebal terhadap senjata. Selain itu, matanya juga sangat berbahaya. Bertindak tanpa perhitungan dan pertimbangan, adalah konyol. Lagi pula...!" Rangga tiba-tiba saja menjadi ragu.
"Lagi pula apa?" desak Dewi Palasari penasaran.
Pendekar Rajawali Sakti terdiam sejenak. Dia teringat pesan Peramal Tuna Netra. "Sebenarnya, aku mengemban tugas yang diberikan seseorang," ujar pemuda itu, pelan saja suaranya.
"Maksudmu?" Ketua Padepokan Merak Emas semakin tertarik.
Kemudian secara panjang lebar Pendekar Rajawali Sakti menceritakan pertemuannya dengan Ki Kambaya di daerah selatan. Sementara Dewi Palasari mendengarkan penuh perhatian.
"Jadi, Peramal Tuna Netra yang menyuruh Kakang menolongku...?" tanya Dewi Palasari begitu Rangga menyelesaikan ceritanya.
Rangga tertegun. Tanpa diminta, rupanya gadis ini telah memanggilnya Kakang. Tapi kemudian sikap Rangga biasa-biasa saja. "Benar! Apa kau mengenalnya?" tanya Rangga balik bertanya.
Ketua Padepokan Merak Emas menggelengkan kepalanya. "Aku memang pernah mendengar nama peramal buta itu disebut-sebut orang. Tapi, jumpa secara langsung belum pernah. Kalau memang benar apa yang dikatakannya, berarti Batu Kumbara sekarang telah pergi ke padepokan lain untuk membuat kekacauan dan pembunuhan. Lalu, apa tindakan kita?" kata Dewi Palasari, meminta pendapat.
"Kita tidak tahu, padepokan mana yang menjadi sasaran berikutnya. Tapi menurutku, tentulah padepokan terdekat dari sini!"
"Padepokan terdekat hanya Padepokan Kapak Sakti yang terletak di daerah Gunung Kidul!" jelas Dewi Palasari.
"Kalau begitu, aku harus ke sana!" kata Rangga sambil bangkit berdiri.
"Kakang! Apakah kau keberatan jika aku ikut denganmu?" tanya Dewi Palasari sambil memandang tajam kepada Rangga.
Saat itu, rupanya Rangga juga sedang memandanginya. Sehingga pandangan mereka saling bertemu. Seketika bergetar hati Dewi Palasari. Tanpa disadari, Rangga pun sempat merasakan getaran itu. Wanita ini memang sangat cantik. Tapi ketika pemuda ini teringat Pandan Wangi, bayangan Dewi Palasari segera ditepisnya.
"Kakang...!" Suara lembut Dewi Palasari telah membuyarkan lamunan Rangga.
"Hm...!" gumam Rangga tidak jelas.
"Bolehkah aku menyertaimu?"
"Tentu saja. Mari kita berangkat...!" kata Rangga.
Matahari pagi mulai memancarkan sinarnya, ketika kedua anak muda ini menelusuri padang rumput yang sangat luas. Sementara itu, Dewa Bayu terus mengiringi mereka tidak jauh di belakang Rangga dan Dewi Palasari.

149. Pendekar Rajawali Sakti : Teror Manusia BangkaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang