Menikah.

1.9K 100 0
                                    


Revised


.

.

.


Ketika kamu beranjak dewasa dan benar benar ngerasain bagaimana jadi orang dewasa yang sebenar benarnya, perlahan akan ada banyak hal hal yang mengharuskan seseorang seakan akan terkadang harus bertarung dengan dirinya sendiri.

Tentang melawan egonya sendiri, atau mungkin mengatasi ketakutan ketakutan dalam pikiran mereka yang sebetulnya belum tentu akan terjadi, dan mungkin tentang meyakinkan diri sendiri untuk memilih mana yang benar dan baik. Sejujurnya yang menurut saya paling sulit memang mengatasi diri sendiri. Karena apa yang akan terjadi pada diri kita sedikit banyak tergantung dari bagaimana kita sendiri memilih menyikapi suatu hal yang terjadi. Dan saya yakin semua pasti setuju kalau mengontrol pikiran kita sendiri adalah salah satu yang memang rumit.

Terutama keputusan saya untuk menikah waktu itu.

Dulu saya pikir mungkin tidak akan pernah sanggup ataupun yakin bahwa saya bisa benar benar mempercayai orang lain dan tentunya diri saya sendiri. Karena menikah untuk saya bukan perkara mudah. Bahkan untuk saya itu adalah sebuah keputusan yang maha. Lain hal dengan hubungan semacam pacaran yang lebih sederhana meskipun sebetulnya tidak juga se- sederhana itu.

Tapi sekarang kami berdua bahkan sudah jadi sebuah keluarga kecil, jadi sepasang orangtua. Ah ya, sepertinya tidak bisa dibilang keluarga kecil karena sekarang sudah ada tiga orang anak saya dirumah.

Brian masih sama seperti dulu. Masih suka banyak bercerita, masih suka berlagak jadi teman saya, dan ya masih tetap suka melempar candaan candaan anehnya. Saya juga masih tetap seperti dulu. Masih selalu suka apapun tentang Brian, suka apapun yang dia lakukan. Asalkan itu Brian saya pasti suka. Sebenarnya dia belum pernah mendengar saya menceritakan tentang ke kaguman saya yang ini. Jangan sampai dia tau juga, bisa bisa kepercayaan dirinya yang tiada tandingan itu semakin menjadi jadi. Iya, dia masih Brian yang suka narsis.

Meskipun kami sudah terbilang lama sekali kenal lalu jadi teman dekat dari sejak awal perkuliahan, bahkan kami berdua sudah berubah status menjadi berpacaran sejak di awal awal tahun kedua masa masa kuliah waktu itu. Saya sendiri benar benar tidak mengira kalau hubungan itu akan sampai sini. Kalau dihitung saya dan Brian sudah berpacaran selama enam tahun lamanya. Sudah banyak sekali yang terjadi, tapi dulu saya selalu berpikir kalau nantinya kami berdua mungkin akan berpisah.

Kesan pertama saya pada Brian memang tidak baik. Bahkan sedari awal bertemu dan kemudian malah jadi berteman dekat dengan dia, saya sudah mewanti wanti diri saya sendiri agar tidak jatuh pada orang seperti dia.

Tapi ternyata Brian tidak seburuk seperti apa yang saya pikir. Maksut saya masih ada juga jelek nya. Tapi saya benar benar ingin mengakui kalau dia sama sekali bukan laki laki brengsek.

Masih teringat jelas bagaimana waktu itu dia selalu menunggu jawaban saya. Entah kenapa saya terkaget kaget saat dia mulai bertanya dan membahas tentang hal itu. Bukannya saya tidak pernah menganggap hubungan kami serius. Tapi saya masih berpikir Brian terlalu kebagusan untuk saya. Saya pikir suatu saat dia akan mencari yang lain, yang lebih. Dan akan menjadikan hubungan kami kembali seperti semula, kembali jadi dua orang teman.

Yang sebenarnya adalah saya juga masih takut, seperti yang saya bilang sebelumnya. Menikah untuk saya adalah salah satu hal yang terlalu maha.

Sore itu dia lagi lagi bertanya bagaimana pendapat saya perihal sebuah pernikahan.

"Aya?" Panggilnya pada perempuan yang sedaritadi memperhatikan jalanan yang tengah diguyur hujan sore itu

Partner HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang