Part 21

41.6K 2.8K 52
                                    

Sudah seminggu lamanya pasca kejadian itu terjadi, dan selama itu juga hubungan Divia dan Davino bagaikan orang asing, saat Divia berpapasan dengan Davino pun ia hanya menunjukan ekspresi datar dan tak peduli, padahal Davino selalu memperhatikannya.

Davino tidak bisa berbuat apa-apa lagi, walaupun di sekolah ia dikenal sebagai ice prince namun jika sudah berada didekat gadis itu ia merasa dunianya berbanding terbalik dengan yang dikatakan banyak orang, ia mampu tertawa lepas hanya melihat ekspresi gadisnya yang menurutnya lucu, dalam hati ia sungguh merindukan sosok Divia yang penuh dengan canda tawa menghiasi wajah cantiknya, tidak ada lagi Divia yang perhatian dan lembut padanya dan ia benar-benar merasa sangat kehilangan.

Mengapa ini semua terjadi padanya? Apakah ia tidak bisa mendapatkan kesempatan kedua? Ia benar-benar merasa putus asa, apalagi gadis itu selalu menolak setiap kali ia ingin berbicara. Ia bingung harus bagaimana lagi agar Divia mau mendengarkan penjelasannya, sudah berbagai cara ia lakukan tetap saja tidak membuahkan hasil.

Disini lah Davino sekarang, di kelas bersama kedua sahabatnya, hanya sahabatnya lah yang selalu menghiburnya disaat-saat seperti.

"Dav, mau gue bantu?" Sontak pertanyaan dari Raka membuat pandangan Davino beralih menatap cowok itu dan mengangkat satu alisnya.

"Iya dav, gue sebagai sahabat lo gak bisa liat lo terus terusan kaya gini, lo udah kaya orang yang putus asa dan gak ada tujuan hidup tau gak,  ditambah lagi sifat lo jadi tambah dingin semenjak putus dari Divia, jadi jangan salahin gue kalo gue ikut campur soal masalah ini" ucap Rian panjang lebar pada Davino lalu menarik Raka dan pergi meninggalkan cowok itu sendiri, Davino yang mendengar itu mengusap wajahnya dengan kasar lalu pergi meninggalkan kelas, ia hanya ingin menenangkan dirinya di rooftop.

********

"Div jangan nangis terus" ucap Lisa pada Divia yang sedari tadi menangis

"Iya div, lagian kenapa lo gak dengerin penjelasan Davino dulu, ujung ujungnya lo sendiri kan yang sakit hati" ucap Clara lagi lalu memberikan tissue pada Divia

"Masalahnya hikss waktu itu gue denger sendiri dari mulut Davino kalo dia hiks sayang sama cewek itu dan itu bener bener buat gue sakit hikss" ucap Divia menangis sesenggukan.

"Biar gimanapun lo harus dengerin penjelasan Davino, emang lo gak capek setiap malem nangisin dia kaya gini?" Ucap Lisa memberi nasihat pada Divia.

Memang semenjak kejadian itu Lisa dan Clara selalu menginap di rumah Divia, mereka juga sudah meminta izin pada kedua orang tua mereka, berhubung kedua orang tua mereka berteman baik dengan bunda Divia mereka pun mengizinkan anak-anaknya untuk menginap di rumah Divia.

"Besok besok gak usah ngehindar, gue saranin lo harus dengerin penjelasan Davino dulu, emang lo gak kasian liat dia uring uringan kaya gitu? Setiap hari div dia nyamperin lo buat kasih penjelasan tapi lo gak ngehargain dia" ucap Clara pada Divia yang sudah sedikit tenang.

"Gue gak janji, tapi gue bakal berusaha" ucap Divia dengan waja lesu.

"Nah gitu dong" ucap Lisa dan Clara bersamaan lalu berpelukan lah mereka bertiga seperti teletabis.

Tok tok tok

Suara pintu diketuk, itu pasti Delon pikir Divia, ia segera menghapus jejak air mata di pipinya, kalau Delon tau tentang ini bisa habis Davino ditangan Delon dan Divia tidak menginginkan itu terjadi.

"Masuk" ucap Divia dari dalam

"Turun. Makanannya udah siap" ucap Delon lalu pergi meninggalkan mereka.

"Yaudah kita turun ke bawah dulu, gue tau pasti kalian udah pada laper" ucap Divia pada kedua sahabatnya.

"Hehe tau aja lo div" ucap Clara dengan cengiran khasnya

"Giliran makan gercep lo" ucap Lisa memutar bola matanya malas

"Biarin, wleee" ucap Clara lagi sambil menjulurkan lidahnya.

Divia menggelengkan kepalanya melihat kelakuan kedua sahabatnya, tetapi walaupun seperti itu ia sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti Lisa dan Clara, mereka selalu ada disaat Divia senang maupun sedih seperti sekarang.

********

"Ka, udah punya ide belum?" Tanya Rian pada Raka

"Udah sih, tapi gue gak yakin" ucap Raka

"Coba aja dulu kali aja bisa" ucap Rian lagi.

Mereka berdua sekarang berada di cafe tempat nongkrong mereka seperti biasa, hari ini mereka kurang satu orang yaitu Davino, mereka sengaja tidak memanggil Davino agar cowok itu tidak tau dengan rencana yang akan mereka lakukan, kalau cowok itu sampai tau ia pasti tidak akan setuju dengan apa yang akan dilakukan kedua sahabatnya itu.

"Gue hubungin orangnya dulu deh" ucap Raka.

"Siapa emang?"

"Cellina lah"

"Gila lo dia kan cinta mati sama Davino, dia pasti gak mau lah" ucap Rian ngegas

"Ya mau gimana lagi, gak mungkin kan kita yang ngejelasin semuanya sama Divia" ucap Raka tidak habis pikir dengan Rian.

"Iya juga sih"

"Ogeb lo"

"Yaudah gausah ngegas" ucap Rian ketus pada Raka.

Sudah setengah jam mereka menunggu tetapi gadis itu belum datang juga.

"Gila ni orang, kalo bukan cewek udah gue terjunin ke rawa rawa" ucap Rian ketus.

"Bukannya waktu itu lo mau gebetin dia?" Tanya Raka lagi pada Rian

"Ogah ya kalo ceweknya gitu, dia emang cantik tapi pelakor" ucap Rian lagi.

Saat mereka asik berbicara datanglah seseorang yang sedari tadi mereka tunggu, yaitu Cellina.

********

"Kak vino bantuin Sean buat PR ya" ucap Sean pada Davino yang sedari tadi diam

"Kak?" Tanya Sean sekali lagi namun tidak ada jawaban dari Davino.

Sean pun menghampiri kakaknya itu lalu menggoyangkan lengan Davino, membuat lamunan cowok itu menjadi buyar.

"Kak vino kenapa?" Tanya Sean pada kakaknya

"Gak papa, sini PRnya biar kakak kerja, kakak ke kamar dulu" ucap Davino pada Sean lalu pergi meninggalkan Sean sendiri.

"Kak vino kenapa ya? Gak seperti biasanya" ucap Sean bercakap sendiri.

Davino berdiri di atas balkon kamarnya, ia terus memikirkan Divia dan bagaimana cara agar gadis itu bisa mendengarkan penjelasannya.

Ia merasa kehilangan dan sungguh batinnya sangat tersiksa dan yang ia inginkan sekarang hanyalah Divia, ia ingin kembali bersama gadis cantik itu.

Sudah seminggu lebih lamanya gadis itu mengacuhkan dirinya dan sudah seminggu juga ia menjadi pria yang pendiam dan bertambah dingin pada semua orang.

Davino menjadi tidak terurus, badannya terlihat kurus karena jarang makan bahkan saat melihat makanan pun ia tidak nafsu, yang ia butuhkan sekarang adalah gadisnya yang sangat ia cintai.

"Aaargh" teriak Davino lalu memukul dinding kamarnya.

"Kenapa? Kenapa harus guee?" Ucap Davino bercakap sendiri, ia sudah terduduk dilantai dengan badan yang begitu lemas, kepalanya terasa pusing akibat selama seminggu tidak makan dengan benar, bahkan terakhir kali ia menyentuh nasi dua hari yang lalu.

"Divia kembalilah" ucap Davino lagi setelah itu tak sadarkan diri.

My Cold PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang