4. Kematian Orangtua Citra

71 8 7
                                    

Usai menyerahkan beberapa berkas pindah sekolahnya Elsa ke SMA Kartini, Farida lekas meninggalkan sekolah untuk kembali ke panti asuhan. Ketika Farida melewati koridor sekolah, tiba-tiba ia berpas-pasan dengan seseorang yang tak asing lagi bagi dirinya.

"Tora?"

"Farida?"

Senyum hangat di wajah mereka berdua lepas begitu saja. Ada rasa bahagia yang bergejolak di hati dua insan ini. Bagaimana tidak? Hampir delapan tahun mereka tidak bertemu dan kini mereka di pertemukan kembali oleh takdir.

"Apa kabar?" Tanya Tora.

"Hmm, Alhamdulillah baik. Kamu sendiri?"

"Ya, cukup baik"

"Ngajar disini?"

Tora mengangguk, "Ya, baru setahun aku disini"

Farida mengangguk angguk paham, perasaan apa ini? Entah mengapa Farida merasa canggung ketika berbicara dengan Tora. Tidak tidak, dia hanyalah kisah klasik di masa SMA nya. Apa kisah itu akan di lanjutkan pada masa yang datang? Farida tidak mau berharap bahkan berpikir sampai sejauh sana.

"Boleh aku minta nomor WhatsApp kamu?" Tora bertanya.

"Oh iya, boleh. Tunggu sebentar"

Farida merogok tas selempang yang ia gunakan. Sorot mata Tora seperti tidak bisa menyembunyikan perasaannya, ya sama seperti Farida. Ia merasakan kecanggungan yang sama tapi perasaan itu di bumbui setidaknya oleh rasa senang karena ia bisa bertemu lagi dengan sang pemilik masa indahnya kala SMA dahulu.

*********

Bel pulang terdengar, seluruh siswa seakan kompak membuang nafas lega, akhirnya jerat rumus fisika berhasil mereka lewatkan. Bel pulang sudah berbunyi, pelajaran pun selesai.

Elsa dan ketiga temannya yaitu Sara, Kiran dan Mona tampak bersiap-siap meninggalkan kelas bersama dengan beberapa siswa yang sudah duluan keluar kelas.

"Enaknya jadi anak panti asuhan, berasal dari sekolahan yang biasa aja tiba-tiba dia bisa masuk ke sekolah unggulan" sindir Citra kepada Elsa yang ia ketahui bahwa Elsa pindahan SMA Satu Nusa, sebuah sekolah yang berada di pinggiran kota.

Elsa dan kawan-kawannya sedikit terganggu, jelas saat ini Citra sedang mencari gara-gara pada mereka. Sara mulai melotot, ia paling sulit diantara yang lain untuk meredam emosi jika berhadapan dengan si angkuh Citra yang satu ini.

"Gimana gak enak coba? Segala sesuatunya berasal dari sumbangan orang" sahut Diva ikut membully.

Satria menatap adiknya dengan perasaan kecewa bercampur kesal. Ia memang berbeda dari yang lain, Satria tidak pernah ikut-ikutan mereka yang hobi cari gara-gara dan membully, bahkan terkadang dialah yang kerap memberi mereka peringatan untuk berhenti mengganggu orang.

"Mau apa lagi sih Lo berdua hah? Nggak capek apa Lo itu bikin masalah terus di sekolah" Sara angkat suara.

"Ra, udahlah" Elsa meminta Sara untuk tidak meladeni Citra dan Diva. Kemudian mereka pun bergegas untuk segera pergi meninggalkan kelas.

"Gimana rasanya pake jaket itu?" Tanya Citra yang berhasil menghentikan langkah mereka.

Sara melihat jaket yang ia pakai, sebuah jaket berwarna pink fanta, ia merasa bingung, apa maksud Citra.

"Gak usah belagu Sara kalo hidup Lo masih terikat sama sumbangan orang. Kaya jaket yang Lo pake, itu kan hasil sumbangan dari gua, gimana rasanya? Enak kan? Nyaman pake barang mahal? Dipake terus ya, biar elo keliatan agak bagusan dikit" Ujar Citra.

Bunga Yang TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang